notes : no need to feel sorry. U write for ur self..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kamu lagi ngapain?" Byan tersentak kaget, hampir saja membanting ponselnya, melepaskannya dari genggaman amatirnya.
Byan buru-buru berbalik, tersenyum untuk mencairkan suasana yang padahal baik-baik saja. Alice memicingkan sebelah alisnya curiga, hanya Byan yang merasakan ketegangan di antara mereka.
Ada sesuatu yang sedang disembunyikannya.
"Kamu liat apa, By?" Tanya Alice lagi, badannya condong untuk mengintip layar ponsel Byan yang masih terbuka menampilkan sesuatu namun kurang jelas untuk dijangkau mata Alice.
Byan membalikkan ponsel itu memeluk dadanya. "Nothing." Katanya, tersenyum. Aneh.
"Sini kakak liat.."
"Aaa~" Byan menjauhkan ponselnya. Bergegas beranjak dari posisi PWnya men-stalking akun-akun media sosial miliknya.
Alice tak kehilangan minat. Ia mengulurkan tangannya untuk menggapai Byan sebelum anak itu berhasil lolos dari dirinya.
"Ini privasiiii.." Byan menjerit frustasi. Kakak perempuannya itu, meskipun tak benar-benar memiliki otot, tapi tenaganya tak bisa diragukan. Seluruh kulitnya kencang. Ia rajin perawatan dan pergi ke gym atau klub pilates.
Alice menghimpit Byan dengan lengannya membuat bersandar pada dadanya agar memudahkannya menjangkau ponsel remaja itu.
"Kalo kamu semakin mundur. Kakak semakin pengen maju, gerak-gerik kamu terlalu mencurigakan buat kakak masukkan dalam titel privasi."
"KAK ALIIIICEEEEEEE.."
....
Byan tak begitu mengenal Alice dulu. Hubungannya dan Keenan sempat sembunyi-sembunyi sampai papah dengan terang-terangan menyenggol tentang hubungan Keenan sembunyi-sembunyinya, dan mengajak Keenan untuk membawa Alice ke acara makan malam mereka.
Byan kurang bisa menerima orang baru, tapi Alice berhasil menanganinya dengan baik. Meluangkan sedikit banyak waktunya untuk mengobrol dengan Byan selepas ia bercengkrama dengan keluarga calon suaminya. Byan masih begitu paranoid tentang dunia saat itu, ia jarang berjalan-jalan ke luar rumah. Semua kebutuhannya hampir terpenuhi sepenuhnya hanya dengan dirinya duduk rapih setiap pagi di kelas rumah.
Terlalu banyak hal monoton, Alice jadi berinisiatif mengajaknya ke sebuah mal di suatu siang sebagai permintaan perkenalannya, mengajaknya ke salah satu store mode pakaian miliknya.
Byan sedikit banyaknya suka dimengerti, dan saat itu Alice benar-benar mencarikannya sesuatu yang terasa cocok di tubuhnya. Saat itu Byan bisa merasakan begitu enak bisa menentukan dirinya sendiri.