41. Kisah Pertemuan Dua Insan 4

3.3K 84 1
                                    

🔚

Setelah perhelatan selesai di gelar, sesuai adat Minangkabau, sang lelaki yang baru saja menjadi menantu keluarga si perempuan disuruh untuk tinggal sementara waktu di rumah mertuanya. Maka disanalah Fatih berada sekarang. Dia duduk dengan gelisah di atas kasur yang bertabur mutiara pemanis ranjang pengantin, menunggu sang gadis bebenah diri di kamar mandi. Gorden yang di pasang menjuntai di kepala ranjang masih disana bergantung cantik, menambah suasana malam semakin membuncah dengan perasaan gugup.

Fatih sudah duluan mandi. Namun kegamangan akan masa depan yang bisa saja terjadi beberapa saat kedepan membuat jantungnya berdebar, tengkuknya memanas dan butiran keringan bermunculan di pelipis dan punggungnya. Padahal suhu malam hari di Bukittinggi, tanah kelahiran Raina cukup dingin untuk berkeringat.

Suara air sudah berhenti beberapa menit yang lalu. Itu tandanya kegiatan mandi Raina sudah berhenti sejak tadi. Heningnya kamar dan suara jangkrik di luar kamar menambah desiran di dada Fatih semakin sering.

Fatih sangat sensitif dengan suara halus sekalipun karena perasaan baru ini. Dirinya terlonjak mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka. Dan seorang gadis malu-malu sambil menunduk berjalan menuju dirinya.

Raina ternyata telah menyiapkan sebuah jilbab instan warna coklat muda dan memakainya ketika keluar kamar mandi. Ia bahkan memilih piayama lengan panjang dan celana panjang. Ia seperti belum siap untuk memperlihatkan aurat yang kini telah halal sepenuhnya oleh sang suami. Setelah menggantung handuk, ia berjalan lambat-lambat dan duduk di sebelah Fatih di pinggir ranjang. Raina mengaitkan jermarinya. Ia ikut merasakan gelisahnya Fatih.

"Mas Fatih udah ngantuk? Atau mau aku buatkan minuman hangat sebelum tidur?" Tanya Raina yang masih menunduk, sesekali ia melirik pria berambut ikal disebelahnya.

"Mas belum mengantuk. Tidak usah, disini sudah ada gelas berisi air teh. Cukup itu saja." Raina melihat gelas yang di maksud. Ia pun mengangguk.

"Raina, jilbabmu basah. Bukankah rambutmu perlu di keringkan?"

"I-iya Mas. Memang masih basah sih."

"Apa kamu masih ragu untuk memperlihatkannya ke Mas?"

Raina tidak segera menjawab. Namun tak lama dia menggeleng. Ia memijit jemarinya mengalihkan kegugupannya.

"Apa kamu malu pada Mas?" Istrinya mengangguk.

"Apa Mas boleh membuka jilbabmu?" Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Raina mengangguk. Dan degup jantung Fatih semakin tak menentu.

Fatih meraih tali yang mengikat jilbab dan membuka ikatannya. Lalu dengan perlahan ia mulai menyibak ujung jilbab bagian dada. Maka nampaklah rambut Raina yang bergelombang sebahu dengan ujungnya yang masih menetes. Raina mengaitkan rambutnya di ke belakang telinganya.

Entahlah, hanya rasa bahagia dan ketenangan hati yang tak dapat di ungkapkan dengan kata-kata oleh dua insan yang diikat dengan janji di hadapan Allah. Seseorang yang sudah dihalalkan baginya untuk dilihat, disentuh, dan dimiliki seutuhnya dengan eksklusif atas nama Allah. Dengan menjalankan pernikahan saja, sudah menyempurnakan setengah agama. Dimana lagi dicari pahala ibadah seperti ini? Apapun yang kamu lakukan dengan pasanganmu sudah bernilai ibadah di mata Allah. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?

"Ah, tunggu sebentar. Mas akan mengambil sisir dan handuk untuk mengeringkan rambutmu. Boleh kan?"

"Tapi masa Mas mau mengeringkan rambutku?"

Together Till Jannah? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang