Dua Puluh Tiga

29.6K 2.9K 82
                                    

Aksi kucing-kucinganku dengan Adit masih terus berlanjut. Untungnya Adit bekerja di wilayah Jakarta yang berarti dia akan berangkat lebih cepat dan pulang lebih lambat dariku sehingga membuat kami sulit bertemu.

"Woy!" Tika tiba-tiba membuka pintu kamarku. "Ck! Sok sibuk banget sih lo, Vin! Masa ke rumah gue aja gak mau. Nih baju seragam lo! Masa calon pengantin yang nganterin." Tika mengangsurkan sebuah kantong kertas besar kepadaku.

Aku sedang tiduran sambil membaca novel. "Astaga, salam kek! Kaget tau gak?!" Aku berdiri lalu mengambil kantong kertas itu dari Tika. "Gue emang lagi sibuk. Ada masalah di Kantor dan manajer gue belum balik dari cuti."

Malam ini tepat dua hari sebelum rangkaian acara pernikahannya dimulai hari Jum'at nanti. Sudah dua hari ini aku harus bolak-balik dari rumah sakit pusat di Jakarta untuk menggantikan Bu Desi rapat koordinasi mendadak setelah ada tuntutan malpraktik di cabang kami. Bu Desi baru akan kembali Kamis besok.

Ibunya memang sudah mengirimkan pesan kepadaku dari hari Senin untuk mengambil seragam pernikahan Tika. Rencananya baru besok aku akan datang ke rumahnya karena besok aku sudah tidak perlu ke rumah sakit pusat. Adit pasti belum pulang di sore hari.

Aku bertekad menjadikan acara pernikahan Tika sebagai satu-satunya saat dimana aku akan bertemu dengan Adit. Setelah acara itu selesai aku tidak akan bertemu dengannya lagi sampai hari dia akan berangkat.

"Lo bukan mau menghindari mas Adit, kan?! Kenapa lagi, sih?!"

"Enggak lah!" elakku bohong. "Lagian kenapa juga gue harus menghindari Adit?"

"Gue udah hafal sama lo, Vin. Lo gak bakalan pernah nolak disuruh datang ke rumah. Kapanpun juga elo sempetin datang. Ini udah Ibu suruh ke rumah ambil baju gak diambil-ambil. Emangnya lo yakin udah pas semua bajunya? Kan repot kalo mepet-mepet benerinnya."

"Kan waktu itu udah diukur di rumah lo langsung. Pasti pas lah." Aku masih mengelak.

Tika mendecakkan lidahnya. "Ngelak aja terus. Coba dulu tuh bajunya." Tika mengeluarkan baju dari kantong kertas yang tadi kuletakkan diatas tempat tidur.

Aku bingung melihat banyaknya baju yang dikeluarkan Tika dari kantung kertas. "Bajunya kok banyak banget?"

Tika menjejerkan kelima baju di dalam kotak bertutup transparan ke atas tempat tidurku.

"Yang pink gamis buat siraman, yang merah hati itu seragam midodareni, yang coklat susu buat akad nikah, yang coklat tua buat resepsi siang, yang hijau mint gaun buat resepsi malam," kata Tika sambil menunjuk ke masing-masing kotak.

"Perasaan nyokap lo bilang ngukur buat kebaya deh. Kenapa jadinya banyak begini? Gue kan bukan pengantinnya jadi gak harus ganti tiap jenis acara."

Tika mengendikkan bahu. "Gak tahu gue mah. Itu Ibu yang ngurus. Dicoba dulu, deh! Nanti kalau ada yang gak sesuai ukurannya biar dikasih tahu penjahitnya. Masih sempet besok."

"Tapi, Tik, gue kan udah bilang kalau gak bisa ikut siraman lo. Gue gak mungkin cuti di hari Jum'at. Sabtu juga itu jatah libur gue." Aku mengembalikan baju untuk siraman ke Tika.

"Ngapain dibalikin ke gue?! Itu baju dibuat sesuai ukuran lo!" Tika mengasurkan kembali baju yang kuberikan. "Disimpen ajalah."

Akupun mencoba baju-baju itu dibantu oleh Tika. Yang pertama kebaya kutubaru berwarna merah hati yang dipasangkan dengan kain batik berwarna coklat kehitaman. Lalu kebaya coklat muda bergaya modern berkerah hati yang sudah dilengkapi dengan bustier dan kain. Selanjutnya kebaya coklat tua yang berhiaskan payet yang juga dilengkapi bustier dan kain. Yang terakhir gaun berwarna mint dari brokat berkerah sabrina yang transparan di bagian atas dada dan berlengan pendek dengan panjang menjuntai. Gaun yang sangat cantik.

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang