Seven

6.9K 327 1
                                    

Cinta adalah satu-satunya yang bisa melewati ruang dan waktu.
-Intersteller-

**

Satu peluru melesat dari senapan M4 Carbine. Semenjak dua setengah jam yang lalu, tangan bak porselen itu sudah bergerilya dengan senapan mematikan milik Amerika yang hanya bisa digunakan oleh orang-orang tertentu. Pemilik tangan porselen yang tak lain adalah Debora itu bukan sedang menjalankan suatu misi, melainkan hanya berlatih untuk mengusir rasa bosannya.

"Kau dengan tangan kidalmu itu selalu berhasil membuatku kagum, Deb."

Revan, yang sedang menatap kagum keahlian wanita cantik disebelahnya adalah teman menembak Debora sejak pertama kali Debora menginjakkan kaki di sini. Debora memang seorang sniper kidal karena suatu kejadian yang menyebabkan beberapa syaraf di tangan kanannya terganggu sehingga tangan kanannya sering kali trembling tanpa sebab. Tidak banyak orang yang tau bahwa Debora adalah seorang sniper yang handal. Bisa dibilang hanya Revan dan Lucy–teman menembak Debora yang lain–yang tau hal tersebut. Bukan bermaksud ingin menyembunyikan bakatnya, hanya saja jika Arthur tau kalau Debora lebih handal dari pada anak buahnya, maka dia akan diterjunkan bukan sebagai petarung jarak dekat saja, tapi bisa sebagai sniper utama dalam kelompok Hades–kelompok pembunuh berantai yang diketuai oleh Arthur–yang pastinya akan sangat membuat Debora sibuk dengan berbagai misi.

"Kau kesini sendirian, Revan?"

"Lucy sedang sibuk dengan pacar barunya."

Debora hanya menggeleng-gelengkan kepala sebagai jawaban. Dia tidak heran dengan kelakuan temannya yang satu itu yang kerap berganti-ganti pasangan. Belum genap seminggu yang lalu Lucy mengenalkan Luke(?)–atau siapapun itu– sekarang ia sudah berganti pasangan lagi.

"Yang satu kerap berganti pasangan, yang satu tidak pernah memiliki pasangan." sindir Revan kepada Debora sembari merakit senapannya.

"Aku tidak memerlukannya." jawab Debora santai, menyembunyikan goresan luka yang ditorehkan masa lalunya.

"Apa kau punya semacam trauma dengan lelaki, Deb?"

Revan meninggalkan sejenak kegiatan menembaknya, begitu pula dengan Debora.

"Hmm.. Tidak, hanya saja aku benci memiliki sebuah kelemahan."

Debora tersenyum miris. Matanya masih menerawang jauh ke masa lalunya. Revan menatap sendu Debora. Revan bukan bermaksud mengasihani Debora, dia tahu Debora benci itu. Tapi jika siapapun melihat Debora sekarang, mereka tau bahwa Debora tidak sekuat yang mereka lihat dari luar, dia rapuh. Matanya menyiratkan semua kesakitan itu.

"Aku ada misi. Salam untuk Lucy."

Debora berlalu meninggalkan Revan yang segera mengubah mimik wajahnya agar Debora tidak menangkap basah wajahnya yang sedang mengasihani Debora.

"Aku harap kau menemukan seseorang yang bisa mengobati dan menghapus rasa sakitmu itu, Deb. Membuatmu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya."

**

"Sudah kau dapatkan informasi tentang perempuan itu?"

"Sudah, Tuan. Apa kau ingin aku untuk segera membunuhnya?"

"Tidak. Mungkin kita bisa bermain-main sedikit dengannya."

Manik hijau itu menatap bengis tikus putih yang sudah tidak berbentuk lagi karena ulahnya. Ia mendaratkan tatapannya pada mata tikus malang yang ada dihadapanya. Lalu tanpa perasaan dia langsung menancapkan pisaunya ke mata tikus itu. Dua sudut bibirnya tertarik ke atas. Puas dengan hasil karyanya. Sedangkan otaknya sudah menyusun segala rencana kotornya untuk melukai seorang gadis yang tidak bersalah.

**

Gadis kecil itu sudah menunggu 30 menit untuk bersembunyi dari ayahnya. Namun ayahnya tak kunjung menemukannya. Apakah dia terlalu mahir bersembunyi? Kulitnya terasa gatal karena menjadi mangsa nyamuk sejak 10 menit yang lalu. Lalu banyak serangga juga mulai datang menyapanya. Dia takut serangga. Karena merasa sudah tidak bisa bertahan, gadis cantik itu keluar dari tempat persembunyiannya bermaksud mencari ayahnya.

"Ayah, aku disini. Aku tidak ingin bermain Hide and Seek lagi. Disini banyak serangga, ayah. Ayah kau dimana?"

Gadis yang tadinya sibuk mencari ayahnya itu tidak menyadari bahwa ia telah melangkah jauh ke tempatnya semula bersembunyi. Siluet lelaki memakai pakaian serba hitam dan masker itu nampak di mata almondnya.

"Ayah? Apakah itu kau?"

Tak kunjung mendapat jawaban, sang gadis tanpa ragu melangkah mendekati lelaki itu. Semakin dekat dan semakin jelas. Tetapi, yang terlihat bukanlah ayahnya. Ia tahu persis bahwa ayahnya tidak memiliki tatapan yang seakan-akan ia hanyalah domba yang siap diburu oleh singa. Terlintas rasa takut dihatinya. Hanya satu yang bisa ia lakukan. Lari.

"Kau bukan ayahku."

Ia tahu bahwa dibalik masker yang menutupi sebagian wajahnya telah tercipta senyuman mengerikan. Selangkah gadis itu mundur, dua langkah lelaki itu mendekatinya. Tanpa berpikir lagi, gadis itu lari sekencang-kencangnya diikuti nafasnya yang memburu. Seakan sedang mempermainkan, lelaki itu sengaja membuat sang gadis berlari ketakutan. Karena lelaki itu tahu, beberapa menit kemudian gadis itu sudah akan ditangkapnya.

"I found you, my little girl."

***

Wahh, sudah lama ya nggak update haha. Makasih ya yang udah stay sama cerita gaje ini. Author minta comment-nya dong biar bisa tau salahnya di mana hehe. Makasihh

The Bastard Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang