Di sepertiga malam. Hujan turun begitu deras di luar sana, menyejukkan, membuat siapa saja melanjutkan mimpi dengan tenang, tapi tidak dengan Rania.
Perempuan itu, melipat mukena berwarna merah muda, matanya tampak sembab, sisa-sisa luka ada disana. Ada rasa sedikit lega setelah bercerita kepada sang pembuat kehidupan.
Rania berjalan menuju jendela lebar, mengarah ke pantai Jogja, ada rasa sepi yang hadir kembali. Kesepian yang tidak pertama kali dia dekap sendirian, sama saat dia mencoba bertahan saat ayahnya pergi, seharusnya kali ini dia semakin berani. Raditya, kembali bayangan lelaki itu lekat di matanya, senyumnya, dan semua yang ada pada Raditya membuat Rania bertahan untuk tidak memberikan hatinya kepada siapapun, bahkan Rania baru sadar itu sudah terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu. Dan tanpa Rania minta ingatan itu kembali begitu saja
flash back
Rania berlari sekuat tenaga, berulang kali dia melihat jam tangannya tidak tenang. hari pertama masuk kuliah, hari pertama masa orientasi siswa dia akan terlambat. Gedung farmasi sudah terlihat di depan mata, dengan sisa tenaga Rania dengan perut kosong sudah mulai kelelahan, semalaman dia tidak tidur menjaga ayahnya yang masuk rumah sakit.
Setelah sampai Rania celingak-celinguk mencari sekumpulan mahasiswa baru yang dia temukan sedang duduk dihalaman kampus sambil mendengar kakak-kakak BEM memberi petuah. Rania menyusup ke kerumunan mahasiswa baru, ikut duduk berharap tak ada yang melihatnya, namun dugaan Rania salah.
"Heiiiiii anak baru yang pakai jilbab, jam berapa ini?!" salah satu mahasiswi perempuan, berambut sebahu, bersuara keras tentu saja, karena tanpa mikrofon mampu membuat semua mata menoleh pada sumber yang dimaksud mahasiswa tersebut, siapa lagi kalau bukan Rania.
Rania memejamkan mata sebentar, pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti. Dengan lunglai dia maju ke depan. Baiklah dia akan menjadi tontonan yang menarik sebentar lagi, batin Rania kesal
"Telat ya lo?!" tanya mahasiswi yang dipanggil Vira oleh teman-temannya
Rania melihat ada empat mahasiswa disana, kakak tingkat BEM yang mengisi acara MOST, dua perempuan dan dua pria, semua melihat ke arah Rania.
"Maaf kak" jawab Rania, perutnya semakin merintih tidak karuan, keringat dingin juga keluar, sepertinya badannya sedang tidak sehat sekarang.
"ini ni....baru jadi mahasiswa baru aja sudah berani terlambat, gimana kalau jadi pejabat negara heh!" bentak Vira penuh amarah, membuat sebagian mahasiswa baru yang masih duduk di halaman yang mulai panas, bergidik ngeri, tidak membayangkan nasib Rania selanjutnya.
"Maaf kak, saya salah" ucap Rania lagi
"Enak aja lo minta maaf, kenapa lo tadi langsung masuk ke barisan, gak laporan dulu sama kita! Enaknya kita apain ya Dan?" tanya Vira ke temannya yang bernama Dani
"Udahlah Vir, kita lanjutin sosialisasi kegiatan ekstra dulu aja, kasihan tuh anak-anak udah kaya cacing kepanasan?" usul pemuda yang memakai kemeja hitam dengan kulit lebih gelap.
"Enak aja, mau dilepasin cewek kecentilan ini seenaknya, gak bisa! ujar Vira gusar.
"Lex, kita ajak anak MABA keliling kampus aja ya, ntar malah acaranya molor lagi"
"Yuk, lo nyusul aja ya Vir, jangan lama-lama, kasihan tu anak udah pucat, kita duluan" mereka bertiga beranjak pergi, meninggalkan Rania dan Vira di halaman kampus
"Oke, lo ngabisin waktu gue aja! oke berdiri disini sampai mahasiwa lain selesai keliling kampus, awas kalau lo berani duduk atau pergi!" ancam Vira kemudian berlalu menyusul teman-temannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania dan Raditya
General FictionRania Zada Kirana harus rela menikah dengan anak pemilik perusahaan tempat dia bekerja demi operasi ibu,hutang keluarga dan sekolah adiknya. Mampukah Rania menghadapi suami yang bahkan mungkin tidak menginginkan pernikahan ini? Raditya Putra Santosa...