For as long as I live and as long as I love
I will never not think about you
You, mmm
I will never not think about you
From the moment I loved, I knew you were the one
And no matter what I-I do, ooh, mmm
I will never not think about you
–Never Not–
.
.
."
Apa sebaiknya kita berpisah saja?"
Reev mengambil jeda sejenak sebelum berbicara lagi. Tidak menyadari raut wajah Debora yang mulai memucat.
"Aku punya tempat tinggal yang sangat dijamin keamanannya. Tapi tempatnya sedikit jauh. Kau bisa tinggal disana untuk sementara. Aku akan menuntaskan misi ini secepatnya," jelas Reev.
Debora kembali bernafas lega setelah sebelumnya ia tidak menyadari bahwa ia sempat tidak bernafas selama beberapa detik. Debora tidak tahu bahwa kata 'berpisah' adalah kata yang paling berbahaya jika diucapkan oleh pria disebelahnya ini.
"Kenapa wajahmu begitu? Kau pikir kita akan berpisah dengan artian sebenarnya?" tanya Reev menyembunyikan tawanya.
"Aku akan ikut denganmu. Aku juga ingin membalas Julian karena sudah berani melukaiku," jawab Debora dengan wajah galaknya.
"Dengan kau diam di rumah saja sudah sangat membantuku."
"Tidak mau, Reev. Aku berjanji tidak akan merepotkanmu. Mungkin kau malah akan membutuhkan bantuanku."
Reev berusaha menyembunyikan raut terkejutnya disertai dengan detakan jantungnya yang kian tidak beraturan. Padahal Debora hanya menyebut namanya saja, tapi itu benar-benar memberikan efek yang besar baginya. Debora baru pertama kali ini menyebut namanya, bukankah itu berarti Debora mulai menerimanya? Reev tidak ingin menggodanya lagi, karena jika ia melakukannya maka sudah dipastikan Debora tidak akan memanggil namanya lagi. Astaga, Reev bisa gila saking senangnya hanya karena namanya disebut dari bibir cantik istrinya itu.
"Tidak boleh," kata Reev tegas tanpa memandang wajah Debora. Reev tidak mau terlihat salah tingkah di depan Debora. Bisa-bisa nanti dia akan digoda seumur hidupnya jika Debora tahu bahwa ia salah tingkah hanya karena dipanggil namanya.
"Kau belum tahu seberapa hebatnya aku. Kenapa langsung tidak memperbolehkanku terlibat dengan masalah ini?!" kata Debora dengan mulutnya yang cemberut.
"Kau tidak berkaca? Kau tidak melihat penampilanmu sekarang?"
"Ini kan hanya kecelakaan kecil," kata Debora lirih hampir tidak terdengar.
"Kau tahu kenapa kau bisa seperti ini?" Reev berhenti sejenak menunggu respon Debora.
"Karena kau tidak menuruti kata-kataku," lanjutnya.
Debora menundukkan wajah sambil memanyunkan bibirnya kesal. Sialnya itu malah terlihat sangat menggoda di di mata Reev. Demi apapun saat ini wajah Debora sangat menggemaskan sekaligus seksi untuk siapapun yang melihatnya. Bagaimana tidak jika kemeja Reev yang terlalu besar untuk tubuh mungil Debora membuat tulang selangka dan dadanya tereskpos sempurna, menciptakan kesan seksi yang tidak dibuat-buat. Untung saja Debora masih memakai tank top dan menutupi belahan dadanya. Reev bersumpah pasti Debora sudah berakhir di ranjangnya jika dia tidak sedang sakit. Sejujurnya sedari tadi Reev sudah mati-matian menahan dirinya sendiri untuk tidak menerkam Debora di suasana yang sangat mendukung ini. Berada di ruangan yang sama dengan Debora benar-benar membuatnya gila. Tiba-tiba saja Reev merasakan panas di sekujur tubuhnya.
Sialan. Kenapa dia bisa seseksi ini?!
Reev marah dengan dirinya sendiri karena seperti terjebak dalam situasi yang sangat berbahaya. Reev harus keluar sekarang. Jika tidak mungkin dia benar-benar harus menyerang Debora saat ini juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard Kill Me
RomanceWarning! Cerita ini mengandung kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan. Mohon kebijakan dari pembaca. ** "Kau sedang memikirkan apa sih?" Debora tersenyum canggung menanggapi pertanyaan Steve. "Permintaanku terlalu sulit ya? Kau akan mening...