Fifteen

4.9K 258 7
                                    

Life is full of sweet mistakes
And love's an honest one to make
Time leaves no fruit on the tree
-You're Gonna Live Forever in Me-
.
.
.

18 tahun yang lalu...

Mendung menyelimuti rumah duka. Seakan menyempurnakan kesedihan atas meninggalnya salah satu ilmuwan ternama, Carlos Albert, ayah dari Steve. Carlos ditemukan tak bernyawa pada dini hari jam 01.30 dengan posisi menggantung pada tali yang melilit lehernya. Dugaan sementara Carlos mengalami tekanan dan stres akut karena penemuannya tidak berhasil dipasarkan lalu memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Tapi itu terdengar tidak masuk akal bagi Steve. Steve sangat tahu bahwa ayahnya bukan tipe orang yang gampang menyerah dan putus asa. Sejak awal ia sudah menduga ada yang janggal dengan kematian ayahnya. Ia melihat bahwa bekas jeratan tali yang ada di leher ayahnya bukan mengarah keatas, tapi mengarah ke belakang. Jika memang begitu berarti ayahnya memang dibunuh lalu disamarkan menjadi bunuh diri. Tapi ia tidak tahu motif apa yang mendasari ayahnya menjadi korban pembunuhan ini. Meskipun begitu, Steve memilih untuk diam karena ia juga belum begitu yakin apa motif dan siapa pembunuh ayahnya. Jika nanti ia berkata pada ibunya, Steve takut kalau nanti Eliza malah menjadi cemas dan tidak tenang.

Diumurnya yang baru 10 tahun, Steve memang dikenal sebagai anak yang jenius dengan IQ lebih dari 160. Kematian ayahnya tentu membuat Steve sangat terpukul, tapi dia sebisa mungkin tidak menangis di depan umum. Dia lebih memilih untuk menyendiri untuk menenangkan dirinya. Dia berniat untuk pergi ke taman belakang rumahnya. Namun ia melihat gadis kecil yang kira-kita masih berumur 5 tahun sedang menatap serius rubik yang berada di tangannya. Steve mengamati gadis kecil itu yang terlihat bingung untuk menempatkan warna yang sama di keenam sisinya. Sebenarnya ia sudah setengah jalan, tapi gadis itu berhenti dan seperti tidak menemukan cara. Steve perlahan berjalan mendekat dan mengambil rubik dari tangan mungil gadis itu dan mencoba untuk memecahkannya. Belum sampai semenit, Steve sudah berhasil menempatkan warna yang sama diseluruh sisinya. Steve yang belum sempat melihat jelas wajah gadis itu langsung menoleh dan matanya bertabrakan tepat dengan mata gadis kecil itu.

Cantik.

Kata itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan mata gadis kecil itu. Ia menatap Steve dengan mata berbinar.

"Wah, kakak hebat sekali."

Steve yang masih ditatap oleh sang gadis langsung melemparkan tatapannya ke arah lain. Beberapa saat kemudian ia tersadar. Gadis kecil itu adalah wanita pertama yang mengakui kehebatannya. Biasanya teman-teman wanitanya akan mengatakan ia tampan lebih dahulu baru akan mengatakan tentang kepintarannya. Ia duduk di samping gadis itu.

"Kenapa anak kecil sepertimu malah bermain di luar sendiri?"

Gadis kecil itu malah asik merombak ulang rubik itu dan mencoba menatanya kembali. Steve yang merasa diacuhkan merebut mainan anak itu.

"Kalau ada yang bertanya, dijawab, jangan sibuk sendiri." kata Steve dengan nada yang selembut mungkin.

"Teman baik ayahku ada yang meninggal. Dari kemarin wajah ayah selalu terlihat sedih, aku tidak ingin melihat lagi."

"Kalau begitu kau seharusnya menghibur ayahmu agar tidak sedih lagi."

Gadis kecil itu terlihat berpikir. Detik berikutnya, senyum indahnya merekah seiring dengan debaran jantung Steve yang bersahut-sahutan. Ia tidak mengerti sebuah senyuman bisa membuat jantungnya seperti ini. Terlebih perempuan di depannya ini hanya gadis kecil yang baru ditemuinya.

The Bastard Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang