**✿❀25❀✿**

392 61 16
                                    

Mereka terkekeh mengingat masa-masa lalu itu. "Ah... Itu 6 tahun yang lalu bukan? Ga kerasa kita udah di negara ini selama itu" Pemuda bersurai orange uang duduk di atas koper mengangguk "kekekeke, apa lagi pas ujian SBMPTN gila si Bakugou udah kek orang gila anjir" Ia tertawa mengingat masa lalu itu.

Pemuda Raven di sampingnya menggeleng "itu masih mending Hin, lo inget ga pas Tanjirou nangis karena ga bisa jadi dokter gegara jurusan IPS beuh matanya bengkak" Mereka tertawa mengabaikan dua orang yang di omongin udah siap-siap lempar mereka. Pemuda bersurai hijau gelap itu tertawa "hahaha inget ga sih pas Zenitsu-san nangis-nangis mohon sama dosen biar lulus? Sumpah mukanya" Mereka tertawa, bahkan pemuda bersurai Ash blonde itu tertawa paling kencang.

Pemuda kuning itu memerah dan mencubit teman hijaunya itu "lo kalau ngomong kagak filter anjir, ajaran siapa sih?" Ia merengut kesal. "Buku ini" Tanjirou dan Midoriya menunjuk buku bertulisan 'how to be +62 people' ke wajah Zenitsu. Hinata berdiri di tengah mereka "sesama setan jangan berteman, belum aja gw ga suka liat lo berteman" Ia mencoba memprovokasi tapi malah di balas jitakan dari Midoriya "basi elah" Yang di jitak menekuk wajahnya "nangis ayo nangis, umur berapa sih lo?" Zenitsu ikut memanas-manasi.

Hinata menekuk pinggang Kageyama "Tobiou~ mereka jail hukum dong" Kageyama menjitak Hinata "nama gw Tobio bukan Tobiou anjim" Hinata mendorong dirinya, membuat ia dan kopernya menjauhi 5 temannya itu. Bakugou melirik jam tangannya "mana pengumuman nya anjir, udah 1 jam kita duduk doang. Ini pegawainya belum pernah gw bakar apa ya? Di kata kagak panas ngumpul bareng orang goblok?" Keluh nya. Midoriya memberikan sapu tangannya pada sang teman masa kecil "bersabarlah Kacchan, mungkin mereka emang lelet positif thinking aja"

Hinata kembali mendekati mereka dengan mendorong dirinya di atas koper "eh kita kan udah tinggal di Indo 6 tahun. Lo pada masih inget bahasa kelahiran lo kagak? Masa gw cuman inget Arigatou sama Ohayou anjir" Ia menggaruk kepalanya tak gatal. Midoriya membuka mulutnya "eh iya anjir, bahasa Jepangnya di mana apaan oi?" Ia ikut panik.

Tanjirou menunduk "masa kita kek anak ilang di negara sendiri? Lucu banget ya" Ia mengangguk-anguk malu. Mereka sekarang malah panik karena lupa bahasa sendiri, jangan lupakan Bakugou yang udah misuh-misuh nyalahin guru ama dosennya yang ngajarin dia b. Indo.

6 pemuda tampan berumur 21-22 yang baru saja lulus 4 bulan lalu sebenarnya bersiap kembali ke negara asal mereka. Alasannya? Enakan kerja di Jepang katanya, gajinya lebih gede 🗿 entah ide siapa yang mengatakan hal bodoh itu. Dan sekarang mereka sedang menunggu keberangkatan pesawat menuju negara sakura itu.

Kejadian awal-awal mereka di hidupkan kembali oleh seorang dewi kw menjadi topik yang seru untuk di ceritakan. Entah kenapa 6 tahun berlalu dengan cepat, hidup bersama berenam bahkan ampe nyari uang bersama rasanya benar-benar kenangan yang gak bisa di hapus begitu saja oleh waktu.

"Panggilan kepada penumpang penerbangan ke Jepang, silakan segera ke-" Suara pemberitahuan penerbangan mereka, menghentikan cerita masa lalu itu. "Iku yo" Hinata menarik Midoriya dan Tanjirou, dan di ikutin oleh BakuKageZeni di belakang.

Midoriya sedikit merinding "aku... Agak gugup" Gerak tubuh Midoriya serta bahasa yang di gunakan oleh pemuda hijau itu mudah terbaca oleh sang teman masa kecil, puluhan tahun bersama tak bisa menghilangkan tabiat Midoriya Izuku. Ia berdecih dan menggandeng tangan Midoriya "ngapain gugup? Lo aja pernah malu-maluin pas latihan wawancara" Ujarnya sarkas.

Midoriya memerjap dan mengangguk "kau benar juga Kacchan" Ia tersenyum dan menutup wajahnya dengan jaket. Tiket mereka berikan pada dua pramugari yang ada di sana. KageHina duduk di sisi kiri, BakuDeku duduk di sisi kanan, serta ZenTan yang duduk di belakang KageHina.

Pesawat belum bergerak, masih menunggu beberapa penumpang lainnya untuk naik. Koper mereka sudah mereka simpan, dan mereka sudah duduk nyaman. Hinata yang duduk di pinggir jendela melirik ke Midoriya "Mid! Lo mau baca manga One Piece ga? Ulangan aja gapapa kan? Buat ilangin bosen aja"

Midoriya di ujung jendela mengangguk. Hinata membuka tas ranselnya, ia menarik manga yang memang ia bawa untuk menghilangkan bosan selama perjalanan ke Jepang nanti "eh" Ia menyerit, bukan manga One Piece yang ia bawa, melainkan 3 manga dengan cover, volum, dan judul yang berbeda.

Ia mengambil manga bedcover dirinya dengan Kageyama 'Haikyuu vol 1' begitu lah tulisannya "ini manga yang ku beli 6 tahun yang lalu saat berbelanja dengan Fuujin-san" Ia merobek pembungkus nya dan membuka manga itu. Manik madunya terbelalak "ko-kore" Lidahnya kelu. Gambar itu menunjukan dirinya dengan Kageyama yang memberikannya tos untuk pertama kali saat di Karasuno "apa ini!" Ia terjengkit dan mendorong kasar manga Haikyuu itu.

Tanjirou di belakangnya berdiri "ada apa Hin?" Ia mencoba memastikan keadaan sang teman baik-baik saja. Kageyama yang di sampingnya ikut melirik manga di tangan Hinata "loh ini kan?" Ia membaca panel manga itu sesakma "ini kan kita pas di Karasuno? Kok persis banget?" Serunya tak percaya.

Hinata menaruh manga Haikyuu itu dan membuka manga 'Mu Hero Academia vol 2' dan melemparkan pada Midoriya "Mid baca, itu persis kek cerita lo dulu sebelum ke indo ga?" Midoriya menyerit, Bakugou di sampingnya ikut penasaran ikut mengintip. Panel manga memperlihatkan pertarungan mereka berdua saat tes hero dan vilian pertama kali "loh ini kan pas gw ama Kacchan masih awal-awal masuk UA" Serunya tak percaya. Bakugou merebut manga itu dan membacanya "apa-apaan ini? Mengapa ini persis seperti kehidupan kami sebelumnya?" Beonya tak Terima.

Hinata membuka manga terakhir 'Demon Slayer vol 3' dan memberikan pada Tanjirou serta Zenitsu. Mereke membacanya dan menampilkan raut yang sama, tak percaya mengapa itu bisa sama dengan kehidupan mereka yang sebelumnya. "Oi kalian, coba buka masing-masing artikel dari manga yang kalian pegang" Kageyama memperlihatkan ponselnya "anime sport Haikyuu, anime yang cukup populer bahkan hingga saat ini" Wajahnya datar, seperti lelah di permainkan oleh kenyataan.

Bakugou melakukan hal yang sama, ia meremat ponselnya membaca sinopsis dari anime My Hero Academia itu. Zenitsu hanya bisa menatap datar artikel di tanganya. Kemana saja mereka berenam selama ini hingga sebuah artikel yang menunjukan bahwa kesamaan mereka dengan character anime di artikel itu benar-benar sama persis.

"Pesawat akan segera terbang, mohon untuk mengencangkan sabuk pengaman kalian" Seruan dari pilot mereka ikuti. Isi otak mereka masih abu-abu, kenyataan apa aja ini? Mengapa Fuujin-san tak memberitahu mereka? "Enam tahun kita di sini, dan kita tak sadar?" Bakugou terkekeh sarkas. Bodoh, pikir mereka.

Hinata menatap awan "jadi kita sebenarnya hanya character anime?" Ia tersenyum kecut, ia melirik Kageyama "jadi ucapan Fuujin-san bohong jika sebenarnya kita sudah mati?" Kageyama meremat tangan Hinata "dia pasti ada alasan" Gumam pemuda Raven itu. Bakugou meninju kursi di depannya, mengabaikan ibu-ibu yang marah karena perlakuannya "kuso!" Ia berdecak.

Midoriya menunduk "sepertinya... Ada beberapa kemungkinan" Mereka melirik Midoriya "maksudnya, di dunia ini ada 7 galaxy, 7 lapisan awan, dan lainnya. Mungkin... Fuujin-san menyatukan kita dari 7 dimensi yang berbeda" Midoriya menerka-nerka.

Bakugou berdecak "akal mu pendek kuso Deku" Yang di katai hanya menunduk. Tanjirou di sana ikut terlena oleh pikiran Midoriya "itu mungkin saja bukan? Kita tak ada yang tau tentang rahasia alam?" Zenitsu mencoba menyangkal namun sisi lainnya menyetujui ucapan dua temannya itu. "Perhatian oleh para penumpang, harap berpegangan dengan kuat. Mungkin kita akan menghadapi perjalan yang agak berguncang" Mereka saling berpegangan tangan, menutup mata dan saling berdoa.

"Kami-sama, kami baru saja mengetahui kenyataan bahwa kami sebenarnya tak boleh ada di sini. Bisa kah Kau memberi kami jalan serta alasan agar kami masih berjuang untuk hidup?"

Goncangan yang di timbulkan karena badai awal itu semakin menjadi-jadi, beberapa anak kecil di dalam pesawat sudah mulai menangis. Ketakutan akan kematian kembali menyeruak di dada mereka, kehilangan akan seorang yang di sayang kembali hadir.

Dan setelahnya, suara petir dan ledakan yang terdengar menulikan mereka semua.

❝𝐓𝐡𝐞 𝐄𝐧𝐝❞

How To Be +62 People (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang