Wasting the time can explode your future.
-The Seven Habits of
Highly Effective Teens-
.
.
.
.Dengan langkah terburu-buru, Steve menggiring Debora menuju mobilnya disertai rasa cemas dan amarah secara bersamaan. Dadanya bergemuruh ketika melihat Debora masuk ke Coffe Shop tempat ia dan Debora membuat janji bertemu. Ia sendiri sebenarnya tidak berharap bahwa Debora akan datang. Tapi ternyata penantiannya selama 3 jam itu membuahkan hasil nyata. Steve memang datang lebih cepat dari jam yang ditentukan, karena ia terlalu tidak sabar menunggu. Tapi ia tidak mengira noda merah kecil itu bisa berdampak besar untuknya. Dirasakannya tangan mungil itu terhempas dari genggaman Steve sesaat setelah ia membukakan pintu mobilnya.
"Ini luka kecil. Tidak perlu diobati." Kata Debora dengan masih mempertahankan mata dan mulut tajamnya.
"Menurutlah. Luka itu bisa terkena infeksi jika tidak cepat-cepat kau obati."
"Kau pikir kau siapa hingga aku harus menurutimu?"
Steve masih mempertahankan kesabarannya. Steve tau gadis didepannya yang sedang bersedekap sambil menatapnya dengan remeh adalah wanita pembangkang -yang sialannya seksi- dan harus dilayani dengan kecerdasan sekaligus kesabaran yang luar biasa.
"Jangan membantah atau.." senyum Steve mengembang. Bukan senyum biasa, terselip ide nakal didalamnya. Debora tau bahwa ini adalah alarm baginya untuk segera kabur atau yang terjadi selanjutnya adalah bencan--
Cup!
Terlambat.
Shit! He's such a jerk guy!
"Atau hal itu akan terulang kembali."
Steve mati-matian menahan tawanya melihat Debora dengan wajah bodohnya. Tapi hal itu malah membuat gadisnya itu terlihat lebih menggemaskan.
"How dare you!"
Steve meledakkan tawanya seketika saat melihat Debora yang akhirnya mengalah dan memilih untuk masuk ke dalam mobilnya disertai wajahnya yang merah entah karena terlalu malu atau jengkel. Atau mungkin keduanya. Entahlah, yang jelas Steve bangga bisa membuat Debora seperti itu. Sebenarnya Steve tidak bermaksud mengecup bibir Debora, tapi tidak ada salahnya kan sedikit mengerjai gadis pembangkangnya? Meskipun begitu, ia tidak menampik fakta bahwa jauh didalam hati kecilnya ia memang ingin merasakan bibir Debora yang berwarna merah alami itu.
**
"Kenapa kau membawaku ke hotel?""Aku menginap disini untuk sementara. Jadi semua peralatanku ada disini. Termasuk obat-obatan."
"Kita tidak harus mengobati luka kecil ini sampai ke hotelmu."
"Kalau begitu kita akan ke rumah sak--"
"Berapa nomer kamarmu?"
Steve tau Debora benci rumah sakit sedari dulu. Dia benci segala yang berhubungan dengan ilmu kesehatan dan rumah sakit.
5 menit yang mendebarkan. Steve tau bahwa tidak seharusnya Steve mengajak Debora ke dalam kamarnya. Ditambah ia harus berdekatan dengan Debora saat mengobati lukanya. Steve harus lebih meningkatkan pertahanannya. Karena berada disekitar Debora selalu membuat kinerja otak dan jantungnya menjadi tidak stabil.
"Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Debora tanpa basa-basi sesaat setelah Steve mengobati lukanya dan keheningan itu tercipta.
"Aku ingin kau masuk kedalam organisasiku, MI5."
Debora terkejut bukan main. Bukan karena fakta bahwa Steve termasuk dalam anggota MI5, melainkan karena tawaran yang Steve ajukan bertepatan dengan misi yang diberikan ayahnya.
"Kenapa?"
"Aku melihatmu kemarin saat berkelahi dengan seorang pria di kedai kopi. Pertarungan jarak dekatmu tidak terlalu buruk, dan kebetulan kami sedang membutuhkan wanita yang mempunyai skill dalam pertarungan jarak dekat. Jadi aku ingin merekrutmu."
"Kalau aku tidak mau?"
"Maka aku akan melaporkan dan menangkapmu atas semua kejahatan yang kau dan Athur lakukan."
Nafas Debora tercekat. Bagaimana dia bisa tau pekerjaanku dengan ayah?
Selama ini memang tidak ada yang tau pekerjaan kotor apa yang ia dan ayahnya lakukan. Karena ayahnya memang selalu rapi dalam menyembunyikannya. Tapi kali ini, kenapa berita ini bisa bocor ke tangan Steve? Pertanyaan itu berputar-putar dikepalanya.
Seakan tau apa yang dipikirkan Debora didalam kepala cantiknya, Steve membuat pernyataan yang akan membuat Debora mau tidak mau harus menurutinya.
"Kau tidak bisa menyembunyikan sesuatu dariku. Lagipula, ayahmu selalu berada dipihakku." kata Steve diakhiri dengan senyum misteriusnya.
.
.
.
.Ceritanya bosenin nggak sih? Agak gaje ya? Lanjutin atau bikin baru ya enaknya? :(
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Kill Me
RomanceWarning! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan. Mohon kebijakan dari pembaca. ** "Kau sedang memikirkan apa sih?" Debora tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Steve. "Permintaanku terlalu sulit ya? Kau akan mening...