Satu

82.6K 4.9K 326
                                    

"Vin, Vini!" panggil seorang anak cowok dari kelas sebelah saat kami sedang istirahat.

"Apa sih?!" sahutku jengkel.

"Adit bilang, dia suka sama lo, Vin!" lanjut anak cowok tersebut sambil tertawa.

"Cie.....!" sorak anak-anak lain yang mendengar perkataan cowok tersebut.

"Apaan sih?!" ucapku kesal. "Kata Mama masih kecil gak boleh pacar-pacaran."

Semuanya bermula saat itu, saat aku masih kelas 2 Sekolah Dasar. Usia yang terlalu dini untuk suka-sukaan apalagi pacar-pacaran, kalau orang dulu bilang masih anak bau kencur. Tapi sejak hari itu aku selalu diledek sebagai pacar Adit.

Namaku Vini Prastika Utomo, anaknya Bapak Setyo Utomo dan Ibu Tyas Astuti. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Aku mempunyai seorang adik laki-laki bernama Vidi Bramantyo Utomo dan adik perempuan Vici Aristika Utomo.

Papa memang menamakan kami seperti moto Julius Caesar, Vini, Vidi, Vici yang berarti saya datang, saya melihat, saya menakhlukan. Meskipun sebenarnya yang benar adalah Veni, Vidi, Vici. Tapi sepertinya orang sudah lebih sering mendengar moto yang salah.

Aku dan Vidi hanya berselisih setahun. Tapi papa dan mama berusaha ekstra keras selama 7 tahun sampai akhirnya bisa menggenapi moto Julius Caesar itu dengan lahirnya adikku Vici.

Dan namanya Aditya Ranggasena, cowok yang selalu saja digosipkan teman-teman sekolahku sebagai pacarku. Dari SD, SMP bahkan sampai SMA. Hanya gara-gara ucapan teman sekelas Adit waktu itu aku langsung dicap sebagai pacar Adit. Adit bahkan gak perlu nembak aku untuk memintaku menjadi pacarnya. Dasar anak kecil, ya, kan?!

Tapi kalau ditanya bagaimana perasaan Adit. Aku sendiri tidak tahu karena Adit sama sekali tidak pernah menunjukkan ketertarikannya apalagi mengungkapkannya padaku.

Jujur lama-kelamaan aku jengkel selalu diledek sebagai pacar Adit. Bahkan sampai ada kejadian yang membuatku tidak habis pikir saat aku SMP. Aku masih ingat saat itu aku bertemu dengan seorang teman sekelas Adit yang bernama Bangkit saat kami kelas 7 di koridor sekolah.

"Eh, elo yang namanya Vini, kan, ya?" tanya Bangkit.

"Iya. Ada apa, ya?" tanyaku balik.

"Elo pacarnya Adit kelas 7.3, ya?" tanya Bangkit lagi.

"Bukan, tuh!" jawabku mulai kesal.

Lagi-lagi soal ini. Eh, tapi kok anak ini bisa tahu ya?!

"Tapi seangkatan kita yang namanya Vini cuma lo doang. Elo dari SD yang sama kayak Adit, kan, Vin?" tanya Bangkit lagi.

"Gue memang dari SD yang sama kayak Adit tapi gue bukan pacarnya," jawabku kesal.

"Lah, bohong dong si Rani?!" ucap Bangkit. "Si Rani, anak kelas gue yang dari SD lo juga, tadi ngasih tau Fitri kalau Adit pacarnya elo. Abis itu si Fitri langsung pingsan," lanjut Bangkit setelah melihat aku mengerutkan kening tanda aku tidak mengerti maksudnya.

"Hah?!" Dahiku makin mengernyit dan mulutku pun terbuka setelah mendengar cerita Bangkit, heran dan tidak percaya dengan apa yang kudengar. Cuma perkara cinta-cintaan monyet begini doang sampai pingsan.

"Si Fitri kan emang suka banget sama Adit dari awal masuk sekolah. Semua anak kelas gue aja udah tau. Udah gitu anaknya kan emang lemes gitu, katanya dia lemah jantung. Makanya langsung pingsan," ungkap Bangkit.

Mendengar itu entah kenapa aku merasa tidak enak tapi juga kesal. "Astaga! Bilangin Fitri, kalau bisa bilangin ke semua orang di kelas lo, Adit sama gue gak ada apa-apa! Itu tuh cuma ceng-cengan jaman gue SD dulu. "

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang