Aku penasaran kenapa cinta pertama sangat sulit dilupakan. Aku sering bertanya-tanya pada diri sendiri kenapa cinta pertama sangat memberi kesan yang begitu mendalam. Bahkan ketika terluka pun yang namanya cinta pertama akan tetap membekas sebagai perasaan yang indah. Tapi, terkadang cinta pertama bisa membuat luka yang begitu mendalam hingga sulit untuk dilupakan. Bahkan bisa dibenci selayaknya membenci musuh sendiri. Aku sendiri tidak tahu bagaimana akhir dari cinta pertamaku. Entah itu akan berakhir indah atau malah sebaliknya. Aku penasaran.
“Hongseok…. Ayooooo!” teriak Heesoo yang membuyarkan lamunanku. Aku bergegas lari menyusulnya. Saat ini aku masih menjadi siswa SMA kelas sebelas, yang mana sedang masa-masanya menjadi anak nakal ataupun yang baru merasakan jatuh cinta.
“Kenapa sih lari-lari. Belum juga sampai sekolah, nih badan dah bau keringat,” keluhku kepada Heesoo.
“Anak cowok kok gitu aja ngeluh,” ejek Heesoo. Heesoo merangkul bahuku lalu berjalan. Karena tubuhku lebih tinggi darinya, jadi aku harus menundukan badanku yang membuatku berjalan bungkuk dan terlihat seperti diseret.
“Lepasin, ah!” Aku mencoba meronta agar terlepas dari rangkulannya. Tetapi sejujurnya aku tak ingin ketahuan bahwa jantungku saat ini sedang berbunyi dengan begitu kencang. Heesoo melepaskan rangkulannya saat dia sudah tak kuat menahan tubuh besarku yang sedang meronta-ronta.
Setiba di kelas, kami langsung menyebar ke bangku masing-masing. Bangkuku berada di belakang pojok dekat jendela dan bangku Heesoo berada di baris kedua, tiga bangku dari depan. Yang ku lakukan saat tiba di bangkuku adalah memandangi wajah Heesoo. Heesoo memiliki paras yang sangat cantik dilengkapi senyum indah yang selalu enak dipandang. Siapa yang tidak akan jatuh cinta dengannya jika melihat senyumnya. Wajahnya indah seperti musim semi yang dihiasi oleh bunga-bunga. Wajah yang tak akan pernah bosan walau seharian memandanginya. Aku tidak tahu pasti sejak kapan aku mulai suka melakukan hal itu.
Jam istirahat telah tiba. Aku mengajak Heesoo untuk makan di kantin. Tentu saja dia mau. Teman-teman cowokku dan teman-teman cewek Heesoo pun ikut serta bersama kami.
Aku dan Heesoo sudah berteman sejak masa kanak-kanak. Rumah kami berdekatan. Hanya beda satu blok saja. Dari TK sampai SMP kami selalu bersama. Bahkan saat SMA pun kami masih bersama. Sejujurnya aku mengikuti Heesoo mulai dari SMP sampai ke SMA ini. Aku tidak ingin jauh dari Heesoo. Beruntungnya lagi aku dan dia sekelas. Kurasa alam semesta mendukungku waktu itu. Aku entah sejak kapan menyukai dia. Sejak sadar aku mempunyai rasa kepadanya, sejak itulah dia juga menjadi cinta pertamaku.
“Hongseok, iihh... ditanya juga gak dijawab. Ngelamun apa sih?” Heesoo menggoyangkan tubuhku yang membuat aku tersadar dari lamunanku.
“Hah? Apa yang kamu tanyakan?” tanyaku, membuat raut wajah Heesoo cemberut. Bagiku dia sangat manis dengan wajah yang cemberut itu. Ya Tuhan, tolong kuatkan pertahananku agar aku tidak goyah. Aku takut kalau aku menyatakan perasaanku kepadanya pertemanan kami yang indah ini akan rusak. Tapi jika dia juga memiliki perasaan yang sama, bolehkan aku berharap lebih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Frasa Semesta
FanfictionTidak peduli sesederhana apa pun sebuah peristiwa, semesta tetaplah menjadi saksi utamanya. Saat harapan digantungkan, ketulusan tergadaikan, atau justru kesedihan menjadi kemurnian hati menggapai kebahagiaan, empat musim yang bersisian selalu tepat...