25. Lioness VS Hyena

927 95 2
                                    

🍄


"Jadi Mbak yang bantu anak-anak tadi? Terima kasih ya Mbak. Perkenalkan, saya Raina, istri Mas Fatih." Raina maju selangkah dan menyodorkan tangannya ke depan Thalia.

"Oh. Saya Thalia." Thalia menyambut tangan Raina, mengguncangnya sebentar dan melepaskannya lalu dia berkata, "Saya Teman kantor Fatih. Kami dulu temen sekelas waktu kuliah. Iya kan, Fat?" Thalia mencari dukungan.

"Iya. Dia temen yang aku ceritain dulu Na, The Three Musketeers. Kamu ingat kan?"

"Ingat. Kamu yang se-geng bertiga dengan Bang Reno kan, Mas?" Raina senyum. Namun siapapun bisa melihat bibirnya yang tersenyum, tapi tidak dengan matanya.

"Iya." Fatih menangkap kilatan berbeda di mata Raina. Ia tahu ada sesuatu mengenai istrinya yang tiba-tiba berubah dingin.

"Kami dulu cukup terkenal diantara teman-teman seangkatan. Kalau satu diantara kami tidak ada, pasti ada yang bertanya. Karena kami selalu bersama-sama dimana saja dan kapan saja." Thalia menceritakan dengan bangga akan kenangan masa lalu.

"Oh begitu. Ayah, gimana nih, udah waktunya anak-anak makan siang. Kita harus pulang Yah." Raina bahkan tidak berniat menanggapi cerita Thalia yang menggebu-gebu itu.

"Bener Na. Udah jam dua belas. Tha, sorry banget gue mesti pulang. Anak-anak udah pada capek muter-muter sejak tadi. Belum lagi ngantri di kasir. Kalau gitu kita duluan ya."

"Hmm, gimana kalau aku traktir makan siang sebelum pulang? Anak-anak, kita pergi makan-makan yuuk sama Tante?"

"Mauu Tante," teriak Wardah.

"Yuk Tan." Syafiq ikut menjawab Thalia.

"Nggak usah Mbak Thalia. Nanti malah merepotkan Mbak. Ya kan Mas Fatih?" Tidak ada nada ramah atau pun marah, namun dingin seperti es. Matanya meminta persetujuan Fatih.

Fatih merasa perubahan Raina disebabkan karena sikap Thalia yang terlalu masuk ke teritori Raina sebagai istri Fatih dan Ibu untuk anak-anaknya. Raina jarang menunjukkan ketidaksukaan akan sesuatu secara terang-terangan. Dan ini justru bertanda bahaya. Alarm di kepala Fatih mulai berbunyi.

"Kami akan makan siang nanti Tha. Lu nggak usah repot-repot kok. Ini aja mau ke kasir dulu." Fatih menolak secara halus. Namun bukan Thalia namanya kalau tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau.

"Yah, mau bagaimana lagi. Anak-anak, kayaknya Tante nggak jadi makan siang dengan kalian. Maaf ya." Thalia meminta maaf selembut mungkin pada anak-anak.

"Yah Ayah. Syafiq lapar Yah. Mau makan."

"Wardah juga lapar Yah. Wardah mau makan sama Tante cantik." Bujukan Wardah membuat air muka Raina menggelap. Fatih melihatnya dari sudut matanya. Anak-anak malah tidak bisa diajak bekerja sama. Wajah lelah dan memelas mereka tidak mampu membuat Raina mempertahankan pendapatnya. Apa ia akan mempertahankan egonya atau mendahulukan kepentingan anak-anaknya? Keputusan terakhir ia serahkan kepada pemimpin keluarganya.

"Mas?" Ia pasrah dengan apa pun yang akan Fatih putuskan. Tapi tetap saja, ia tidak ikhlas, tidak ridho bila harus makan siang dengan perempuan itu.

"Kita makan siang dulu ya Na sebelum pulang. Kasihan anak-anak udah lapar. Nggak apa-apa ya?" Fatih mengusap kepala Raina lembut, seakan bisa menyalurkan perasaan bersalah kepadanya.

Together Till Jannah? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang