Extra Part 3

46.1K 2.8K 168
                                    

Girl or Boy?


"Mas, kita mau ke DM gak sabtu ini?" tanyaku di suatu pagi saat kami sarapan.

DM itu supermarket yang menjual produk kesehatan, bersih-bersih, kosmetik dan makanan-minuman sehat. Ada tempat untuk cetak fotonya juga.

"Udah mau habis ya sabun-sabun di rumah?" tanya Mas Adit.

"Mas kamu sadar gak? Kita udah mau dua bulan di sini dan kita bercinta tanpa libur sejak sekitar satu setengah bulan lalu." Saat kami pindah ke sini aku sedang haid dan setelah itu aku gak pernah haid lagi di sini.

Matanya membesar karena menyadari itu. "Sayang? Kamu, hamil?"

"Nah, aku belum tahu. Kan belum dites. Makanya kita ke DM buat beli alat tesnya. Bisa juga sih ke apotik. Agak jalan aja sekitar 800-meter dari sini."

"Apa kita langsung ke dokter aja?" tanya Mas Adit.

"Gak bisa, peraturannya gak gitu di sini kalau mau ke dokter kandungan. Waktu kumpul-kumpul keluarga di rumah Bu Indah kemarin, ada yang sedang hamil namanya Mbak Mila. Terus aku tanya-tanya ke dia. Katanya kita mesti udah tes positif dulu pakai testpack dan at least udah usia 6 minggu kehamilannya baru bisa buat Termin ke Frauenarzt."

"Kamu udah telat berapa lama?" tanya Mas Adit semangat.

"Tiga minggu. Jadi kalau benar hamil, usia kandunganku udah sekitar tujuh minggu," jawabku sambil tersenyum. "Mudah-mudahan beneran positif."

Tiba-tiba Mas Adit bangun. "Aku ke apotik dulu deh beliin testpack-nya."

"Sayang, masih jam tujuh!" cegahku.

"Ah, baru buka jam delapan, ya? Gak bisa dong aku beli sekarang," ujarnya lesu. Di Jerman apotik tidak buka 24 jam seperti di Indonesia kecuali apotik gawat darurat yang dijadwalkan oleh pemerintah kota.

"Mas berani beli di DM, gak?"

"Berani lah!" jawabnya cepat.

"Ya udah beli pas Mas pulang kerja aja. Makasih, Sayang!" Aku tersenyum lebar kepadanya.

"Tapi kamu gak mual-mual, Sayang?"

"Iya, enggak. Tapi badanku tuh rasanya gak enak terus bawaannya ngantuk terus. Apa lagi peralihan musim aja, ya? Kalau ternyata negatif gimana?"

"Ya, usaha lagi aja. Kan usahanya enak," godanya sambil menaik-naikan alis.

Sorenya saat dia kembali ke rumah, Mas Adit sudah membawa beberapa kotak testpack.

"Mas, banyak banget!" Dia beli sekitar empat alat tes. Masalahnya alat tes di sini mahal. Gak ada yang harganya belasan ribu kayak di Indonesia. Paling murah sekitar 5 Euro dan rata-rata harganya diatas 10 Euro.

"Gak papa, sekalian. Aku gak tahu yang mana yang bagus."

"Makasih, ya, Sayang! Besok pagi kita tes."

Dan ketika keesokan paginya, setelah bangun tidur aku pun mencoba untuk melakukan tes.

"Gimana, Sayang?" tanya Mas Adit di depan pintu kamar mandi.

"Belum. Sebentar lagi," jawabku dari dalam.

Tapi dia gak sabar dan membuka pintu kamar mandi. Aku yang sedang cuci muka hanya bisa geleng-geleng.

Mas Adit memegang alat tes itu dan terus memperhatikan dengan seksama. "Sayang, ini ada dua garisnnya!"

"Eh, yang bener?"

"Iya, sayang. Ada dua. Aku tadi baca bungkusnya, katanya kalau dua berarti positif. Ini berarti kamu hamil kan, Sayang?"

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang