Kanaya, Kanaya, Kanaya

32 8 0
                                    

By yellow-postitgirl

Tidak ada yang mengejar perempuan cantik itu hari ini, tapi dia tampak begitu terburu dengan tangannya menenteng tas piknik yang entah isinya apa —hanya terlihat berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada yang mengejar perempuan cantik itu hari ini, tapi dia tampak begitu terburu dengan tangannya menenteng tas piknik yang entah isinya apa —hanya terlihat berat. Selain itu, di tangan kanannya dia menggenggam sebuket bunga berwarna merah muda.

Oh, tampaknya sedang ada kencan.

Pelariannya itu terhenti di sebuah padang rumput yang luas. Cukup ramai di sana sore itu. Sejauh mata memandang, dia menemukan nyaris sepuluh tikar digelar dengan orang-orang yang sama-sama menikmati mentari sore. Entah dengan keluarga, berpasangan, atau sendirian.

Beruntung masih ada tempat kosong. Perempuan itu segera menurunkan keranjang pikniknya dan menggelar tikar bunga-bunganya, meletakkan buket yang dia bawa di atasnya, lalu menata barang-barang yang dia bawa di keranjang;

Buku, makanan-makanan manis, wine dan gelasnya, sebuah pemutar kaset mungil, yang terakhir adalah sepasang airpod. Pernak-pernik manis itu ditata sedemikian rupa hingga memenuhi tikar, menyisakan sedikit tempat untuknya duduk.

Perfect,” pekiknya.

Belum terlalu gelap juga tidak terlalu siang, pukul setengah lima sore adalah waktu yang tepat untuk bersantai. Perempuan bersurai ungu terang itu menyumpal telinganya dengan airpod, menyalakan pemutar kaset miliknya.

Rekaman lama milik seseorang yang pernah dia cinta, dengan namanya tertulis tiga kali di sampulnya.

Kanaya, Kanaya, Kanaya.

Namanya, Kanaya, dibisikkan.

Suara lembut menyapa rungunya, begitu nyaman mengalir dengan tenang. Perempuan itu Kanaya. Senyumnya terulas mendengar panggilan itu; dari seseorang favoritnya.

Bagaimana harimu, Kanaya?

Dia tersenyum. Ingin sekali hatinya menjawab baik, tapi Kanaya tidak ingin munafik. Harinya begitu kacau, dia nyaris lupa mengambil buket bunga pesanannya di florist, dia hampir menjatuhkan kue yang dia buat semalam, jangan lupa laporannya hari ini terkena noda kopi.

Kalau bisa, dan kalau diperbolehkan, Kanaya ingin berteriak sekeras-kerasnya. Dia sudah lelah.

Hei, jangan menangis. Kanayaku orang kuat.

Perempuan itu tertawa kecil, “Kanayamu yang dulu sudah tidak ada, Won. Kanaya yang itu telah pergi disapu hujan bunga sakura.”

Novel tebal di tangan Kanaya sekarang berganti dengan buku catatan. Si cantik itu mengambil pena biru tuanya, berniat menulis sesuatu.

Sesuatu tentang Shinwonnya.

Apa kamu masih menulis tentangku?

Kanaya tertawa.

Sudut Frasa SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang