Dua Puluh Dua

27.7K 2.8K 37
                                    

"Lama juga ternyata. Padahal kamu baru balik ya ke rumah. Ibu udah tahu?" Aku berusaha tersenyum meskipun senyum itu pasti tidak sampai di mataku. Setelah mengatakannya aku mengarahkan wajahku kembali ke depan.

Hanya Tuhan yang tahu seberapa kuat aku berusaha mempertahanakan ekspresi gembiraku dan juga menahan agar bulir air mata tidak jatuh dari kedua mataku.

"Udah, kok. Ibu, Ayah dan Tika sudah tahu," jawabnya kalem.

"Goodluck for you then." Selanjutnya aku tidak sanggup lagi berkata-kata. Dan Adit pun sama diamnya denganku hingga kami sampai di bandara.

Jalan tol tadi cukup padat sehingga aku dan Adit baru sampai tepat pukul tujuh. Aku dan dia baru sempat minum air putih untuk berbuka di mobil tadi. Kami berbuka puasa dalam diam padahal sebelumnya kami berencana berbuka bersama di bandara.

Sampai di bandara Adit membawaku ke sebuah restoran cepat saji. "Ini." Dia memberikan sebuah kantong kertas berisi kotak makan yang sudah dia belikan untukku. "Kamu bisa makan sambil nunggu atau di pesawat nanti!"

"Kamu?" Suaraku bergetar karena perhatiannya padaku. Aku merasa sesak di dada. Mataku pun sepertinya akan segera memproduksi air mata. Aku segera mengerjapkan mataku cepat supaya air mata itu tidak keluar.

"Ini aku juga beli buatku. Nanti aku makan sebelum jalan pulang," ucapnya tenang sambil mengangkat kantong berisi makanannya.

"Adit, makasih ya!" ucapku tulus. "Kamu hati-hati di jalan." Adit mengangguk lalu menggandeng tanganku menuju pintu keberangkatan.

Pintu keberangkatan masih berjarak sekitar lima meter dari kami, tiba-tiba Adit menghentikan langkah. Aku menegok ke arahnya dan memandangnya heran.

"Kenapa?" tanyaku.

Lalu dia bergerak mendekati dan memelukku erat. "Kamu hati-hati di jalan, ya!"

"Kamu juga hati-hati," ucapku. Air mataku sudah menetes di pelukannya. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi.

Orang-orang mungkin akan mengira kami sepasang kekasih yang enggan berpisah. Konteksnya memang mirip. Bedanya aku tidak tahu apakah kami bisa bersama lagi setelahnya.

Setelah melepas pelukan aku menghapus air mata tersisa. Entah dengan keberanian dari mana aku berjinjit dan mendaratkan sebuah kecupan di pipinya.

'Adit, aku sayang kamu!' ucapku dalam hati saat mengecup pipinya.

Aku bisa melihat dia terkejut karena kecupan dariku. Setelah itu aku balik badan lalu mempercepat langkahku dan langsung masuk ke pintu keberangkatan.

Setelah melewati pintu pemeriksaan, aku melihat ke arah pintu kaca yang tadi aku lewati. Aku melihat Adit berdiri di sana sambil mengamatiku. Saat dia melihatku berbalik, dia melambaikan tangannya yang kubalas singkat.

**

Setelah aku selesai mencetak tiket di konter maskapai, Adit meneleponku beberapa kali tapi tidak kuangkat karena aku harus segara boarding. Lagipula aku belum siap dia jika harus berbicara dengannya.

Sepanjang perjalanannya satu jam di pesawat aku banyak berpikir. Aku mengulang kembali percakapan kami di mobil tadi. Kalau dari yang kutangkap, dia hanya ingin menyampaikan berita itu kepadaku, temannya. That's it. Selesai. Karena dia tidak bilang apa-apa lagi setelahnya. 

Adit hanya ingin berbagi kebahagaian denganku mengenai pencapaian luar biasa di karirnya. Tentu saja aku bahagia untuk itu. Aku hanya tidak bahagia untuk hatiku.

Aku mengingat kembali semua yang sudah terjadi diantara kami beberapa bulan ini. Bagaimana kami akhirnya menjadi dekat. Semua perlakuannya padaku. Aku bertanya-tanya apa arti semua perbuatan yang dia lakukan untukku. Apakah ini berarti aku telah salah mengartikannya?

Kalau Cinta Bilang, Dong! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang