don't want to run away but I can't take it, I don't understand,
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there any way that I can stay in your arms?
–If You're Not The One–
.
.
.
.Debora menatap langit-langit kamarnya. Ia menghembuskan nafasnya berulang kali. Tadi, setelah Reev meneleponnya dan berkata bahwa ia tidak akan pulang untuk beberapa hari ke depan, awalnya Debora senang. Entah ia yang memaksakan keadaannya untuk bersikap seperti itu atau memang ia senang Reev tidak ada di sisinya untuk sementara. Jam masih menunjukkan pukul 8 malam. Memang bukan waktunya Debora untuk tidur. Tetapi apa lagi yang bisa ia lakukan selain tidur? Biasanya Debora akan melakukan rutinitasnya untuk makan malam sejak kurang lebih dari sebulan yang lalu. Tapi Debora terlalu malas bahkan untuk beranjak dari kasur dinginnya. Kakinya dipaksakan untuk turun menyusuri tangga rumahnya ke lantai bawah untuk membukakan pintu saat bel berbunyi.
Apa Reev mengurungkan niatnya untuk tidak pulang ke rumah? Ah, kenapa juga aku mengharapkan si brengsek yang suka membuatku naik darah itu.
Debora menggelengkan kepalanya kuat, menyadarkan pikirannya yang mulai tidak waras. Kedua tangannya membuka daun pintu berukuran 2,5x3 meter itu dengan rasa penasaran. Sesosok lelaki yang umurnya kira-kira hampir menginjak kepala lima berdiri di depan pintu rumah Debora dengan setelan jas formalnya. Debora mengerutkan keningnya, berpikir apakah ia mengenal seseorang di depannya ini.
"Anda mencari siapa?" tanya Debora dengan hati-hati. Siapa tahu orang tersebut rekan bisnis Reev atau semacamnya jika dilihat dari penampilannya.
"Saya diminta Mr. Arnold untuk menjaga Nona."
Mata Debora membelalak. Suara itu terdengar familier ditelinga Debora. Bukankah dia...
"Bisakah kita masuk ke dalam dulu, Nona?"
*
*
*"Mr. Albert langsung pulang menuju apartemennya setelah bekerja, Tuan." lapor seorang lelaki di seberang telepon.
"Dia tinggal sendiri di sana? Tidak ada seseorang yang masuk selain dia?"
"Sejauh ini tidak ada orang lain, Tuan."
"Baiklah. Terus awasi dia. Laporkan padaku jika ada sesuatu yang mencurigakan."
"Yes, Sir." lalu sambungan itu ditutup sesaat setelahnya.
Lelaki itu memamerkan smirk-nya setelah membaca beberapa lembar halaman biodata yang terpampang di depan matanya. "Long time no see, Stevano Albert."
*
*
*Sementara itu, Steve yang berada di dalam apartemennya mencoba mengintip seseorang melalui sela-sela jendela apartemennya. Steve sengaja membuat bayangan yang nampak seperti dirinya yang sedang berada di kamar untuk mengelabui lelaki yang sedang berbicara pada seseorang—entah siapa itu—melalui smartphone-nya. Setelah selesai berbicara dengan seseorang di telpon, lelaki itu masuk ke dalam mobilnya. Tapi tidak melajukan mobilnya dan hanya berdiam di sana. Mungkin memang Steve harus tinggal sementara di apartemennya.
Steve mematikan lampu agar lelaki itu tidak mengetahui aktivitasnya melalui penerangan lampu dari dalam. Ia membantingkan tubuhnya ke kasur dengan ukuran king size-nya. Steve memejamkan mata. Tubuh dan pikirannya lelah. Ditambah, ia tidak bisa menemui gadisnya. Perutnya juga lapar, tapi ia tidak nafsu makan saat ini, meskipun dia hanya makan roti dan susu tadi pagi. Ngomong-ngomong tentang makan, Steve jadi penasaran apa Debora sudah makan malam atau belum. Tadi Steve memang mengirim Mr. Arnold untuk menjaga dan memastikan Debora makan malam seperti biasa walau tanpa kehadirannya. Meskipun ia sudah mengingatkan Debora untuk makan malam, tentunya Debora tidak akan menurutinya jika dilihat dari sifatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Kill Me
RomanceWarning! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan. Mohon kebijakan dari pembaca. ** "Kau sedang memikirkan apa sih?" Debora tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Steve. "Permintaanku terlalu sulit ya? Kau akan mening...