Tiga Belas

27.5K 2.9K 141
                                    


Untung saja saat itu dokter Lila tidak menyadari keberadaanku dan Adit. Foodcourt itu memang sangat ramai. Kami juga diuntungkan dengan posisi meja kami yang ada dibalik pilar sehingga membuat kami sedikit tersembunyi.

Sepertinya dia juga tidak memesan makanan di area yang dekat dengan meja kami. Semoga saja dokter Lila benar-benar tidak melihat kami. Tapi kalau dilihat dari sikap dokter Lila sejauh ini aku yakin dia akan menegur kami jika memang dia mendapati aku dan Adit di sini.

Dan meskipun aku penasaran dengan laki-laki yang bersama dokter Lila tapi aku lebih memilih untuk tidak melihat ke arah mereka. Melihat gestur mereka tadi aku yakin mereka memiliki hubungan yang akrab. Entah itu hubungan romantis tapi bisa juga hubungan kekerabatan. Ada kan adik-kakak atau sepupu yang dekat dan melakukan skinship yang cukup intim seperti saling menggandeng, merangkul maupun berpelukan. Jadi aku memilih untuk tidak berpikiran apa-apa.

Ketika Adit menyelesaikan mangkuk keduanya, aku pun segera mengajaknya pergi. Untungnya Adit tidak menolak.

Aku dan Adit kembali menyusuri jalan yang tadi kami tempuh untuk menuju hotel saat kami melihat sepasang kekasih yang sepertinya sedang bertengkar tidak jauh dari belokan menuju hotel kami. Jarak mereka yang hanya sekitar 50 menter dari kami membuat kami mendengar ucapan marah yang mereka katakan. Tanpa diduga sang lelaki berjalan menuju ke arah kami. Dan ketika sampai di depanku tiba-tiba saja dia mengambil tanganku.

"Kamu mau gak jadi pacarku?" tanya laki-laki muda tersebut tanpa tedeng aling-aling.

Aku berusaha melepaskan pegangan laki-laki itu di tanganku.

"Mas, maaf tangannya." Adit langsung melepaskan tangan laki-laki tersebut. "Jangan main pegang tangan orang sembarangan, Mas!"

"Emangnya Mas siapanya Mbak ini? Bukan siapa-siapanya kan?" tanya laki-laki itu lagi.

"Saya suaminya!" seru Adit.

Eh?!

Aku menengokkan kepalaku menghadap Adit.

"Kalau suami, mbaknya pasti Mas gandeng. Ini enggak." Laki-laki itu mengeyel.

"Mas, kalau suami-istri itu gak perlu pamer pegangan dimana-mana! Kami berdua bisa melakukan yang lebih dari pegangan tangan di kamar kami sendiri."

Aku bisa merasakan pipiku memanas karena ucapan Adit. Jangan mikir yang iya-iya, Vin!

Sekarang laki-laki itu menghadap ke arahku lagi dan berbicara. "Suaminya gak romantis tuh, Mbak! Masa gandeng istri di jalan aja gak mau." Dan aku jadi makin tersipu. "Eh, jangan-jangan kalian nikah dijodohin ya?!"

"Tidak!" ucap Adit tegas. Dan setelahnya dia mengambil tanganku dan menggenggamnya.

Oh, no!!! Dadaku jadi berdebar kencang sekarang. Aku memandangnya dan makin tersipu.

"Ih, Mbaknya tersipu-sipu gitu! Jangan-jangan baru kali ini pegangan tangan, ya?!"

Aku kembali mengarahkan pandanganku kepada laki-laki tadi. "Mas... Masnya sebenarnya... ngapain sih... tiba-tiba kayak begitu?!" Aku berusaha mengembalikan fokusnya lagi meskipun masih tergagap karena dadaku yang berdebar kencang.

"Eh?! Oh iya, saya jadi lupa!" Laki-laki itu menepuk dahinya. "Mbak, saya minta tolong, dong! Mau gak pura-pura jadi pacar saya? Tadi saya nembak cewek yang saya suka terus ditolak. Saya mau buktikan kalau banyak yang mau sama saya kalau dia menolak."

"Enggak!" Adit yang mengambil alih untuk menjawab pertanyaan laki-laki itu dengan tegas. Dia lantas berdiri di depanku untuk menghalangi laki-laki itu. "Tuh mbaknya melihat kita dari tadi. Gak mungkin kamu mau bohong lagi. Lagian saya juga gak mau istri saya diajak pura-pura begitu."

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang