17. Lips To Lips

2.1K 282 55
                                    

Seharian Rio tidak keluar dari studio mini nya, dan Jennie tentu mencemaskan nya, menjelang malam, Rio baru keluar, ia bersiap untuk berangkat ke tempat nya bekerja, di cafe milik Seulgi, Jennie hanya diam menatap Rio dari balik jendela tanpa berani untuk menyapa, atau menghampiri nya.

Di tempat Seulgi, Rio berbaring di atas sofa ruangan sang boss, mencoba memejamkan kedua matanya, mood Rio hancur, Seulgi tahu itu.

"Sepertinya kamu tak bersemangat hari ini" tebak nya

"Apa dia berulah lagi?" Tanya Seulgi, Rio menghela nafas, lalu terduduk dengan gelisah.

"Kali ini, apa yang dia perbuat?" Selidik Seulgi

"Dia berbuat lancang dengan menyentuh dan memainkan piano milik Rose" jawab Rio, wajah nya nampak tak tenang.

"Lalu apa yang kamu lakukan pada nya?" Tanya Seulgi lagi.

"Aku membentak nya, dan aku menyesal sekarang" jawab Rio

"Pulang lah, tak apa malam ini live music di tiadakan, Jennie butuh kamu, neneknya tidak di rumah bukan?" Seulgi seolah mengingatkan Rio jika ia harus menjaga dongsaeng nya Jisoo itu.

"Shit" umpat Rio, ia langsung berdiri, dan berlari keluar, untuk pulang ke rumah nya, case gitar nya bahkan ia tinggal begitu saja, saking cemas nya memikirkan Jennie.

Dan di rumah, Jennie menangis sambil memeluk lutut nya, ia begitu tersiksa dengan Rio yang mendiami nya seharian.

"Aku lebih memilih oppa memaki ku atau meneriaki ku dari pada mendiamkan ku seperti ini" batin nya sambil terisak, dan Rio sendiri, ia tak fokus selama dalam perjalanan pulang, merasa bersalah telah menyakiti dan membuat Jennie kembali menangis, karena kekasaran nya, bagaimana pun, seemosi apa itu seorang pria, harusnya ia bisa menahan diri untuk tak menyakiti hati seorang wanita, apalagi wanita seperti Jennie, yang dibalik sifat perhatian, hangat, dan sedikit aktiv nya tersimpan hati yang rapuh, Jennie akan mudah menangis jika berhubungan dengan orang yang disayangi nya.

Brak


Rio membuka kasar pintu rumah nya, dan ternyata Jennie masih disana, meringkuk diatas lantai dengan air matanya yang belum juga mengering, hatinya terjengkit sakit, melihat wajah penuh luka gadis itu, Rio memaki dirinya sendiri dalam hati, karena telah melukai hati seorang gadis seperti Jennie, berlahan ia pun mendekat, dan Jennie masih sesenggukan menatap pria dewasa itu berjalan kearah nya, Rio pun duduk di hadapan Jennie.

"Maafkan aku" lirih nya dengan kedua tangan nya berada diatas paha, karena merasa bersalah, Jennie mengangguk pelan, Rio lalu membantu Jennie menegakan tubuh nya, dan gadis itu malah langsung beringsut manja di pelukan Rio yang nyaris jatuh kebelakang andai ia tak sigap menahan tubuh nya sendiri.

"Lain kali, semarah apa pun oppa, jangan mendiamkan ku, oppa boleh mencaci ku, meneriaki ku, tapi jangan acuhkan aku, itu lebih menyakitkan oppa" adu nya dengan suara tersengal karena isakan yang belum mereda.

"Iya maaf, telah menyakiti mu dan berbuat kasar pada mu" suara Rio lebih melunak, ia membalas pelukan Jennie, pria itu lalu mengangkat tubuh mungil sang gadis dan membawanya duduk di sofa depan tv.

"Ini salahku, dari awal harus nya aku memberi tahu mu, apa saja yang boleh dan tak boleh untuk kau sentuh" ujar Rio, Jennie menyandarkan wajah nya di dada Rio dengan posisi duduk menyamping dipangkuan pria dewasa itu.

"Piano itu adalah satu-satu nya barang milik Rose yang masih tersimpan di rumah ini, aku takut akan rusak jika seseorang menyentuh nya, sekali lagi, maaf jika aku berlebihan dalam bereaksi" lanjut Rio.

"Rose?" Gumam Jennie bertanya

"Yaa, kekasih ku" jawab Rio dengan suara sedikit bergetar, jika berhubungan dengan Rose, Rio masih lah sangat emosional, Jennie mendongak, menatap wajah Rio yang mulai memerah menahan tangis.

"Dia pergi bersama anak kami, meski aku sudah memohon untuk tetap tinggal, dan dia sudah pernah berjanji untuk tidak pergi, tapi nyata nya dia bohong, dia tetap pergi, dan membawa separuh nyawaku, separuh nafas ku bersamanya"

Tes

Rio mengusap kasar air matanya yang tanpa bisa ia tahan akhirnya tumpah juga, di depan seorang Jennie.

"Sekian tahun aku berusaha untuk melupakan nya, tapi ternyata tak mudah, ia sudah terlanjur menguasai setiap sudut hatiku, otak ku, bahkan aliran darah ku" lanjut Rio tanpa Jennie tanya ia bercerita sendiri, pria itu menarik nafas tersengal, sesak mengingat saat-saat terberatnya karena ditinggal oleh Rose.

"Oppa" Jennie mendongak menatap sendu pada Rio, tangan kanan nya membelai pipi kanan Rio.

"Oppa tak perlu menceritakan semua nya, jika oppa tidak sanggup" tutur nya, Rio menahan senyum, mengangguk.

"Dan tolong ijinkan aku untuk membantu oppa melupakan nya" mohon Jennie, tangan yang masih bertengger di pipi Rio, kini ibu jari nya telah dengan kurang ajar menyapu bibir bawah Rio, pria itu terdiam menerima perlakuan Jennie, terbuai oleh keadaan, Rio pun menunduk mendekatkan wajah nya pada wajah Jennie, dan gadis itu seolah menyambutnya dengan mengalihkan tangan nya dari pipi ke tengkuk Rio, dan menarik nya makin mendekat, lalu. . .

Cup

Bibir mereka pun bertemu, Rio mulai mengulum lembut bibir bawah Jennie, keduanya saling memejamkan mata mereka, menikmati pertemuan bibir yang sudah lama saling mendamba.

Jennie tak mau kalah, ia membalas kuluman dan lumatan bibir hangat Rio yang memabukan.

Ciuman panas pun tak terelakan, Rio mengerang dalam ciuman nya, karena sudah lama tak melakukan nya dengan wanita mana pun selain Rose, dan akhir nya, setelah tujuh tahun, ia baru melakukan nya lagi sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ciuman panas pun tak terelakan, Rio mengerang dalam ciuman nya, karena sudah lama tak melakukan nya dengan wanita mana pun selain Rose, dan akhir nya, setelah tujuh tahun, ia baru melakukan nya lagi sekarang.



#TBC

Me, And My Broken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang