Dua Puluh Enam

31K 2.8K 95
                                    


"Permisi Bu Laily, saya Vini dari Departemen Marketing." Bu Laily adalah Manajer HRD baru yang menggantikan Bu Linda. Sosoknya terlihat ramah tapi aku tetap masih bisa melihat ketegasan di wajahnya.

"Saya mau mengajukan cuti, Bu. Cuti tahunan dan cuti menikah." Berbeda dengan saat aku menghadap Bu Desi, kali ini aku lebih dulu menyerahkan form cutiku dibanding dengan surat pengunduran diri.

Bu Laily membaca form cuti yang kuberikan. "Kamu mau menikah tanggal berapa?" Aku pun menyebutkan tanggal pernikahanku. Kebetulan aku mengajukan cuti tepat satu minggu sebelum cutiku dimulai. "Udah di acc atasan, kan?! Oke kalau gitu."

"Sama ini, Bu." Aku menaruh surat pengunduran diriku yang sudah ditandatangani oleh Bu Desi. "Surat pengunduran diri saya."

"Waduh, ini baru hari kedua saya kerja disini, langsung dapat surat pengunduran diri! Ini bukan pertanda buruk untuk karir saya di sini, kan?!" canda Bu Laily.

"Maaf, Bu! Saya gak bermaksud seperti itu." Aku menganggukkan kepala sungkan untuk meminta maaf.

"Kamu mau nikah terus mau resign. Suami kamu gak mengizinkan kamu kerja?" tanyanya.

"Bukan begitu, Bu. Calon suami saya mau tugas luar dan saya mau mengikuti dia ke sana," jawabku.

"Ya begini masalah karyawan perempuan. Kalau gak ikut suami kerja, suaminya gak izinin kerja atau punya anak terus anaknya yang gak ada yang jagain. Udah gitu di rumah sakit karyawannya 80% perempuan. Pusing, kan?!"

Jujur aku bingung menanggapi ucapan Bu Laily jadi aku hanya tersenyum canggung saja. Aku sengaja gak banyak omong supaya gak banyak ditanya juga. Bu Laily membaca surat yang kuberikan.

Saat Bu Laily membaca suratku tiba-tiba Mbak Shinta bertanya, "Mbak Vini menikah sama siapa?"

"Saya akan menikah dengan Pak Aditya," jawabku yakin. Aku tidak takut meskipun itu mungkin akan menjadi sasaran gosip.

"Yang dari Global Goals?" Aku mengangguk sambil menjawab iya. "Lho, berarti memang ada hubungan sama dia? Benar dong tuduhan Bu Linda?!"

Nah, kan?!

"Jawabannya sama seperti yang saya bilang sebelumnya, Mbak. Sebelum lebaran kemarin Pak Aditya melamar saya langsung ke orang tua saya tanpa pacaran," jawabku lugas.

"Lho, kok langsung mau?" Dia masih tidak percaya sepertinya.

"Dia cinta masa kecil saya. Lagipula, ya, Mbak Shinta, saya tuh gak banyak berhubungan sama Global Goals dan Pak Aditya selama kerjasama itu. Saya cuma terima proposal terus arrange meeting waktu awal-awal. Setelah itu dokter Farah yang lebih banyak koordinasi. Saya gak mau memaksa orang untuk percaya sama apa yang saya bilang. Yang penting saya gak melakukan seperti apa yang dituduhkan."

"Oh, berarti kamu pacarnya dokter Randi?" Sepertinya Bu Laily ikut menyimak percakapanku dengan Mbak Shinta.

Aku menghela nafas sebelum menjawab, "Used to be. Sekarang sudah tidak."

"Dia sudah tahu kamu mau nikah?"

Lho, kok pertanyaannya begitu?!

Aku mengernyit bingung.

"Ya sudahlah, ini saya terima dua-duanya. Terkait pengunduran diri kamu nanti akan dibahas di rapat HRD, ya."

"Terima kasih, Bu Laily. Mari, Bu. Mari semuanya!" Aku keluar ruangan HRD setelahnya.

Aku gak terlalu heran Bu Laily bisa tahu hubunganku dengan dokter Randi. Mudah untuk menduga jika di level manajemen tinggi orang-orang sudah membicarakan masalah yang terjadi berkaitan dengan mutasi Bu Linda.

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang