Kalau sudah besar ya berbeda lagi.Itu benar adanya. Seperti Byan yang saat ini sedang ingin memakan makanan yang diharamkan untuknya.
"Mau mie instan~" cicitnya. Siang ini Byan sedang menemani Genta yang asik bermain dengan PCnya. Headphonenya menyumpal erat telinga, tapi saat kalimat itu terlontar tak sengaja Genta membalikkan badannya dengan tatapan horror.
Byan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak ingin menganggap kakaknya benar-benar mendengar apa yang ia katakan asal tadi.
Byan diperbolehkan, hanya saja tak sesering itu karena alasan kesehatan, which is yang menurut Byan tak begitu masuk akal.
Jelas karena Byan hanya memikirkan akibatnya jangka pendek. Seperti, hari ini ia tidak merasakan sakitnya, hari esok juga, ia tidak apa-apa saat menyantap mie instan. —seperti itu.
Dan kakak-kakaknya jelas menentang itu yang padahal mereka pun mengonsumsinya diam-diam. Dan Byan memergokinya beberapa kali, dan itu juga yang membuatnya mengajukan banding untuk diperbolehkan juga.
Karena papah Andrew tak ingin dituduh tak adil, ia jadi memperbolehkan Byan—dengan syarat berlaku.
"Apa kamu bilang??" Genta bertanya lagi. Byan masih tak ingin menatap kakak keduanya, ia sudah bosan hanya duduk disana dihiraukan, giliran mengatakan sesuatu di luar kesadarannya Genta malah menjatuhkan atensi untuknya sebanyak-banyaknya.
Dunia membencinya😩
Genta memandang adiknya dengan tatapan horror karena ia tau adiknya baru saja menyantap makanan instan dua hari lalu. Mereka makan bersama.
Itu yang membuatnya merasa awas.
Byan merasa gerah terus dipandang begitu di sana. Ia akhirnya memutuskan untuk keluar dengan seribu langkah cepat meninggalkan Genta yang meneriakkan namanya.
Byan berdecih.
Papahnya sedang dalam perjalanan bisnis. Sudah pergi tiga hari lamanya, dan itu mengapa ia dan kakak keduanya dapat menyantap mie instan di kediaman mereka dua hari lalu. Robert hanya bisa pasrah karena ada dua pembelot yang menentangnya.
Tapi ia ingin lagi😩
Byan membawa langkahnya. Berniat mengelilingirumah untuk mencari motivasi. Ke dapur percuma saja, Rico pasti mengamankan persediaan mereka.
Ingin keluar juga good bye sajah, Robert yang tidak kelihatan berkeliaran pun jika ia ingin berbuat nakal, pengasuhnya itu akan tiba melebihi kecepatan cahaya. WUUZZ—dan melarangnya melakukan ini itu.
Byan tak tahu akhirnya ia malah berhenti di depan kulkas dapur kecil di dalam rumah mereka. Ingat lah Rico hanya memiliki kuasa di dapur besar karena dapur kecil hanya berisikan minuman-minuman aneh Genta— koleksi kopinya. Camilan-camilan sehat Sean, buah-buahan dan minuman protein milik Keenan dan ada skincare products milik kakak-kakaknya juga di bagian bawah.
Byan mendengus, menutup pintu kulkas dua pintu itu kembali.
"Sedang apa, Nonby?" Byan terperanjat, ia melompat mundur beberapa langkah dari posisinya berdiri semula. Untung ia tak terantuk meja pantry. Robert di sana, bersedekap dada, bersandar pada satu counter dengan ekspresi wajahnya yang tegas seperti biasa.
Oh, Byan lupa mengatakannya. Robert semakin galak karena semakin Byan dewasa, banyak hal yang selalu ditentangnya. Tampaknya Robert juga bertumbuh—tingkat kegalakannya.
Byan mengelus dada. "By kaget!" Sungutnya. Byan berniat pergi, tapi Robert mencegatnya. Tangannya terentang membatasi jalan keluar Byan dari sana.
"Mau apa?" Tanyanya.
Byan meliriknya sengit, masih kesal entah mengapa. "Cuma liat-liat aja." Elaknya.
Robert menggeleng. "Mau apa, nona." Robert mengetahui Byan. Alibi gadis itu, kebiasaan gadis itu, bahkan dari caranya menjawab pertanyaannya. Robert tahu ada sesuatu yang sedang diinginkannya, atau sesuatu yang ingin dilakukannya.
"Percuma By bilang, gak akan boleh juga."
"Katakan." Byan memundurkan kepalanya,dahinya berkerut dengan kedua tangan terangkat. 'Hello?!'
Robert masih menatapnya sama tidak tergugah sama sekali. Byan menghela napasnya.
"I want instan noodles."
"No." Byan menjatuhkan kedua tangannya. Lantas apa gunanya ia bertanya dan dijawabnya?!?!
"Then get the fugh outta here." Byan menyenggol tubuh Robert agar mendapatkan jalan keluarnya.
Robert berbalik tak menyangka. Bukan-bukan, bukan karena prilakunnya. Senggolan Byan tak akan berarti jika disandingkan dengan ukuran tubuh keduanya yang sangat kontras jika dibandingkan, Robert bahkan sama sekali tak tergerak saat Byan menabrak bahunya main-main. Yang ia tak duga adalah kata-kata yang keluar dari mulut nonanya.
Byan berjalan menjauh ke arah kamarnya. "Nonby! Your language." Robert mengeluarkan suara dalamnya. Matanya berkilat tegas.
Byan mengangkat jari kelingkingnya ke udara tanpa membalik badannya.
Langkahnya sibuk kabur dari hadapan pengasuhnya.
Well, nyatanya Robert seram juga.
Tbc
Hehehehehe. Iseng.
This is (2/3)
With luv,
Areen.