Dua Puluh

29.6K 2.8K 73
                                    

Suasana hatiku yang buruk beberapa hari ini juga berimbas pada Adit. Aku mengabaikan sepenuhnya semua pesan dan teleponnya. Untungnya dia tidak sering menghubungiku karena terkendala sinyal telepon.

Tentu saja aku tidak marah padanya karena menemaniku saat sakit yang membuat aku kena tuduhan yang diucapkan Bu Linda. Adit hanya berada di kondisi yang tidak tepat sehingga jadi ikut tertuduh.

Alasanku menghindarinya adalah karena aku tidak mau dia mengetahui kondisiku saat ini. Ingat kan kalau aku bukan orang yang pintar menutupi suasana hatiku. Adit mungkin saja akan bertanya ada apa denganku kalau aku hanya bicara singkat-singkat di telepon atau saat menjawab pesannya. Aku juga takut kalau nanti malah menangis dan berakhir menceritakan masalahku padanya. Aku merasa belum sedekat itu untuk bercerita padanya.

Tapi aku gak bisa bohong, aku sangat merindukan Adit. Sudah hampir dua minggu tidak bertemu setelah terus-terusan bersamanya. Aku kangen senyumnya, bibir merahnya yang manis. Enak banget yang jadi istrinya Adit bisa cium-cium bibirnya.

Kadang terpikir juga olehku mengenai apa yang sedang kurasakan pada Adit. Di usiaku sekarang ini bukan waktunya lagi untuk mencintai dalam hati. Aku harus memutuskan kemana rasa ini akan kubawa. Meskipun di dalam hatiku ada keinginan untuk menikmati dulu rasa ini.

Sempat terpikir juga olehku mengenai kemungkinan untuk mengakui perasaanku padanya. Sekali saja. Hanya agar aku lega. Bukan untuk memintanya membalas perasaanku.

Aku melihat ada banyak wanita yang berani untuk menyatakan perasaan mereka. Dan aku rasa emansipasi juga termasuk hal ini. Kita sebagai wanita berhak menyatakan perasaan kita sepanjang kita tidak memaksakan perasaan itu berbalas. Aku rasa menyatakan perasaan bukan privilege untuk laki-laki. Tapi tentunya aku harus mengumpulkan keberanian dulu sebelum akhirnya melakukannya.

Selain dengan Adit, aku juga membatasi interaksiku dengan Papa, Mama dan Vidi. Aku tahu kalau mereka juga sudah heran dengan tingkahku yang terus diam saat makan malam di rumah. Aku bahkan tidak ikut duduk di ruang keluarga untuk menonton televisi bersama mereka setelah makan malam seperti biasanya karena aku akan langsung kembali ke kamar.

Vidi beberapa kali mencoba mengorek informasi saat kami berangkat bersama tapi tetap tidak aku acuhkan. Dia akhirnya menyerah dan hanya mendiamkanku saja.

Sama dengan alasanku saat menghindari Adit, aku juga takut akan menangis saat berbicara dengan mereka. Aku akan menceritakan semua hal yang pernah terjadi padaku di kantor. Dan itu pasti akan membuat mereka semua sedih. Mereka mungkin akan marah padaku karena tidak pernah cerita.

Vidi memang tahu beberapa kali aku terkena masalah di kantor karena hubunganku dengan dokter Randi. Tapi dia tidak tahu detail setiap permasalahannya. Dan sekarang aku juga sudah tidak memiliki hubungan apa-apa dengan dokter Randi jadi dia mungkin gak menyangka aku akan terkena masalah dengan alasan itu lagi.

Papa, Mama dan Vidi tahu kebiasaanku kalau aku pasti akan menceritakan masalahku kalau sudah siap, sama seperti Vidi. Meskipun kepada orang tuaku aku tidak pernah menceritakan semua yang terjadi pada hubunganku dengan dokter Randi. Karena mungkin itu akan menyakiti hati mereka. Orang tuaku juga bukan tipe yang terlalu ikut campur terhadap hubungan anak-anak mereka.

Tapi kali ini siap tak siap aku harus bercerita kepada Vidi ketika dia menemukan surat teguran yang aku taruh diatas meja belajarku di kamar. Surat itu dikeluarkan setelah aku tidak mengacuhkan permintaan Mbak Shinta siang tadi.

Vidi masuk ke kamarku saat aku sedang di kamar mandi. "Ini surat apaan, Kak? Kenapa lo bisa dapat surat begini?" tanyanya saat aku keluar dari kamar mandi.

Hanya butuh satu pertanyaan itu dari Vidi dan air mataku pun luruh. Vidi yang kaget melihat kumenangis langsung maju memelukku lalu mengajakku duduk di atas tempat tidurku. Vidi memaksaku untuk menceritakan semua yang terjadi. Dan aku yang sudah tidak tahan akhirnya menceritakan semuanya kepada Vidi.

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang