Hari minggu, suasana salah satu sel wanita di kota besar itu sudah mulai bergeliat. Para tahanan termasuk salah satu perempuan yang mengikat rambutnya tinggi ke atas sedang asik memperhatikan pengajar di depan kelas. Di dalam sel tersebut memang diadakan beberapa agenda untuk meningkatkan ketrampilan narapidana supaya mereka bisa memulai usaha baru jika memiliki ketrampilan, dan hari ini adalah jadwal kursus memasak, salah satu kegiatan yang begitu digemari perempuan itu di dalam pedihnya masa tahanan. Mirna.
"Tidak susah bukan membuat kue?" Tanya koki, dibalas anggukan semangat oleh peserta kelas. "Baik teman-teman kelas hari ini kita akhiri, kita bertemu lagi Minggu depan. Silakan browniesnya boleh dicicipi" koki ayu itu menutup kelas dan beranjak pergi meninggalkan ruangan kursus.
Mirna menghembuskan napas panjang, beranjak dari tempat duduk, dia tidak ikut berdesakan berebut brownies karena tadi dia sempat diminta koki maju kedepan membatu sedikit. Dia ingin mencari udara segar di lorong sel, sebelum jadwal sarapan tiba. Tapi baru sebentar dia berjalan, kepala penjara memanggilnya."Mbak Mirna ada yang mengunjungi anda? Silakan ikut saya!"
Mirna mengernyitkan dahi, siapa pagi seperti ini? Orangtuanya bahkan tidak ada di kota ini? Sanak saudaranya mungkin sudah melupakannya. " Siapa?" Tanya Mirna enggan bertemu siapapun
" Mari! Nanti anda akan tahu sendiri" jawab kepala penjara
Mirna mengikuti pria setengah baya itu berjalan menuju ruang depan, penasaran dengan pengunjung yang datang, dan benar saja Mirna terpaku melihat pria itu, lagi.
"Radit" Mirna menatap sosok di hadapannya nanar, air matanya sudah di ujung
Raditya tersenyum, tak ada kemarahan, tak ada dendam tersimpan di wajahnya. "Apa kabar Mirna?"
Dan pertanyaan itu sudah tak mampu menahan air matanya meluncur deras. Kenangan akan perbuatan jahatnya ke Rania ikut mengalir dalam otak Mirna, penyesalannya begitu dalam, Mirna merasa bersalah, Dia merasa jahat dan memang pantas menerima ini semua. Dan lihatlah pria ini datang tidak memaki atau menamparnya?
"Aku minta maaf, Rania bagaimana?" Tanya Mirna setelah bersusah payah menyibak suara dari tangisnya
" Rania sudah memaafkanmu, aku juga akan memaafkanmu" Mirna mengangkat wajahnya, tidak mempercayai pendengarannya
Raditya mengangguk, setelah satu tahun berjalan dia baru memberanikan diri mengunjungi Mirna, keegoisan gadis ini yang mendorongnya sampai bertindak di luar batas tak luput dari rasa kecewa yang tinggi kepadanya, dia merasa ikut bersalah. Dan secuil email yang diam- diam dia baca di laptop Mia dari Rania membawanya kesini. Rania memafkan Mirna,dia menyampaikan kepada Mia untuk menyampaikan pesan itu ke Mirna, tapi sepertinya Mia belum ada waktu, jadi dia memutuskan disini, pagi ini.
Raditya melepaskan napas panjang, meredam segala kerinduan hebat yang bisa membuatnya gila setiap saat, tak ada pesan Rania padanya sama sekali , hanya sekilas dari cerita Mia atau email yang diam-diam dia curi baca dari Mia, dan sungguh perempuan itu sungguh tega.
"Aku menyesal" ucap Mirna lagi, " titip salam untuk Rania, dia begitu baik"
"Aku juga bersalah,membuatmu bertindak sejauh ini"
"Tidak,bukan kamu" Mirna menggeleng, "awalnya aku menyalahkan keadaan, menyalahkan mu karena meninggalkanku, menyalahkan keadaan keluargaku, aku mengingkari kesalahanku, tapi selama disini setahun ini, mempelajari banyak hal, beribadah lebih baik lagi, aku sadar, aku seharusnya tak menyuruh orang menusuk Rania. Lihatlah, dia bahkan membuamu kesini, memaafkanku"
Raditya tersenyum, melihat cara bicara Mirna, membuatnya mengerti perempuan itu berubah. "Iya, Rania wanita hebat. Dia tidak bisa kesini saat ini, karena dia tidak di Indonesia, mungkin nanti kalian bisa bertemu di kondisi yang lebih baik, atau bahkan saat masa tahananmu selesai"
"Kemana Rania? Dia pergi meninggalkanmu?" Tanya Mirna penasaran
" Hmm, bisa dibilang begitu, aku juga sedang ada di masa hukuman Mir, menunggu dalam rindu yang berat, entah saat nanti dia masih memiliki perasaan yang sama atau sudah berubah"
" Maafkan aku, aku yang membuat kalian begini, dan aku tidak bisa melakukan apapun" ucap Mirna sedih
"Bukan Mirna, semua memang harus kita jalani dengan baik. Hiduplah dengan baik. Harapan Rania adalah kamu dapat menjalani masa hukuman tanpa rasa bersalah lagi, dengan memaafkanmu dia mencoba membuatmu menatap kembali, bahwa di luar sini masa depanmu masih ada. Allah akan selalu ada di sisi orang- orang yang mau memperbaiki diri dan bertaubat"
Mirna mengangguk, hatinya menghangat, jika ada kesempatan nanti dia akan meminta maaf secara langsung kepada Rania. " Mari kita jalani hukuman ini dengan baik. Jangan lepaskan Rania, tak akan ada lagi wanita seperti dia, hatinya sungguh mulia"
Raditya mengangguk setuju. Mereka tersenyum, melepaskan beban.
"Mari kita berteman?" Raditya mengulurkan tangan
Mirna awalnya ragu, merasa tak pantas bahkan menjadi teman dari suami korban
"Mari kita jalani hukuman ini dengan tegar" Radit masih menggantung tangannya di udara
"Baiklah" kata Mirna
Dan mereka mengakhiri hari, membuang dendam dan kebencian, menapaki hidup lebih baik lagi dalam pemahaman baru
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania dan Raditya
Ficção GeralRania Zada Kirana harus rela menikah dengan anak pemilik perusahaan tempat dia bekerja demi operasi ibu,hutang keluarga dan sekolah adiknya. Mampukah Rania menghadapi suami yang bahkan mungkin tidak menginginkan pernikahan ini? Raditya Putra Santosa...