Selamat membaca!
Aku dan Adit terkunci di luar rumah.
Kami berdua baru sampai rumah pukul satu pagi setelah main di Dufan, makan malam berdua dan nonton film di bioskop. Aku mendapati pintu pagarku sudah terkunci. Dan sayangnya aku tidak membawa kunci cadangan rumah. Aku mengganti tasku setiap hari Sabtu dan kunci rumah ada di tas yang biasa kupakai saat weekday.
"Vidi gak angkat teleponnya?" tanya Adit melihat aku kesal karena sudah berkali-kali menelepon Vidi tapi tidak ada jawaban.
Tadi saat kami pamit di butik setelah fitting selesai, Mama dan Ibu memang sudah berpesan agar kami tidak pulang terlalu malam. Karena mulai besok kami harus dipingit. Padahal mah kami gak beneran dipingit karena aku dan Adit baru cuti hari Kamis. Kami hanya tidak diperkenankan bertemu satu sama lain.
Tujuh hari cuti yang kuambil itu dimulai kamis-jumat minggu ini dan lima hari di minggu berikutnya. Karena kami berencana akan berbulan madu ke Batu, Malang. Apalah daya, kami hanya karyawan yang punya jatah cuti terbatas.
Kami sama sekali tidak menyangka kalau Mama dan Ibu akan mengunci kami di luar seperti anak ABG kayak gini. Padahal aku gak pernah sekalipun dikunci diluar seperti ini sebelumnya.
"Gak diangkat," jawabku lesu.
"Ya udah, aku bawa kunci nanti kamu nginep aja dulu di rumahku. Kamu bisa bobo di kamar Tika," saran Adit. Kami pun akhirnya beranjak ke rumah Adit.
Adit berhasil membuka pintu pagarnya dan memutar kunci di pintu utama. Sayangnya saat dia memegang gagang pintu dan mendorongnya ke dalam, pintu tidak mau terbuka.
"Ibu pasti masang slot grendel di belakang," ucap Adit pasrah.
"Terus kita gimana?" tanyaku makin lesu karena mengantuk.
"Kita tidur di mobil aja. Nanti aku parkir mobil di depan rumah kamu. Kita tunggu sampai subuh. Mama pasti udah bangun pas subuh," Adit kembali memberi saran.
"Ya udah, aku udah ngantuk banget."
Kami pun masuk kembali ke dalam mobil Adit dan Adit menjalankan mobilnya ke depan rumahku.
"Mau pakai AC atau enggak?" tanya Adit saat aku sudah menidurkan sandaran kursiku dan bersiap tidur.
"Gak usah, sayang bensinnya."
Adit pun membuka sedikit jendela supaya ada udara dan selanjutnya dia mengikutiku menidurkan sandaran kursi.
"Sayang, maaf, ya! Aku ngajak kamu main sampai malam padahal kamu kerja tadi pagi. Kamu pasti capek," ucap Adit sambil mengusp-ngusap kepalaku.
Aku memiringkan badanku menghadap Adit. "Gak papa. Nanti bisa jadi cerita buat anak-anak kita."
"This is gonna be my view everynight," ucap Adit yang kini mengelus pipiku. Meskipun kabin mobil gelap tapi masih ada cahaya dari lampu teras rumah-rumah.
"No, gak selalu. Nanti kamu bakalan lihat aku yang tidur sambil mangap, sambil ngiler, atau mungkin aku bisa aja pencak silat di atas tempat tidur. Siapa tahu?!"
"Kamu mah! Aku kan lagi nyoba romantis," gerutu Adit.
Aku tertawa lemah.
Tiba-tiba Adit mendekatkan wajahnya ke wajahku dan membuatku menegang. Di dalam kepala pikiranku sedang berperang, apakah aku akan membiarkan Adit menciumku atau malah mendorongnya. Tapi untungnya yang aku khawatirkan tidak terjadi. Adit hanya mengecup keningku.
"Bobo, sayang!" katanya.
"Pinjem tangan!" pintaku.
"Buat apa?" tanyanya bingung.
![](https://img.wattpad.com/cover/276853685-288-k754982.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)
ChickLit"Vin, Vini!" panggil seorang anak cowok dari kelas sebelah saat kami sedang istirahat. "Apa sih?!" sahutku jengkel. "Adit bilang, dia suka sama lo, Vin!" lanjut anak cowok tersebut sambil tertawa. "Cie.....!" sorak anak-anak lain yang mendengar per...