Delapan

30.2K 2.7K 41
                                    

"Vin, hari ini ikut saya montly meeting ya nanti jam 1 siang!" pinta Bu Desi tiba-tiba. "Kamu gak ada jadwal keluar hari ini kan?" Tumben aku diminta ikut soalnya yang ikut montly meeting tuh ya mereka yang ikut MM setiap pagi alias para kepala, manajer dan direksi.

"Enggak kok, Bu. Hari ini saya full di rs. Kan mau nyicil bikin montly report juga, Bu. Hmm, kenapa saya harus ikut bu?" tanyaku bingung.

"Kemarin saya ketemu Direktur. Kayaknya proposal masuk dari Yayasan Global Goals udah di-acc. Dan sepertinya Direktur berencana sekalian mau mengadakan bakti sosial di sana. Dua bulan lagi kan bertepatan dangan ulang tahun grup rumah sakit," jelas Bu Desi.

"Eh, iya ya. Ini bulan Februari, dua bulan lagi April. Pas banget sama HUT rumah sakit."

"Nah, makanya biar sekalian. Pas juga ada proposal masuk dari Global Goals."

Pukul satu kurang lima aku datang bersama Bu Desi ke ruangan rapat. Di sana sudah ada beberapa orang termasuk Mas Randi. Saat aku masuk pandangan kami sempat bertemu tapi aku cepat-cepat mengalihkan pandangan. Ini kali pertama aku bertemu lagi dengannya setelah hari itu.

I still feel uneasy, of course. Siapa sih yang bisa tahan ketemu orang yang sudah mencampakkan kamu begitu saja tanpa aba-aba. Ibarat paku yang menancap di dinding meskipun paku itu dicabut pasti tetap akan ada bekasnya meskipun sudah didempul lagi dan terlihat indah kembali tapi siapa yang tahu di bekas lubang itu apa dempulnya sudah benar-benar menutup lubangnya atau tidak. Bukan dendam tapi kurasa itu hal yang manusiawi. Seikhlas-ikhlasnya orang memaafkan tidak ada yang tahu kan apa yang sebenarnya dirasakan di hatinya.

Kemarin-kemarin aku tidak bertemu muka dengannya. Mungkin karena itu aku lebih bisa menata hati tapi ketika melihatnya lagi aku masih bisa merasakan luka itu masih ada.

Tadi ketika Bu Desi mengajakku ikut meeting jujur aku merasa gugup karena sudah bisa menduga akan bertemu dengannya. Aku berusaha berkomunikasi dengan hatiku, memintanya supaya tenang. Dan juga meminta diriku untuk menahan diri untuk tidak menghambur ke arahnya dan menamparnya.

Dan sekarang aku benar-benar bersusah payah untuk tetap profesional dalam bekerja. Aku bukan orang yang pintar menjaga air muka ketika mood-ku tidak baik. Makanya aku selalu berusaha untuk menjaga mood-ku saat bekerja karena saat bekerja aku banyak bertemu orang.

Jam satu lewat sepuluh rapat itu akhirnya dimulai. Rapat kali ini membahas rencana program rumah sakit untuk bulan depan dan pencapaian sementara. Untuk rapat pencapaian bulanan biasanya akan diadakan rapat evaluasi bulanan setiap tanggal 5. Dan seperti yang sudah direncanakan rapat ini juga membahas rencana peringatan Hut RS Permata Medika.

"Setiap tahun kita pasti mengadakan beberapa macam bakti sosial untuk menyambut Hut Rumah Sakit. Nah tahun ini selain sunatan massal dan donor darah di rumah sakit sepertinya kita mau mengadakan baksos tapi agak jauh sedikit lokasinya," buka dokter Farid, Direktur Rumah Sakit. "Kebetulan beberapa waktu yang lalu ada sebuah proposal masuk ke bagian Marketing dari Yayasan Global Goals. Waktu saya baca lokasinya saya pikir, kok menarik ya! Bukan tempat yang biasa kita kunjungi yang hanya di wilayah kota saja. Ini lokasinya di kabupaten memang. Akhirnya saya coba google lokasinya. Saya rasa ide bagus kalau kita bisa melaksanakan baksos di sana."

"Tempatnya dimana, Dok?" tanya Bu Linda. Aku berusaha menahan untuk tidak memutar bola mata jengah ketika melihatnya bertanya dengan wajah penjilatnya.

"Di Muara Gembong, Bu Linda. Di Desa Pantai Bahagia," jawab dokter Farid. "Perjalanannya memang agak jauh bisa dua sampai tiga jam."

"Wah, boleh juga tuh, Dok." sahut dokter Adam, Kepala IGD. "Memangnya dari pihak Global Goals minta kerjasama apa saja Bu Desi?"

"Biar Vini yang menerangkan, dok!" Bu Desi menyenggol bahuku, memintaku untuk menerangkan kepada dokter Adam.

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang