Rania terdiam,diketuk ketukkan jarinya di atas meja,menandakan kegelisahan yang dia rasakan. Sedikit menyesali kebodohan atas apa yang membawanya ke ruangan ini. Sempat berfikir untuk berbalik, sepertinya tidak mungkin,bayangan adik dan ibunya sedikit meneguhkan niatnya, dia membutuhkan uang.
"Jadi apa yang membawamu ke ruangan saya Rania?" Hendra Santoso duduk santai di belakang meja kerjanya. Siapa yang tidak mengenal Hendra Santoso, pemilik perusahaan farmasi terbesar di Indonesia. Perusahaan yang memiliki kredibilitas yang baik di mata nasional,bahkan perusahaannya mulai melebarkan sayap ke kancah internasional.
Rania menarik nafas panjang, membenarkan posisi duduknya, mengucap lirih bismillah untuk mengawali semua ini."Maafkan saya sebelumnya pak,saya lancang berani datang ke ruangan bapak, apalagi saya baru tiga bulan bekerja disini. Saya juga sudah membaca dan memahami aturan perusahaan untuk staff baru,jadi saya langsung menemui pak Hendra terkait permohonan saya ini. Jadi sebenarnya maksud dan tujuan saya adalah...ehm,,saya ingin...
"Berapa yang kamu butuhkan?" Pertanyaan sederhana Hendra Santoso membuat Rania kaget dan bingung sekali waktu,apalagi dia belum menyelesaikan kalimatnya
"Darimana Pak Hendra tahu apa yang ingin saya ajukan? Iya saya mau meminjam uang perusahaan dan dalam jumlah yang tidak sedikit" kembali Rania memainkan jarinya,berusaha menekan rasa cemasnya.
Hendra Santoso tersenyum, ingatannya melayang ke waktu tiga bulan yang lalu,saat gadis itu masuk ke ruangan nya untuk interview tahap akhir.Tatapan optimis, semangat tinggi dan tentu saja cerdas. Masih menyandang status mahasiswa S2 Farmasi dengan beasiswa tak menyurutkan tekad Rania bekerja. Awalnya Hendra sedikit ragu,tapi setelah lulus magang satu bulan, Rania resmi menjadi staff produksi. Walau dalam status karyawan kontrak Rania membuktikan tanggung jawab,loyalitas dan kemampuannya dalam bekerja. Gadis yang tidak biasa, yang beribadah tepat waktu dan selalu positif dalam berprasangka. Bagaimana cara orang tuanya mendidik?. Penasaran,Hendra sempat menyuruh sopir pribadinya untuk mencari informasi mengenai Rania. Rania yang hidupnya tak mudah, membuat nilai Rania di mata Hendra Santoso naik satu level.
Hendra berdiri mendekati jendela ruangannya, di hatinya selalu tercuat nyeri,mendapati Rania dan membandingkan dengan Raditya anak semata wayangnya yang hidup bergelimang harta, penuh kemudahan. Anak semata wayang yang seharusnya sudah lulus sarjana empat tahun lalu,anak yang seharusnya duduk di posisinya sekarang. Hendra menarik nafas panjang, dipikirannya tiba tiba terbersit Ilham begitu saja, senyumnya kembali terkembang.
"Kamu butuh berapa Rania? 10 juta? 20 juta? 100 juta? Sebutkan saja?" ringan sekali Hendra menyebut nominal tersebut,seakan hanya menawarkan permen pada anak kecil
Rania menelan ludah, bernegosiasi dengan kehidupan nya yang tak berwarna,operasi ibunya? Hutang keluarga? Biaya sekolah Ragil?. Tapi cukup kah gajinya mengganti semua ini?. Apa yang bisa dia janjikan? Sertifikat rumah? Bahkan Rania dan keluarganya hidup di rumah kontrakan,setelah usaha ayahnya bangkrut lima tahun yang lalu. Surat kepemilikan kendaraan? Jangankan mobil mewah,Rania setiap hari kemana mana dengan motor butut milik ayahnya. Tapi bisa apa Rania sekarang? Ibu dan adiknya adalah prioritas utama. Terkadang berat dirasa Rania hidupnya, warna abu abu yg dilihatnya, tapi setidaknya masih ada warna yang terlihat,tidak gelap sama sekali, dan itu layak disyukuri bukan?. Tak layak menyerah sekarang
" 100 juta" Rania mengucap mantap. Saya akan melunasi dengan gaji saya selama saya bekerja disini. Mohon maaf saya tidak bisa memberi jaminan apapun kepada pak Hendra dan perusahaan, insyAllah saya tidak akan ingkar. Saya akan melaksanakan apapun tugas dari pak Hendra dan perusahaan selama tidak melanggar larangan agama yang saya yakini"
"Saya tidak hanya akan meminjamkan 100 juta buat kamu, bahkan saya akan memberikannya dengan satu tugas dari saya sebagai syarat" Hendra Santoso mencoba mengendalikan negosiasi, posisinya di atas angin memang. Hendra Santoso bukan orang yang jahat, terkenal tegas dan bijaksana, dermawan pula. Namun, kesempatan ini tidak akan datang lagi,kesempatan untuk memperbaiki sikap anak semata wayangnya. Cukup sudah selama ini Hendra memanjakannya dengan limpahan harta,berharap bisa menggantikan ketidakhadiran istrinya yang tiada. Kesalahan tidak dapat dihapus memang, Hendra salah mendidik anaknya,namun kesalahan bisa dihentikan dan harus dia perbaiki.
" Akan saya lakukan, asal tidak bertolak belakang dengan ajaran agama saya" Rania menegaskan kembali, ada pertanyaan besar terkait pekerjaan 100 juta itu. Membuat obat baru? Formula baru atau protap baru? Rania mulai menebak nebak
" Tidak Rania, saya tahu kamu gadis baik,gadis terhormat"
" Alhamdulillah, terimakasih pak Hendra atas pengertiannya" Rania menarik nafas lega,membenarkan posisi kacamatanya yang melorot. sedikit beban dan harapan tersirat di wajah ayu itu. " lalu apa yang bisa saya kerjakan, saya siap"
Hendra Santoso kembali duduk, kali ini memilih kursi di hadapan Rania, memandang serius ke arah Rania. "Kamu punya pacar? Tunangan mungkin?"
"Maaf pak saya tidak mengenal pacaran dalam kamus hidup saya" Rania menjawab lugas,walau sedikit bingung akan arah pembicaraan Hendra Santoso. " Jadi bapak bisa tenang, kehidupan pribadi saya tidak akan mempengaruhi tugas yang bapak berikan"
"Bagus! Karena saya ingin kamu menikah dengan anak saya"
"Mohon maaf pak, saya kurang paham maksud pak Hendra?" Rania merasa ada yang salah dengan permintaan atasannya tersebut
"Kalau kamu setuju menikah dengan Raditya anak saya,saya akan berikan uang itu, saya berikan waktu 24 jam untuk kamu mengambil keputusan"
Rania diam, apapun akan dipertaruhkan untuk Ibu dan Ragil adiknya,tapi menikah tidak ada dalam list Rania. Rania bingung, sepertinya dia butuh mengadu kepada sang Pencipta, ujian apalagi ya Allah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania dan Raditya
Ficção GeralRania Zada Kirana harus rela menikah dengan anak pemilik perusahaan tempat dia bekerja demi operasi ibu,hutang keluarga dan sekolah adiknya. Mampukah Rania menghadapi suami yang bahkan mungkin tidak menginginkan pernikahan ini? Raditya Putra Santosa...