'Cause there's somethin' in the way
you look at me
It's as if my heart knows
you're the missing piece
You made me believe that
there's nothing in this world I can't be
—The Way You Look At Me—
.
.
.
.'Apa tidurmu nyenyak? Jangan lupa sarapan.'
Sejak 10 menit yang lalu Debora hanya mengabaikan pesan Reev. Bukannya tidak ingin membalas, ia bingung harus menjawab apa. Sebenarnya Debora sangat ingin bertanya bagaimana keadaan Reev sekarang.
'I'll do it, Mr. Fussy'
Dan akhirnya hanya kalimat sederhana itu yang di kirimkan Debora untuk menjawab pesan Reev. Pagi hari ini terasa berbeda. Sebenarnya tubuhnya sedikit lelah karena Debora hanya tidur kurang dari 2 jam. Entah kenapa Debora bermimpi buruk lagi malam ini. Padahal sepertinya mimpi buruknya sudah berkurang malah hampir mendekati jarang akhir-akhir ini.
Debora memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya dan pergi ke bawah menyiapkan sarapan untuk ayahnya. Tapi begitu menuruni tangga, Debora melihat punggung ayahnya yang sedang sibuk berkutat di dapur. Begitu mendengar suara seseorang yang sedang menuruni tangga, Arnold menoleh sekilas ke belakang.
"Steve bilang kau selalu bangun siang," kata Arnold dengan senyuman khas seorang ayah kepada putrinya.
Debora tidak langsung menjawab. Ia memilih duduk di meja makan favoritnya dan Reev. "Aku terlalu bersemangat karena ada ayah di sini," jawab Debora tidak sepenuhnya berbohong. Debora memang senang sekali sejak tadi malam bertemu ayahnya. Tapi tentunya tidak bisa tidur bukanlah rencananya.
"Apa ayah tahu alasannya tidak pulang malam ini?" Debora memberanikan diri untuk bertanya pada ayahnya.
"Dia tidak memberitahumu?"
Debora menggeleng pelan, namun masih mempertahankan mimik wajahnya yang penasaran agar tidak terlalu kentara.
"Dia sedang diikuti oleh seseorang entah siapa. Dugaannya sementara adalah Julian. Apa Steve sudah memberitahumu tentang Julian?"
"Pembunuh berantai itu?"
Arnold mengangguk menyetujui. "Teman Steve sedang menyelidiki siapa yang menyuruh mereka. Untuk sementara Steve hanya bisa berpura-pura tidak tahu. Dia memilih untuk menjauh darimu agar para penjahat itu tidak menyentuhmu."
Timbul sedikit rasa cemas dari diri Debora. Ia sebenarnya yakin hal-hal seperti ini sudah biasa bagi Reev. Debora harus percaya bahwa Reev baik-baik saja. Lagi pula Reev bukan orang biasa.
"Tidak usah khawatir. Hal sekecil ini tidak ada apa-apanya bagi Steve. Dia pasti bisa menanganinya," kata Arnold seperti menjawab apa yang ada dipikirkan putrinya.
Debora menyunggingkan senyumnya menanggapi perkataan Arnold. Benar juga. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Lagian jika tidak ada Reev di dekatnya, suasananya juga jadi jauh lebih tenang. Tidak ada yang mengganggunya, tidak ada perdebatan, tidak ada orang yang membuatnya naik pitam. Tapi... juga tidak ada yang bisa diajak bicara, tidak ada yang memasakkan makan malam rutin untukku, dan tentunya tidak ada yang bisa kuajak bertengkar.
Debora tersenyum kecut.
Ini bahkan belum 1 hari penuh, tapi kenapa aku berlebihan sekali? Seakan-akan dia sudah pergi 10 tahun saja.
*
*
*'I'll do it, Mr. Fussy'
Steve memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya setelah puas melihat balasan dari Debora. Steve tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. Steve menghentikan langkahnya tiba-tiba saat teringat bahwa ini masih di bilang sangat pagi dari jadwal Debora biasanya bangun. Atau mungkin Debora memang sengaja bangun pagi untuk ayahnya? Pasti Debora sedang dalam mood yang sangat baik karena akhirnya dipertemukan oleh ayahnya. Steve bisa membayangkan wajah berseri-seri Debora yang akan selalu diperlihatkan untuk ayahnya. Steve juga bisa membayangkan betapa cantiknya gadisnya itu saat ini. Andai saja senyuman itu juga diperuntukkan untuknya, mungkin Steve akan menjadi lelaki paling beruntung di dunia ini. Tidak usah berharap lebih. Debora mau memikirkan bagaimana keadaanya saat ini saja sudah cukup bagi Steve. Steve tahu Debora masih membencinya, meskipun akhir-akhir ini sikap Debora yang ditunjukkan padanya mulai melunak. Tapi Steve percaya suatu saat nanti Debora akan sadar semua ketulusan yang Steve berikan padanya. Steve hanya harus bersabar dan menunggu.
Lamunannya terbuyar saat mendengar deringan ponselnya. Steve melihat nama 'Adam' tertera di sana.
'Benar dia orang suruhan Julian. Kau harus berhati-hati.'
Isi pesan dari Adam meyakinkan dugaannya. Tapi untuk apa Julian mengirimkan orang padanya? Apa karena kejadian Steve 'menangkap pisau' tempo hari? Mungkin karena alasan itu. Kalau Steve jadi Julian, kemungkinan besar Steve pun akan melakukan tindakan yang sama. Bagaimana tidak curiga jika seorang direktur yang tidak tahu menahu tentang bela diri bisa mempunyai skill seperti itu. Lain kali Steve harus sangat berhati-hati. Ternyata kewaspadaan Julian lebih dari yang ia duga. Julian mungkin benar-benar lawan yang tangguh, licik, dan cerdas.
1 jam, 2 jam, hingga 15 jam berlalu. Tidak terlalu larut jika dibilang sekarang waktunya pulang. Karena sebelum ada Debora pun, pulang jam 10 malam masih terbilang terlalu dini untuknya. Setelah kedatangan Debora di sisinya, Steve benar-benar mengubah pola aktivitasnya karena ada seseorang yang harus ia prioritaskan.
Tentunya Steve masih harus pulang ke apartemennya mengingat seseorang suruhan Julian yang masih sangat jelas mengintainya. Setelah membuka pintu apartemennya, rencananya Steve langsung akan merendam tubuhnya dalam jacuzzi di dalam kamar mandinya. Tetapi sesuatu terasa ganjil begitu Steve memasuki apartemennya. Ada aroma seseorang selain dirinya meskipun samar-samar. Aroma ini asing. Apakah ada seseorang yang memasuki apartemennya? Steve berusaha semaksimal mungkin meredam suara derap langkahnya. Namun setelah mengelilingi sudut ruangan, nihil. Apakah orang itu sudah pergi? Steve mengamati seluruh letak barang apabila mungkin ada yang hilang atau bergeser. Matanya tertuju pada meja ruang tengah yang sedikit tidak sesuai dengan tempatnya semula. Perlahan, Steve meraba permukaan bawah mejanya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Tapi kenapa mejanya bergeser? Atau mungkin... Bingo! Steve menemukan penyadap suara di rongga bawah sofanya. Jadi orang itu tidak sengaja menggeser meja untuk meletakkan benda ini? Ternyata anak buah Julian cukup ceroboh juga. Meskipun begitu Steve harus berpura-pura tidak tahu dan membiarkan penyadap itu tetap menempel di sana agar tidak menimbulkan kecurigaan lebih.
Steve bersikap santai dengan mengambil minum lalu beralih masuk ke kamarnya. Hari ini terasa sangat melelahkan bagi Steve. Steve mengambil ponselnya berniat menghubungi Debora, tapi niat itu langsung diurungkannya saat mengingat mungkin di sini juga di pasang penyadap suara yang sama seperti di bawah sofa ruang tengahnya. Astaga, apakah Julian harus sampai sejauh ini? Kemarin Steve masih bersabar karena tidak bisa melihat wajah cantik istrinya, tapi sekarang ia juga tidak bisa mendengar suaranya. Sialan, Julian berhasil membuatnya frustrasi karena merindukan Debora. Baiklah, disaat seperti ini Steve harus mengutamakan keselamatan Debora. Setidaknya Steve masih bisa mengiriminya pesan, kan? Steve berharap keadaan ini cepat berakhir. Steve tidak tahu berapa lama ia akan bertahan dalam situasi yang menyiksa ini.
***
Yeayy, update lagii... Nggak kerasa udh part 20 aja. Author seneng banget nih semakin banyak yang meninggalkan jejak 😍 author nggak bisa berhenti ngucapin makasih banyak yaa yg udh vote dan komen 🙏🙏😚😚😚
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Kill Me
RomanceWarning! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan. Mohon kebijakan dari pembaca. ** "Kau sedang memikirkan apa sih?" Debora tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Steve. "Permintaanku terlalu sulit ya? Kau akan mening...