24. Meresahkan

977 86 0
                                    

🍂


Suasana rumah langsung berubah dengan kedatangan Sang Ayah yang sudah satu setengah minggu menunaikan tugas diklat di Bogor. Kehadiran satu orang mampu membuat mood anak-anak langsung ceria ke level tertinggi. Itu karena betapa rindunya mereka dengan sosok ayah yang tegas tapi juga penyayang pada saat yang sama. Karena kasih sayang ibu saja tidak cukup bagi seorang anak walaupun diberikan dunia dan seluruh isinya.

Syafiq dan Wardah tidak berhenti 'menempeli' ayahnya kemana pun Fatih pergi. Mereka saling merebut perhatian Ayah dengan berbagai tingkah polah anak-anak. Kadang Syafiq mendominasi ayahnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau membuat prakarya dari sekolahnya. Lain lagi dengan Wardah yang mem-booking ayahnya untuk menemaninya bermain boneka, puzzle, ataupun balok kayu

"Mas, nggak capek bolak balik Batam-Jakarta-Bogor? Harusnya Mas jaga badan dan fokus diklat aja." Kata Raina sambil membereskan mainan Wardah dan Syafiq yang bertebaran di karpet ruang keluarga. Ia memasukkan mainan berdasarkan jenisnya ke dalam box mainan. Anak-anak sudah tidur karena kecapekkan bermain seharian dengan Fatih.

"Capek udah pasti. Tapi Mas nggak merasa rugi kok walaupun hanya bisa pulang sebentar. Justru yang rugi itu Mas tidak ikut andil membesarkan anak-anak, melewatkan momen terbaik mereka. Walaupun cuma empat hari, tapi menurut Mas itu adalah kesempatan berharga Na. Apalagi apa yang Mas lakukan ke kamu dan anak-anak kemaren ini adalah perbuatan paling egois. Mas ingin menebusnya." Ia memandang sendu Raina yang telah berhenti ditengah beberes.

Raina mendekat dan menyentuh wajah Fatih dengan jemarinya. "Mas. Aku sedih kalau mengingat yang sudah lalu. Udah ya. Aku udah maafin Mas kok. Yang kemaren adalah pelajaran paling berharga sekaligus paling aku benci. Jadi kita mulai lagi lembar baru. Ya?"

"Iya. Dan Na, kali ini aku mau minta maaf dengan benar. Lewat telpon kemaren rasanya kurang afdhol." Fatih diam sebentar. Ia berdehem membersihkan tenggorkannya, lalu menggenggam tangan kecil Raina. Ia selalu merasa tangan itu memang diciptakan khusus untuk digenggam olehnya.

"Raina Yasmin. Aku minta maaf atas keegoisanku selama ini. Aku mencintaimu. Sangat. Dan aku cemburu karena orang lain mendekatimu. Tapi aku salah dalam mengekspresikan kecemburuanku sehingga membuatmu menangis. Aku laki-laki bodoh yang menoreh luka di hati dan membuat kekasihnya meneteskan air mata.

"Nggak ada alasan pembenaran atas apa yang telah aku lakukan ke kamu Na. Untuk itu aku minta maaf atas perbuatanku, perkataanku, yang telah menyakiti hati lembutmu. Seharusnya bibirmu dihiasi dengan senyuman, bukan duka. Kamu mau menerima maaf Mas? Dan memulai lembaran baru seperti katamu tadi?"

Pandangan Raina mengabur karena genangan air mata. Ia tidak menyangka kata-kata penuh penyesalan dan kepedihan itu keluar dari mulut suaminya. Segera ia usap matanya agar bisa lebih jelas menatap wajah tampan Fatih yang terlihat menahan kepedihan dan penyesalan.

"Mas Fatih." Raina mengalungkan kedua tangannya di leher Fatih. Seketika Fatih balas memeluk dan menarik Raina duduk di pangkuannya.

"Jawab Mas Na. Mas butuh jawaban dari lisan kamu. Mas ingin mendengar langsung." Kata Fatih menuntut di telinga Raina.

Raina menarik kepalanya agar bisa berbicara sambil melihat ke manik Fatih, "Iya Mas Fatih Hamizan, ayah Syafiq dan Wardah. Aku terima maaf Mas karena Allah. Yuk, kita mulai lembaran baru sama-sama." Tak hanya bibirnya tersenyum, mata Raina ikut tersenyum menatap mata teduh Fatih. Seketika badan Fatih merileks.

Together Till Jannah? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang