Kausa Kaktus

56 11 4
                                    

By pasificfrost

kausa [kau·sa] ;sebab yang menimbulkan suatu kejadian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kausa [kau·sa] ;sebab yang menimbulkan suatu kejadian.
Warning! Eidetic memory, stockhlom syndrome, character death, thriller, love triangle, bit gay [as mantan]

Cuaca langit pagi tampak cerah, beberapa burung camar berterbangan, berbisik satu sama lain tuk bawakan berita hangat minggu ini. Sepotong pancake beraroma laut samar tercium, tak menghilangkan khas meski musim panas tampak lebih mendominasi.

Hari sepertinya akan menyenangkan, dan Adachi berpikir untuk berjalan-jalan santai menikmati sosis tusuk nanti. Nanti, jika ia telah benar-benar membereskan masalah yang baru saja ia dengar dari Abraham Scott, sosok pria di mana kesehariannya hidup di bawah atap toko tanaman. Sejauh apapun mata memandang, hijau adalah satuan warna mutlak.

Adachi menatap siluet tubuh yang merintih di bawah kakinya, rambut panjang coklat sang empu tampak terpotong secara tak rata, helaian demi helaian bertebaran di seluruh penjuru kamar berukuran empat kali empat meter dengan perabotan sederhana berupa dipan, rak buku rendah, dan lemari coklat tua berukir, meninggalkan kesan kuno. Satu satunya barang mencolok hanyalah sebuah pump it up yang memutarkan sebuah lagu tersohor dari penyanyi grup sembilan puluhan.

Rintihan bak nyanyian kematian dan beradu dengan melodi duniawi, memabukkan. Lolongan merdu nan mendayu, ketika keduanya tak bisa disetarakan begitu saja. Namun, menghantarkan pada fakta mengerikan di tengah matahari masih menyapa ramah. Tak kunjung undur diri pada awan kelabu, seolah enggan mau tahu-menahu apa yang terjadi.

Gadis bersurai coklat -Laura Bregen Jung, seorang gadis dua puluh dua tahun yang ia pungut dari bandara empat tahun lalu. Bukan tanpa dalih, namun Yuto beranggapan beberapa hal dinilai tak akan etis jika ia menjelaskan opini bodohnya untuk Laura. Jadi Sang Pria Jepang memilih tutup mulut, tak membahasnya di kesempatan apapun.

"Tolong jangan menggandeng malaikat sekarang, aku masih ingin bersenang senang."

Adachi membalikan tubuh malang itu dengan ujung sepatu besi yang ia pakai, berdecak prihatin atas kondisi mengenaskan. Lantas suara rintihan terdengar lebih jelas lantaran besi gerigi tajam di sepatu Adachi menusuk bahunya tanpa ampun.

Putri terakhir keluarga Jung itu tampak menyedihkan, jelas. Telinganya terpotong dan Adachi merasa tak perlu mengingat di mana persis ia menaruh. Tak kalah mengenaskan jika kaki bernasib sama, kemungkinan besar patah tulang karena nyeri seolah menusuk tanpa ampun. Dagu lancip yang menerima banyak pujian selama ini, berlumuran darah segar, akibat robek dari garis bibir hingga pipi.

Dan itu belum terhitung berapa kali Adachi sibuk menggambar di atas kulit menggunakan sayat sayat perlahan, menjadikan cairan kental berbau anyir sebagai warna untuk maha karya hidupnya.

Adachi tak berniat membuka jendela, bau darah terlalu cepat menyebar, dan akan menimbulkan kegaduhan. Jadi sebagai opsi ia menarik ujung tirai menggunakan katrol sederhana. Sengaja membiarkan cahaya matahari menyapa celah kecil dari ruang kamar, juga sebuah kaktus setinggi lima sentimeter. Potnya berwarna putih, tanpa cela yang biasa terlihat jika pot tersebut nyatanya sudah berumur empat tahun.

Sudut Frasa SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang