Twenty-two

2.5K 143 10
                                    

We will find a way
To be honest make no mistake
Sometimes I pray
Tell me how to make you stay
And you always going to be the one for me
–Fine Today–
.
.
.
.

Debora merapatkan matanya dan mencoba untuk membawa dirinya sendiri ke alam bawah sadar. Tangannya yang gatal ingin menarik rambut Reev ia kepalkan. Disinilah ia sekarang. Di sofa yang empuk dan tidak terlalu lebar. Setidaknya sofa itu masih nyaman dipakai untuk tidur malam ini. Debora tidak jengkel karena Reev membiarkannya tidur di sofa sedangkan Reev tidur di tempat tidurnya yang elegan itu. Tapi ia jengkel kenapa tempat tidur disini hanya satu. Padahal tempat ini tidak terlalu kecil untuk diletakkan 2 tempat tidur. Terlebih lagi dia tidak pernah tidur semalaman dengan jarak yang hanya 2 meter dari Reev dan tidur di satu ruang yang sama dengannya. Lucu sekali, Debora bahkan terlalu gugup untuk menghirup udara di ruangan yang sama dengan lelaki itu. Tapi Debora tidak bohong bahwa ia lega melihat Reev dalam keadaan yang baik-baik saja-setidaknya itu yang terlihat dari luar. Akhirnya ia bisa tidur tenang tanpa harus mengkhawatirkan keadaan Reev.

**

Mata cantik itu perlahan terbuka. Tangannya refleks menyeka air liur yang mengalir dari bibirnya. Gadis itu menghirup aroma kesukaannya dalam-dalam setelah lama merindukannya. Akhirnya dia bisa mencium aroma tubuh Steve yang menenangkan. Perlahan bibirnya mengembang ke atas.

"Pasti sedang berpikir kotor."

Debora terkejut. Bukan karena ada Steve, tapi suara Steve terdengar begitu dekat hingga ia bisa mencium aroma pasta giginya. Matanya terbuka dan dirinya tersadar bahwa ia sedang berada di tempat tidur yang sama dengan Reev.

"Kenapa aku bisa ada disini? Kau memindahkanku?"

Astaga, dia tampan sekali. Curang. Dia sudah membasuh wajah dan menggosok giginya. Sedangkan dia melihat wajahku dengan air liur dimana-mana.

"Pagi-pagi sudah marah marah. Pantas saja wajahmu jadi terlihat semakin tua."

Tentu saja Reev hanya bercanda. Debora masih cantik, masih sangat cantik. Bahkan nantinya, dia tidak keberatan jika harus melihat wajah Debora yang sudah menua. Sepertinya itu akan menjadi salah satu cita-cita Reev.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku."

Reev tersenyum mengejek. Tangannya kirinya yang bebas terangkat merapikan anak rambut Debora yang berada di sekeliling wajahnya. Matanya yang semula mengikuti arah tangannya kini menatap lembut mata Debora.

"Tapi kau terlihat nyaman sekali," kata Reev.

Debora menunjukkan wajah bingung setelah mendengar kalimat Reev. Lalu perlahan melihat keadannya saat ini yang sangat memalukan. Debora tidak menyadari sejak kapan tangan kiri Reev ia jadikan bantal dan sejak kapan pula tangannya sudah melingkar di badan Reev.

Pantas saja nyaman sekali.

Debora terkejut dengan apa yang ia katakan pada dirinya sendiri.

ASTAGA DEBORA SADARLAH! Aku pasti sudah gila.

Debora benci pada tubuhnya yang tidak memberi penolakan. Debora segera menarik dirinya, melebarkan jarak antara dirinya dengan Reev. Wajahnya sudah memanas. Sekarang mungkin wajahnya sudah siap untuk membakar Reev hidup hidup setelah melihat Reev yang menertawainya. Ia mengambil guling yang berada di sebelahnya, memukul habis habisan Reev yang masih mencoba menertawainya.

"Sialan! Pergi sana! Pergi!! Aku membencimu!" teriak Debora dengan nafas yang tersengal. Reev segera beranjak ke tempat tidur. Saat ia baru pergi menjauh lima langkah dari Debora, ia kembali berbalik menghadap Debora tanpa menyembunyikan senyumnya.

The Bastard Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang