Tertikam Rindu

697 38 0
                                    

Awal hari telah dimulai kembali, ditandai selesainya malam, redupnya cahaya bintang. Suara adzan berkumandang dari toa masjid yang tak jauh dari rumah berwarna coklat itu. Rumah mungil yang sebulan ini dihuni Raditya seorang diri.

Dikerjapkan mata yang masih berat berulangkali, disandarkan badannya yang sama malasnya. Biasanya kalau pagi begini, Rania sudah repot membangunkannya untuk sembahyang subuh berjamaah. Ah, Rania, kenapa setiap mengingatnya, ada sebagian hati yang tersayat perih.

Raditya bangkit, disibakkan rambutnya yang sudah memanjang, dibiarkan awut-awutan. Tak ada lagi suara protes wanita itu terdengar, lagi hati Raditya tersayat perih.

Raditya mengambil wudhu, menguatkan hati untuk bertahan,setiap sudut rumah ini seakan menikam hatinya. Semua penuh dengan Rania. Bahkan kemarin tanpa dia sadari, Raditya berdiri lama sekali di dapur, tempat favorit Rania dalam rumah itu, setiap masakannya tak pernah tidak lezat, Raditya rindu makanan buatan Rania, bahkan kini mungkin dia rindu Rania.
Rindu yang berkali-kali coba dia tepis, dia bunuh dengan segala aktivitas di kampus, di kantor, bahkan kebersamaan dengan Mirna sudah tak sama lagi.
***
Raditya menengadahkan tangan, meminta segala sesuatu yang terbaik baginya, bagi Rania. Memohon petunjuk tentang hatinya yang sering berubah-ubah. Meminta kemantapan, tentang jodoh yang membawa kebaikan, membawa berkah. Hanya pasrah yang bisa dia lakukan, tapi kalau hanya diam, Rania mungkin akan benar hilang dari hidupnya. Apakah Raditya siap? Kalau Allah memberikan Rania jodoh yang lebih baik darinya? Bukankah selama ini Raditya hanya menyakiti hati Rania?. Ya Allah beri hamba petunjuk!
***

Peluh bercucuran di kening lelaki jangkung itu, rambut ikal panjangnya sengaja diikat begitu saja, dagunya mulai ditumbuhi rambut halus tak rapi, wajahnya sedikit tirus. Yah, lelaki itu seakan malas merawat dirinya, dilakukan banyak hal untuk bertahan. Joging setiap pagi, belajar karate sepulang kantor seminggu 2x. Mungkin benar, dia bisa bertahan lebih baik terhadap serangan atau kejahatan secara fisik, tapi bagaimana dengan jiwanya?. Mati-matian terlihat baik-baik saja, berusaha keras seperti tak terjadi apa-apa, menguarkan ketenangan yang rupanya hampa. Lelaki itu adalah Raditya.

Masih sambil mengayunkan kaki berteman lagu dari aplikasi di smartphone nya, suara merdu "Daniel Bedingfield" menemani joging Minggu pagi ini

If I don't need you, then why am I crying on my bed?

If I don't need you, then why does your name resound in my head?

If you're not for me, then why does this distance name my life?

If you're not for me, then why do I dream of you as my wife?

I don't know why you're so far away

But I know that this much is true

We'll make it through and I hope

You are the one I share my life with

Raditya menghentikan larinya, nafasnya terengah-engah. Lirik lagu itu seakan menampar kesadarannya. Bagaimana selama ini dia selalu memikirkan Rania walau bersama Mirna, bayangan Rania tak juga hilang walau dia lakukan apapun untuk mengusirnya, semua jelas seharusnya. Raditya membutuhkan Rania. Raditya merasa bodoh, tak menyadarinya dari awal, tak memilih tinggal bersama Rania di Jogja dulu. Raditya menyesal sekarang, dia harus bertemu Rania, dia harus membuat Rania kembali padanya.

Alarm di smartphone merobek lamunannya, dibaca reminder di sana, sidang tesis Rania jam 10.00. "Rania hari ini sidang tesis, kesempatanku bertemu dengannya dan memperbaiki semua" Raditya begitu semangat, tapi sebelum itu ada satu hal yang perlu dia selesaikan. Raditya memencet tombol dial, suara Mirna terdengar dari seberang. "Hai Mirna bisa kita ketemu sekarang?"
***
"Sayang, kamu jangan bercanda deh! Ini gak lucu?" Mirna mencoba menyangkal apa yang baru saja dia dengar, pria yang setahun lebih bersamanya, pria yang diimpikannya menjadi suami, meminta hubungan mereka di akhiri.

Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang