By: jinhothejo
Pantai Miami nampak seperti biasanya. Layaknya ikan-ikan teri dipanggang, lautan manusia memenuhi pasir hingga garis batas laut dan samudera, di bawah langit yang cerah dihiasi matahari yang menunjukkan kekuatan sinarnya. Meski terik menggantung lurus di atas kepala, orang-orang tampak senang menikmati karunia Tuhan akan musim panas, terlebih pedagang pinggir pantai yang dagangannya laku tiga kali lipat dibanding musim lainnya.
Pengunjung pun tak henti-hentinya menceburkan diri ke air demi menghindari panas, walau ketika kembali ke daratan, mereka akan kering lagi. Kontras dengan orang-orang yang diam di atas daratan, sengaja memanggang dirinya hingga eksotis. Ada pula arsitek-arsitek kecil berlomba menggenggam pasir panas untuk dijadikan istana. Di tengah hiruk pikuk itulah kedua manusia terlihat lebih gelisah dibanding pengunjung lain.
Hoetaek dan Semesta. Dua insan ini mengenakan baju yang tak jauh dari pengunjung lain, bokser pantai dan baju renang cerah, namun gerak gerik mereka selalu awas dan bibir mereka berkomunikasi dengan pelan. Sebenarnya tak ada yang aneh, kecuali mereka sudah berdiam di tempatnya sejak subuh. Pedagang yang menyewakan tempat untuk mereka pun sampai bingung. Tak ada pengunjung layak mereka yang hanya berdiam hampir seharian penuh dan rela membayar sewa untuk 12 jam.
"Tuan dan Nyonya, apa Anda ingin memesan minuman lagi?" ucap anak buah si pedagang. Semesta menggeleng, "Tidak usah, Changgu. Nanti kami pesan kalau butuh." Semesta mengulas senyum cantik kepada Changgu sebelum ia ditinggalkannya. Lantas beralihlah pembicaraan dia dengan Hoetaek. "Taek, apa ada hal mencurigakan?" tanya Semesta, tetapi Hoetaek menggeleng. Semesta menghela napas. "Sial, tidak remukkah badanmu berbaring selama enam jam, Taek?" tanya Semesta lagi.
Hoetaek bangkit duduk dan terkekeh. "Kalau kau mau mengambil waktu rehat sebentar, pergilah. Aku perhatikan dari tadi pandanganmu beralih ke lautan terus. Istirahatkan dirimu sejenak, partner, nanti kalau stress akan semakin tak fokus dirimu," ucap Hoetaek. Dia melirik Semesta, partner detektifnya, dan memberi senyuman meyakinkan.Semesta mengerutkan alisnya, layaknya mencari keyakinan di antara untaian kalimat partnernya. Terakhir kali Semesta pamit untuk beristirahat, mereka kehilangan jejak buruannya. Kala itu musim dingin di bawah nol derajat di bagian utara Mongolia, Semesta dan Hoetaek kekurangan bungkusan beras penghangat, sementara mereka telah menunggu di luar markas Mafia Jo kurang lebih tujuh jam.
Semesta pamit menghangatkan diri ke truk sewaan mereka yang terparkir jauh. Tadinya, Semesta akan digantikan rekan lain, tetapi sebab jauhnya jalan yang harus ditempuh, si rekan pengganti tak sampai ke tempat Hoetaek dan pemuda anti-dingin tersebut telah diseret seorang penjaga markas sementara bosnya, Jo Jinho, telah pergi ke tempat lain.
Pekerjaan Hoetaek dan Semesta memang sulit. Satu tahun lalu, mereka diberikan kasus untuk diselesaikan. Masa tenggatnya satu tahun dan mereka harus membawa pulang seorang mafia besar, Jo Jinho, ke sel penjara. Empat musim terlewati, masa tenggat telah habis, tetapi Hoetaek membujuk bos mereka untuk memberi dia dan partnernya kesempatan terakhir, yang mana mereka sudah yakin akan kematangan rencananya. Kembalilah Hoetaek dan Semesta ke musim awal saat mereka mulai menguntit si Mafia Jo. Pantai yang berbeda, tetapi situasi yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Frasa Semesta
FanfictionTidak peduli sesederhana apa pun sebuah peristiwa, semesta tetaplah menjadi saksi utamanya. Saat harapan digantungkan, ketulusan tergadaikan, atau justru kesedihan menjadi kemurnian hati menggapai kebahagiaan, empat musim yang bersisian selalu tepat...