26. Rip Current

933 83 2
                                    

🍁

"Mukanya jangan ditekuk. Masa mau melepas Mas cemberut gitu Na? Mas mau ngerekam wajah kamu yang sedang tersenyum di kepala. Biar semangat diklatnya." Raina memainkan ujung baju Fatih ketika mereka duduk di kursi luar bandara.

"Nih, udah senyum kan?" Raina senyum terpaksa.

"Yang ikhlas Na." Fatih mengucek puncak kepala istrinya. Ia tahu waktu semalaman belum cukup untuk meredakan amarahnya. Ini yang pertama kali, pikir Fatih setelah sepuluh tahun mereka menikah.

Ternyata sepuluh tahun bukanlah waktu yang terlalu lama untuk sepasang suami istri mengenal kepribadian pasangannya. Fatih juga baru tahu ternyata ada sisi seperti ini pada istrinya. Seperti kata Raina, pernikahannya saja belum sampai setengah dari lama pernikahan orang tua mereka. Kejutan-kejutan dalam sebuah pernikahan pasti akan selalu muncul, entah itu akan menyenangkan atau menyengsarakan.

"Ya Allah, lapangkan hati hamba. Masih sesak Mas disini." Raina menunjuk dadanya. "Hati aku masih kesal, belum reda sepenuhnya. Maaf."

"Mas ngerti. Tapi jangan lama-lama. Nanti kerutannya nggak hilang lho." Fatih mengurut kening Raina yang mengkerut sampai kerutannya hilang.

"Bang Syafiq, jagain Bunda sama Wardah ya di rumah selagi Ayah pergi. Abang Syafiq kan anak kuat, pintar, dan sholeh." Kata Fatih sambil merangkul Syafiq yang duduk di sebelah kirinya. Kata-kata thayyib selalu Fatih disematkan untuk anak-anaknya, karena perkataan adalah doa.

"Baik Yah. Syafiq akan jagain Bunda dari Tante Thalia."

Seketika Raina dan Fatih saling menatap heran lalu tatapan mereka beralih ke Syafiq yang santai memainkan game di ponsel Fatih.

"Kenapa Syafiq pengen jagain Bunda dari Tante Thalia?" Tanya Fatih masih takjub dengan anak sulungnya.

"Soalnya dari kemaren Bunda jadi jarang senyum Yah sejak ketemu Tante Thalia. Trus gara-gara Syafiq pengen makan siang kemaren, Bunda jadi nggak makan. Syafiq merasa bersalah Yah."

"Syafiq anak Ayah yang paling ganteng. Syafiq khawatir sama Bunda?" Si sulung mengangguk. Matanya tetap ke ponsel Fatih.

"Bunda bukannya nggak makan gara-gara Syafiq Nak. Jangan merasa bersalah sama Bunda. Oke?" Tangan Syafiq diraih Raina. Seketika Syafiq berhenti dari bermain ponsel.

"Tapi Bun, Syafiq juga nggak suka Tante Thalia ngobrol sama Ayah."

Lagi-lagi statement mengejutkan keluar dari anak berumur sepuluh tahun ini. Sekali lagi Fatih dan Raina saling melirik heran.

"Kenapa memangnya dengan Tante Thalia, Bang?" Tanya Raina.

"Tante Thalia aneh. Soalnya bikin Bunda marah. Syafiq nggak suka."

"Ooh, begitu. Kalau gitu Ayah nggak ngobrol lagi sama Tante Thalia. Gimana?" Tawar Fatih. Dia menyejajarkan kepalanya dengan Sayfiq.

Syafiq cuma mengangguk tanda setuju.

"Bagus. Anak pintar."

Saatnya berpisah lagi, Fatih membatin. Hatinya berat untuk meninggalkan keluarganya. Apalagi kondisi Raina yang masih emosian. Tapi yang namanya menjalankan kehidupan, harus siap menghadapi segala kondisi kan? Kembali lagi, semua tentang pilihan. Tergantung bagaimana cara kita menyikapi.

Together Till Jannah? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang