Dua Puluh Empat

30.2K 3.1K 337
                                    

"Adit? Nyanyi?" heran Fitria. "Gak mungkin! Dia aja selalu ngumpet kalo disuruh ikutan pentas buat tujubelasan."

Aku lantas teringat kenangan waktu kami kecil dulu. Adit memang paling alergi kalau disuruh ikut pentas. Pernah sekali dia berhasil dipaksa ikut. Itu juga karena PS2-nya disimpan sama Ibu dan gak akan diizinkan main kalau dia gak mau ikut pentas

Rizal teman kami yang lain tiba-tiba tertawa. "Sekalinya ikut malah nyungsep! Abis itu diancem kayak apapun tetap gak mau," kenangnya.

Orang-orang di meja kami jadi ikut tertawa karena kenangan itu. Aku bahkan sampai menutup wajah dengan kedua tangannya karena tertawa geli. Adit nyungsep pas pentas itu epik banget soalnya. Saking betenya disuruh pentas Adit cemberut terus hingga tidak fokus saat turun tangga. Akhirnya dia dapat hadiah di keningnya.

"Ssstt!!!" Vidi meminta kami diam. "Udah dengerin aja Mas Adit mau apa. Seru pokoknya!"

Kami memandangnya dengan pandangan bertanya.

"Udah, udah, lihat ke depan ke arah Mas Adit aja!" perintahnya.

Akhirnya kami kembali mendengarkan Adit berbicara.

"Hari ini, adik kembar saya, Tika, akhirnya menemukan belahan jiwanya. Seseorang yang menyayangi dia dan juga yang dia sayangi. Congratulation, Tik! I'm so happy for you." Adit bicara sambil memandang ke tempat Tika berada. "Tik, boleh ya Mas pinjem acaramu sebentar?"

Dari tempatnya berdiri Tika terlihat mengacungkan jempolnya dan mengangguk-ngangguk.

"Makasih, adikku! Semoga kebahagian kamu hari ini bisa menular ke Mas." Adit tersenyum kepada Tika. Dia kembali menghadap para tamu dan mulai berbicara lagi. "Hhmm, sejujurnya saya gugup banget hari ini tapi saya akan memberanikani diri karena kalau gak sekarang saya khawatir tidak punya kesempatan lagi." Adit menghela nafasnya, sepertinya dia berusaha menghilangkan gugup.

"Saya masih ingat saat pertama kali pindah rumah. I met a little girl. Matanya cantik berkilau. Dan sejak saat itu entah kenapa saya suka banget setiap lihat dia."

Adit menjeda kata-katanya. Dia terlihat melebarkan pandang ke arah tamu.

"Ternyata gadis kecil itu tinggal tidak jauh dari rumah kami. And I was so happy karena dia selalu bermain dengan Tika. Saat kami bersekolah, bukan hanya matanya yang berkilau tapi keseluruhan dirinya. Dia sangat aktif di kelas dan selalu ingin menjawab pertanyaan guru. Sampai kadang guru-guru suka berpura-pura tidak melihatnya mengangkat tangan karena ingin yang lain kebagian menjawab"

Para tamu tertawa mendengar kalimat terakhir Adit.

"Vin, Adit ngomongin elo ya?" Tama bertanya kepadaku. Lalu dia juga bertanya kepada yang lainnya. "Iya, kan?!"

Teman-teman yang lain juga menyetujui tebakan Tama. Aku hanya terus memperhatikan Adit dan berpikir apa yang sedang dilakukannya.

Meskipun aku dan Adit satu sekolah dari SD hingga SMA tapi sebenarnya kami jarang sekali sekelas, hanya dua kali di SD saat kami kelas satu dan lima.

"Saya sangat menyukainya sampai ketika salah seorang teman bertanya siapa yang paling cantik. Saya tanpa ragu langsung menjawab namanya." Adit tersenyum malu. "Jujur dulu saya merasa insecure sama dia. Bagi saya dia terlalu berkilau untuk saya yang biasa-biasa saja. Sehingga saya memutuskan untuk menjaga jarak sementara. Kenapa sementara?" Dia seperti bertanya kepada para tamu. "Karena saya bertekad untuk memantaskan diri untuknya. Sayangnya, yang mikir dia cantik bukan saya aja. Mereka malah berani mengungkapkan perasaan ke dia. Saat itu saya hanya bisa berdoa semoga Allah mau menyimpan dia untuk menjadi jodoh saya. Saya bersyukur meskipun banyak yang nembak dia tapi saya tidak pernah mendengarnya berpacaran.

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang