If you love someone
And you're not afraid to lose 'em
You'll probably never love someone like I do
—Love Someone—
.
.
."Kali ini dia tidak menguliti korbannya?" Adam, rekan agen Reev, hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Reev. Dahi Reev mengerut. Ia bingung kenapa Julian mengubah pola pembunuhan yang selama ini ia lakukan selama 6 tahun. Memang saat ini belum ada bukti kuat jika Julian pembunuhnya, karena memang Julian sangat teliti dan bersih saat melakukan pembunuhan. Saat itu Julian mungkin pernah sedikit ceroboh karena secara tidak sengaja ada saksi mata yang menyaksikan secara langsung pembunuhan Julian. Saksi mata itu sempat menghubungi Adam yang kebetulan saat itu ada Reev juga disana. Namun, saat Reev dan Adam tiba disana, saksi mata itu raib. Tidak ada tanda-tanda orang maupun jejak pembunuhan di sana. Saksi mata itu jelas mengatakan bahwa ia melihat pria berambut coklat yang berdiri membelakanginya dengan perempuan yang sudah bersimbah darah walaupun dengan nada bergetar dan terbata-bata sarat akan ketakutan. Lusa, kepolisian menemukan dua orang mayat perempuan yang diduga merupakan salah satu saksi dari pembunuhan Julian. Reev sangat kecewa pada dirinya sendiri dan berjanji bahwa ia akan menangkap Julian dengan tangannya sendiri. Selama 2 tahun sejak terbunuhnya saksi, dia baru bisa menemukan identitas Julian beberapa bulan yang lalu. Menurutnya, selama 7 tahun ini menjadi agen MI5, misi ini merupakan misi yang paling banyak membutuhkan waktu. Karena ia memang harus teliti dan berhati-hati agar bisa memerangkap lawannya kali ini.
Seketika Reev teringat bahwa ia masih harus mengurus banyak hal untuk besok, hari yang sangat penting untuknya. Ia ingin sekali melupakan bajingan itu sejenak agar bisa fokus dengan pernikahannya besok.
"Kau mau kemana?" tanya Adam saat melihat Reev seperti sedang tergesa-gesa untuk meninggalkannya.
"Menemui istriku." jawab Reev santai meninggalkan Adam dengan sejuta tanda tanya dikepalanya.
.
.
.Debora menyeruput secangkir teh yang tadi dibuatkan Eliza untuknya. Beberapa detik yang lalu sofa ruang tamu disamping Debora masih hangat karena Eliza tadi duduk di sana. Namun, karena telponnya terus berdering, Eliza pamit untuk mengangkatnya. Alhasil tinggallah Debora sendiri diruang tamu yang mewah dan luas itu. Matanya berhenti mengamati furniture di sekelilingnya saat matanya tak sengaja menatap punggung kecil di kursi taman rumah Reev dengan jarak kurang lebih 10 meter dari tempatnya sekarang. Sesosok anak kecil yang duduk membelakanginya itu tampak sedikit berantakan dengan wajah pucat dan warna hitam disekeliling matanya. Dari cara Debora melihat matanya, tampak bahwa ia sedang sedih, khawatir, marah, dan lelah. Emosi yang bercampur aduk, tapi anak itu sangat baik dalam menyembunyikannya. Matanya yang sayu kini masih menatap lurus ke depan.
"Aku pinjam tempat duduknya sebentar."
Debora sedikit terkejut bahwa laki-laki yang kira-kira berumur 10 tahun itu menyadari bahwa ada seseorang disampingnya. Debora mencoba membaca dari mata dan wajahnya, apa yang sebenarnya terjadi dengan anak itu. Dan entah mengapa Debora merasa tidak asing dengan perasaan yang sekarang ia rasakan.
"Jangan mengasihaniku."
Untuk kedua kalinya Debora terkejut lagi. Sifat pria kecil di sampingnya ini tidak seperti laki-laki seumurannya. Cara bicaranya yang tenang dan wajahnya yang minim ekspresi membuatnya berpikir bahwa ia bukan sembarang anak kecil berumur 10 tahun pada umumnya.
"Kau sedang ada masalah dengan orang tuamu, ya?" tanya Debora asal.
"Kalaupun aku menjawabnya kau tidak akan bisa membantuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Kill Me
RomanceWarning! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan. Mohon kebijakan dari pembaca. ** "Kau sedang memikirkan apa sih?" Debora tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Steve. "Permintaanku terlalu sulit ya? Kau akan mening...