9. Anak remaja

686 78 16
                                    


Halo~~

.

.

.

.

.

.

Selamat membacaaa~~

Hehe. Hehe. Heheheheheh.

.

.

.

.

.

.


Sean berlari sedikit tergesa dari lantai atas saat Robert memintanya untuk membantunya mengobati luka Byan.

Mereka terkejut bersama. Dan melihat Byan yang masih tetap dalam kondisi telungkupnya di atas karpet ruang tengah itu. Pantas ia tak terlentang seperti biasanya.

"Kamu ada luka, by?" Byan mengangguk, masih tak mau membalik badannya.

Sean melihatnya perihatin. "Sakit?" Byan mengangguk lagi.

"Pantes ya kamu hari ini pake dress, feminim banget. Kakak kira kamu tercerahkan pikirannya karena keciduk kemarin, taunya karena gak mau ribet." Byan mendengus.

"Byan susah pake baju. Lagian dress punya resleting di belakang." Sean menghela nafasnya, ikut duduk bersimpuh di atas karpet yang cukup tebal itu.

"Duduk, by. Di bawah banyak debu. Nanti kamu susah nafas." Byan mengangkat badannya perlahan.

Duduk dengan tak bertenaga memunggungi kakak ketiganya.

"Kakak lihat ya," byan mengangguk.

Mata Sean membesar saat melihat bekas luka Byan yang masih terlihat basah. "Kamu berdarah kemarin??" Byan mengangguk. Meringis saat tangan Sean menyentuh di sekitar lukanya.

"Hum. Aku pas mau mandi kayak ada perih perih. Terus hoodienya robek sedikit bolong di bagian punggungnya."

Sean mengernyit serius.

"Kemarin gak ada yang nyadar.." Sean mendesis. Merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya.

Byan menengok ke belakang. Sean sedang menghubungi seseorang.

"Siapa?"

"Diana, kita ke rumah sakit gimana, by?" Byan menggeleng cepat.

"Kakak takut kamu kena tetanus kalo gak cepet-cepet dikasih suntik tetanus. Kamu ke gores yang berkarat ya??" Byan tak menjawab. Karena ia tak tahu. Malam tadi lebih gelap dari biasanya.

Panggilan itu terjawab, "halo, ana? Jadwal kamu kosong sore ini?" Byan berbalik cepat. Mengambil ponsel itu dari telinga sang kakak.

"Kakak apa-apaan sih, kok main bikin janji aja, Byan gak mau ke rumah sakit." Byan melirik ponsel itu yang masih menunjukkan panggilan masih berlangsung.

"Dayana dokter, Byan tutup ya." Sean melongo. Byan mengembalikan ponsel itu ke pangkuan nya dengan Ekspresi sebal.

"Kalo gak mau obatin gak apa apa. Tapi jangan libatin rumah sakit. By obatin sendiri aja!"

Dengan resleting dress yang masih terbuka di bagian belakang Byan bangkit cepat untuk berlari ke kamarnya.

Sean kurang cepat meraihnya. Luka itu cukup serius meskipun tak begitu dalam, tapi goresannya banyak dan menyebar.

Being Byan (ᵇʸᵃⁿⁱᶜᵉ ᵗʰᵉ ʳᵉᵗᵘʳⁿ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang