So you can keep me
Inside the pocket of your ripped jeans
Holding me closer 'til our eyes meet
You won't ever be alone, wait for me to come home—Photograph—
.
.
.
Steve mengintip di balik tirai dan mendapati Julian masih memejamkan matanya. Dia tidak pingsan atau koma, dia hanya tertidur. Luka di sekujur tubuhnya masih terlihat jelas tentu saja. Steve membayangkan betapa menyesalnya dia kalau Julian benar-benar bukan pembunuhnya. Berselang beberapa menit kemudian dokter menghampiri, mengajak Steve untuk berbicara di ruangannya.
"Kemarin aku memeriksa seluruh tubuhnya. Ini hasil labnya," lapor dokter tersebut sembari memberikan sepucuk kertas yang terlipat rapi. Steve menerima kertas tersebut dan membacanya dengan hati-hati.
"Scopalamine?" tanya Steve memastikan. Alisnya berkerut dan otaknya memutar memori tentang data riwayat Julian. Setahunya Julian tidak mempunyai penyakit yang mengharus kannya menggunakan obat ini. Terlebih kadar Scopalamine dalam tubuh Julian lumayan banyak. Jadi Julian pasti juga sering menggunakannya.
"Ya, ini ditemukan dalam tubuhnya. Obat ini bisa digunakan untuk mengatasi mabuk darat, digunakan juga untuk pengobatan penyakit Parkinson dalam dosis tertentu. Tapi terkadang obat ini juga bisa disalahgunakan untuk kejahatan karena efeknya yang dapat membuat manusia menjadi 'robot' yang akan mematuhi segala perintah. Obat ini juga bisa membuat memori orang yang memakainya terhapus, sehingga setelah sadar dia tidak akan mengingat apapun. Obat ini paling mudah diberikan dengan cara memasukkan serbuk scopalamine ke dalam makanan, minuman, atau permen. Scopolamine ini tidak berbau, tak berasa dan tak berwarna (odorless, tasteless, colorless), sehingga orang yang memakainya juga tidak akan tahu."
Seketika seluruh kejanggalan yang ada menjadi suatu rangkaian yang utuh di benak Steve setelah dokter menjelaskan. Masuk akal jika memang Julian tidak mengetahui apapun karena mungkin Julian hanyalah boneka dari seorang tuan yang bermain dibalik layar. Steve benar-benar kecolongan, kenapa ia tidak pernah berpikir sampai ke sini. Steve segera keluar dari ruangan dokter dan menuju kamar Julian setelah berterima kasih dengan dokter tersebut. Steve melihat Julian yang sudah ada di posisi setengah duduk dan melihat Steve dengan raut wajah sedikit terkejut.
"Oh, Mr. Albert! Apakah kabar bahwa aku sedang di rumah sakit sudah beredar secepat ini?" respons Julian memberikan kesimpulan bahwa saat Steve bertemu dengan Julian dulu, dia tidak dibawah pengaruh obat. Jadi saat ini ia harus bertindak sebagai rekan bisnisnya, alih-alih seseorang yang membuatnya terkapar di rumah sakit.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Steve basa-basi.
"Seperti yang kau lihat," jawab Julian alakadarnya. Yang terlihat memang sedikit memilukan. Steve akui ia merasa menyesal telah membuat Julian seperti ini, padahal dia hanya korban.
"Kau mau minum atau makan sesuatu?" tawar Steve, mencoba menggiring pembicaraan yang mengarahkan pada obat itu.
"Tidak, terima kasih. Sebenarnya aku tidak bisa makan sembarangan, biasanya sekretarisku yang akan membawakannya."
"Sekretarismu? Mike?" Steve seperti tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Oh, kau mengenalnya? Ya, dia orang yang baik. Dia orang yang selalu mengurusku, termasuk yang mengatur makan dan minum untukku," ungkap Julian yang tanpa disadari menjawab seluruh pertanyaan yang ada di pikiran Steve.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Kill Me
RomanceWarning! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan. Mohon kebijakan dari pembaca. ** "Kau sedang memikirkan apa sih?" Debora tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Steve. "Permintaanku terlalu sulit ya? Kau akan mening...