34.

584 42 1
                                    

Pencet bintang nya dulu yok biar gak lupa<3

Happy Reading!

______________________

Hari ini selepas pulang sekolah Devano langsung mengajak Kanaya menuju cafe Alvarasya. Untuk menemui sang Mama. Tadinya Devano bilang sih besok tapi pas Devano kabari mama nya. Mama nya sepertinya tidak bisa untuk bertemu besok karena ada urusan. Entah apa yang mau di urus.

Kanaya ketar ketir memikirkan bagaimana reaksi mama sang kekasih. Apa mama nya Devano tak menyukainya? Lantaran mama Devano lebih menyetujui Agiza dibanding dirinya.

Mereka saat ini sedang berada didalam cafe. Sudah sejak 10 menit yang lalu. Devano dan Kanaya duduk bersebelahan. Devano menatap Kanaya gemas. Bagaimana tidak kekasihnya ini daritadi menampilkan raut cemas yang kentara membuat siapapun yang melihatnya ingin mencubit pipi yang chubby itu.

Devano menangkup pipi Kanaya."Nay, liat aku, "Pinta Devano.

Kanaya menatap Devano.

"Santai jangan cemas. Kayak mau pengumuman ujian kelulusan aja, "

"Kamu mah enak ngomong doang, ck! "Decak Kanaya.

Devano hanya diam tak membalas ucapan Kanaya. Kanaya yang melihat Devano tak memberi respond lagi sungguh kesal.

"Tenangin dong, liat nih tangan aku keringetan, "Tunjuk Kanaya pada tangannya.

Memang benar tangan nya sudah banjir keringatan, setiap kali merasakan cemas yang berlebih pasti tangan Kanaya keringatan. Ada yang sama?

"Iya makanya yang santai aja. Bentar lagi mama dateng, "Balas Devano seraya mengusap tangan Kanaya dengan tissue yang ada di atas meja.

"Huh, gimana nih Van, "Bingung Kanaya.

Devano tergelak melihat ekspresi panik Kanaya yang semakin panik. Dari balik sana ada orang yang melihat interaksi mereka berdua. Hati nya menghangat melihatnya, sudah beberapa tahun silam ia tak melihat tawa dari wajah datar Devano.

Ia berjalan mendekati keduanya. Senyum nya merekah disambut oleh keduanya.

"Maaf, mama telat." Ujar Indah.

"Hm, "Gumam Devano.

"Silahkan duduk tan, "Ujar Kanaya.

Mereka pun duduk di kursi masing masing. Keadaan sekarang sedikit canggung tak seperti semula.

Indah mulai membuka suara. "Ini siapa Van?, kenalin mama dong. "Pinta Indah.

Devano menatap keduanya seraya tersenyum simpul. Pasti Kanaya sedang mengumpat dalam hati pikirnya. "Ini Kanaya, pacar Devano. "

Kanaya tersenyum manis. "Kanaya, tante."Timpal Kanaya sembari menyalami tangan.

Indah pun menerima uluran tangan Kanaya. "Panggil mama aja?,"Suruh Indah

"Kamu cantik pantes Devano suka, "Tambah Indah seraya mengelus puncak kepala Kanaya.

"Makasih tan - eh mama, mama juga cantik, "Balas Kanaya gugup.

"Kamu tau soal mama minta Devano balikan sama Agiza?, "Tanya Indah menatap Kanaya.

Kanaya diam.

"Nanti nanya, pesen dulu, "Potong Devano.

Indah terkekeh . "Mama lupa, Kanaya mau pesen apa? "

"Samain aja ma,"Balas Kanaya.

Devano melambaikan tangannya kearah waiters. Setelahnya mereka pun memesan makanan serta minuman.

"Gimana?, "Tanya Indah lagi.

Kanaya mengangguk mengerti alur pembicaraan ini. "Naya, udah tau tan. Devano kasih tau. "Balas Kanaya.

"Maafin mama, mama suruh Devano balik lagi ke Agiza, karena mama pikir Devano masih mengharapkan Agiza, "Tulus Indah sambil mengenggam tangan Kanaya.

Devano hanya mendengar keduanya berbicara.

"Iya gapapa ma, Kanaya ngerti kok. "Balas Kanaya.

"Kalian udah lama pacaran, hm? "Tanya Indah menatap keduanya.

"Belum lama ma, "Jawab Devano.

"Eh iya, Devano izin ke manajer cafe bentar ada yang mau di omongin. Devano baru inget, gapapa?, "Tanya Devano melihat keduanya.

Kedua perempuan itu mengangguk menyetujui. Devano pun berdiri.

"Ditinggal bentar Nay, mama gak gigit kok,"Ujar Devano di iring kekehan dan langsung pergi dari sana.

Dapat Devano pastikan wajah Kanaya sudah memerah menahan malu.

Indah tertawa melihat pasangan pasutri ini. "Devano udah cair yah Nay, "Ujar Indah.

Kanaya tersadar. "Iya ma, "Balas Kanaya.

Indah masih mengenggam tangan Kanaya. "Mama minta sama kamu, jangan tinggalin Devano ya? Udah banyak hal yang bikin Devano terpuruk salah satunya mama, "Pinta Indah tulus dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata nya.

"Devano udah cerita kan?, "Tanya Indah.

Kanaya mengangguk sambil mengusap usap tangan Indah untuk menguatkan."Udah ma, Devano banyak cerita sama Kanaya, "

"Mama jahat kan Nay? Mama bikin anak mama berubah. "Imbuh Indah.

Tes..

Air mata nya turun mengenai pipi mulus itu. Belum ada kekeriputan di wajah cantik Indah. Indah masih terlihat muda bahkan elegan sekali.

Kanaya menggeleng menangkis ucapan Indah. "Gak ada yang jahat ma, mungkin mama ada alasan untuk semua itu, "

Indah menangis mengingat Devano kala itu.

Flashback on.

Saat itu Devano masih berusia 14 tahun. Ia masih duduk di bangku kelas 2 smp. Ia sedang asyik bermain dengan sahabat yang ia kenal sejak awal mula memasuki seragam putih biru. 

Mereka berdua terlihat menikmati sekali permainan yang mereka mainkan, yaitu bermain ps. Jari mereka bergerak dengan lincah di atas stick ps tersebut seakan ingin mengalahkan satu sama lain.

Terdengar gelak tawa dari salah satu nya karena telah berhasil memenangkan permainan itu. Devano memenangkan permainan tersebut. "Yeay, menang hahahha, "

Sedangkan yang satu nya merengut kesal. "Curang, masih ada babak kedua. "

"Yang penting 1- 0, wlek, "Ejek Devano seraya menjulurkan lidahnya.

Raffi Andarsya. Raffi kecil berusia 14 tahun teman sebaya Devano itu pergi meninggalkan Devano dan mendekati mama sahabat nya itu untuk sekedar mengadu.

Raffi memeluk Indah dari belakang. "Mama, Devano curang. "Rengek Raffi.

Indah membalikkan tubuh nya menghadap Raffi. "Curang kenapa?, "Tanya Indah kepada sahabat anak nya itu yang sudah ia anggap seperti anak nya sendiri.

"Devano rebut stick ps Raffi, terus itu Raffi kalah deh main bola nya."Adu Raffi masih merengek 

Devano mendekat keduanya. "Huh bohong, kalo kalah kalah aja hahahaha, "Ejek Devano sambil mengambil minum.

Indah terkekeh menatap keduanya. "Udah udah, makan dulu sini. Pasti pada laper kan?, "

Devano dan Raffi usia 14 tahun itu mengangguk serempak. Mareka pun mendekati sang mama.

Mereka larut dengan percakapan hingga acara makan selesai. Tawa bahagia terdengar di sudut pernjuru ruangan menandakan bahwa persahabatan mereka sudah seperti saudara sekandung.

Indah menatap bahagia Devano dan Raffi. Mereka terlihat akrab sekali bagai kakak dan adik.

Devano tergelak mendengar lelucon yang di lontarkan Raffi. Ia bersyukur dalam hati nya. Bocah berusia 14 tahun itu meminta agar Tuhan tetap mempersatukan mereka seperti ini.

Flashback of.
__________________

Devano AlvarasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang