13. Byan dan Amerika.

612 83 22
                                    

.

.

.

.

.

.

.

.

.

kangen Areen gak, hehe. maaf baru muncul..
Tapi kayaknya kalian lebih kangen Byan.
.
.
sorry for the typos, everyone.
Enjoy!

.

.

.

.

.

.

.

.

Byan bersimpuh lama di atas karpet tebal kamarnya, setelah Genta pergi cepat-cepat setelah mengatakan apa yang diketahuinya, Byan masih terdiam di sana.

Tak menangis, berteriak, atau sekedar merengek. Tatapan matanya kosong, tak tertarik untuk menatap apapun.

Ia kehilangan napsu makannya sekarang. Padahal sebelumnya ia merasa lapar ingin makan kukis yang dibuat Rico.

"Mereka.. semudah itu mereka tolak perjuangan aku?"

Biar ia perjelas dalam pikirannya yang kosong setengah.

"Aku gak sakitin diri aku, justru karena aku ngerasain sakit.. aku cari cara yang menurut aku bisa ngeredain rasa sakit itu, dengan cara ngalihin perhatian ke sakit yang lain. Aku sayang diri aku, tapi orang bisa kesel, bahkan sama dirinya sendiri. Itu wajar kan?

Mereka gak ngerasain apa yang Byan rasain. Semudah itu nolak perjuangan Byan?"

Byan terkekeh, air matanya menetes begitu saja, ia mendongak agar pandangannya kembali jernih.

"Mereka gak ngerasain yang Byan rasain, inhaler? Siapa yang mau punya ketergantungan sama benda bodoh itu? Siapa? Mereka gak tau apa yang Byan rasain tiap kali nafas kayak mau mati.. tiap kali bosan kayak mau mati. Mati."

Byan bangun dengan tenaga seadanya. Ia tak bernafsu melakukan apa-apa hari ini. Bahkan tidak bernafsu untuk meraup oksigen banyak-banyak saat berendam dalam bath tub nya. Untungnya kepalanya mau menyembul dan kembali bernafas.

...

"Tapi pah! Byan seharusnya kasih tau kita, Keenan gak ngelarang dia pegang alat itu sendiri karena gak ada yang berubah dari beberapa tahun terakhir, Byan masih sering tersiksa sama dirinya sendiri. Tapi seenggaknya dia kasih tau keadaan dia Yang sebenarnya, biar kita semua tau, dan bisa ikut ambil posisi kalau dia lagi butuh bantuan.

Kenapa susah banget kasih tau? Kita bisa re-stok sebanyah apa pun. Tapi seenggaknya dia bilang. Bukan kayak gini!" Keenan emosi.

"Scholarship? Dia bahkan bisa pergi dengan tabungannya. Apa susahnya bilang!?"

Terlihat dari garis rahangnya yang kian mengeras. Sesuatu mengusiknya.

Being Byan (ᵇʸᵃⁿⁱᶜᵉ ᵗʰᵉ ʳᵉᵗᵘʳⁿ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang