Kunjungan Ibu

602 37 0
                                    

Siang hari, setelah mengikuti meeting yang panjang dan membosankan, perut Raditya merasa lapar, sambil menimbang-nimbang menu makanan, bayangan Rania berkelebat di pikiran. Pagi ini istrinya lebih banyak diam, sarapan pun terlihat malas-malasan. Mungkinkah Rania marah, tapi marah untuk apa?. Bukankah kemarin dia yang berduaan dengan pak Arman?. Mungkin, badannya belum fit, sehingga tak terlihat semangat seperti biasanya. Ah,gue samperin aja ah! Pikir Raditya, mana tahu bisa makan siang bersama, harapnya senang. Kenapa gue senyum sendiri? Makan siang sama Rania kan biasa saja! Kembali batin Raditya bertengkar sendiri

***
"Makan siang bareng yuk Ran!" Rio, lelaki jangkung wakil manager produksi, mengajak Rania yang masih berkutat dengan laptopnya untuk sekedar mengisi perut.

Siang itu, ada diskusi kecil terkait Standar Operasional Prosedur alat produksi yang baru datang beberapa hari lalu, terkait kalibrasi, personil yang kompeten, dan masalah validitas produksi tentu saja. Rio yang diam-diam menaruh hati dengan gadis berjilbab yang merupakan bawahannya langsung itu, tak membuang kesempatan untuk mendekati Rania. Rio memang baru bergabung di perusahaan sebulan yang lalu, sebelumnya dia ada di cabang perusahan luar provinsi, Rio tak tahu menahu kalau sebenarnya Rania sudah memiliki suami.
Setiap hari gadis itu lebih sering pulang-berangkat kerja sendiri, makan siang pun lebih sering membawa bekal, tak ada tanda- tanda dekat dengan pria manapun.

"Maaf pak Rio, saya mau menyelesaikan ini sebentar!" Tolak Rania halus, walau memang dia tak berniat sama sekali menanggapi tawaran Rio.

"Ayolah Rania sekali ini saja, nanti aku bantuin deh kerjaan kamu" Rio mendekat ke meja Rania, melancarkan bujukannya.

"Maaf pak Rio, saya belum lapar" Rania menolak kedua kalinya

"Atau, saya pesankan makanan ya, delivery biar kita bisa makan disini saja?" Rio bersikeras

Rania bingung sendiri, merasa kewalahan dan sungkan secara bersamaan terus menolak ajakan pak Rio,dia sibuk memikirkan kalimat penyelamatan, tapi tidak menyinggung atasannya tersebut.
"Maaf pak....saya...

"Rania sudah ada janji makan siang dengan saya...." Tiba-tiba Raditya muncul di ruangan Rania, bersamaan dengan itu Rania mengucap syukur dalam hati

Rio sedikit terkejut dengan kehadiran Raditya. "Oh, kamu sudah ada janji ya Rania, dengan?

Raditya mengulurkan tangannya, disambut oleh Rio." Saya Raditya, suami Rania"menyebutnya dengan sangat yakin, menguburkan harapan Rio seketika.

***
"Ran, lo harus lebih hati-hati lain kali sama siapa tadi, atasan kamu!"

"Kenapa?" Tanya Rania, kini mereka tengah makan siang di sebuah resto yang tak jauh dari kantor

"Lelaki itu tidak benar, tidak baik. Feeling gue gak enak sama dia!"

"Bukan itu?"

"Lalu?"

"Kenapa, kamu bilang, kamu suami aku?"

"Emang gue bilang begitu?" Raditya pura-pura bodoh. Padahal dia sadar apa yang dia ucapkan tadi. Demi melindungi Rania dari lelaki hidung belang, dan demi agar Rio tahu, Rania memang miliknya. Milik Raditya."Kapan? Gue lupa tadi bilang apa?"

"Sudahlah, lupakan saja!. Sore ini aku mau pulang ke rumah ibu, menginap sehari disana!" Rania memang ingin kembali menghindari Raditya malam ini, mengistirahatkan perasaannya sejenak, pulang ke pangkuan ibu, akan sedikit memberi terapi hatinya yang sudah sakit stadium lanjut.

"Gue boleh ikut?"

"Gak, disana kamarku sempit, dan sandiwara pernikahan kita bisa ketahuan sama ibu, kamu bisa pergi sama siapa dan kemanapun kamu mau"

Dirumah sendiri? Separuh hati Raditya merasa enggan, tapi dia tak punya alasan melarang istrinya pergi. "Oke, gue anter"

***

Raditya dan Rania syok bersamaan tanpa dikomando, rencana Rania untuk mengambil baju ganti lalu pergi ke rumah ibunya gagal sudah. Karena Neni,ibu Rania sudah duduk di teras rumah mungil mereka, tampak sengaja menunggu mereka pulang.

"Ibuk, ibu kesini sama siapa? Baru Rania mau kerumah ibu" Rania mencium tangan ibunya penuh hormat. Raditya yang melihatnya,ikut mencium tangan Neni.

Neni tersenyum, senyum yang menyamarkan kerut di wajah nya yang mulai menua."ibu kangen kamu, makanya ibu kesini, tadi dianter sama Ragil, tapi buru-buru pulang, mau footsal katanya"

"Ibuuuu,,, Rania juga kangeeennnn!" Rania memeluk ibunya, tampak mata nya berkaca-kaca.

"Ran,ibuk diajak masuk yuk, di luar dingin"

"Yuk masuk buk, nanti Rania masakin  soto kesukaan ibuk" Rania menuntun ibu nya masuk ke rumah mungil mereka.

***
"Ran,,sini sebentar..!!" Raditya berbisik-bisik, memanggil istrinya yang sedang sibuk membuatkan teh untuk ibu

"Apaan sih?" Rania protes, walaupun mendekat juga

"Tadi ibuk bilang mau nginep disini"

"Trus masalah nya apa?" Tanya Rania polos

"Astaga Rania, kamar di rumah ini cuma ada dua, dan kita tidur terpisah, maksud gue,lo paham kan?"

"Ya Allah!!,adugh gimana nih, kalau ibu tau selama ini kita beda kamar, adugh! belum siap menjelaskan sekarang, gimana nih Dit?" Rania kini sadar perkaranya dimana. Siapa yang menyangka, mendapat kunjungan mendadak ibu seperti ini.

"Ya udah gini aja, lo ajak ngobrol ibuk di depan ya, nanti barang-barang lo gue angkutan sebagian ke kamar gue, biar nanti ibuk tidur di kamar lo"

"Trus aku tidur dimana? Di kamar kamu?" Tanya Rania belum paham

"Ya mau gimana? Tenang aja, gue gak bakal ngapa-ngapain Lo" jawab Raditya santai

"Oh,,iya ya,, oke" akhirnya Rania mengangguk juga. "Ya udah gih, bawa teh nya buat ibu, aku masak sebentar"
***
" Loh kok nak Radit yang bawain teh? Ranianya mana?"

" Tidak apa-apa buk, Rania baru sibuk memasak" kata Raditya yang kini ikut duduk dan menyeruput teh hangatnya.

"Terimakasih ya nak, sudah menjaga Rania dengan baik" kata Neni dengan senyum tulus kepada menantunya.

Raditya hanya bisa mengangguk setengah hati. Kalau sering bertengkar dengan Rania adalah nama lain dari menjaga, kalau sering membuat gadis itu menangis adalah sinonim dari menjaga, kalau kebersamaan dengan Mirna adalah bentuk dari menjaga, mungkin benar Raditya telah menjaga Rania selama ini.

"Ibu boleh bercerita sesuatu?" Pertanyaan Neni membuyarkan lamunan Raditya.

"Boleh dong buk, Raditya akan senang hati mendengarnya," kata Raditya sungguh-sungguh

" Rania itu, anak ibu yang paling bertanggung jawab. Sejak ayahnya meninggal lima tahun lalu, usaha keluarga kami ikut terpuruk. Bahkan rumah kami ditarik bank, karena hutang perusahaan. Sejak itu kami mengontrak. Ibu depresi, frustasi belum bisa mengikhlaskan kepergian ayah Rani, ibu sakit-sakitan, terakhir sebelum kalian menikah ibu terjatuh dan kecelakaan, entah dimana Rania mampu menghadapi semua, bahkan ibu yang harusnya menguatkan malah menjadi beban." Neni diam, dialirkan teh hangat ke tenggorokannya, berharap bisa ikut mengikis pedih itu.

Raditya memang pernah dengar dari Ayahnya sekilas, ibu Rania sedang operasi kala itu.

"Rania ternyata bekerja sambil kuliah, sambil merawat ibu, dan terus berusaha tegar,agar tetap menjadi panutan untuk adiknya, Ragil. Terus tersenyum, seolah-olah semua baik-baik saja. Itulah Rania anak ibu, yang sekarang menjadi istri nak Radit. Rania itu, lebih memikirkan orang lain, daripada dirinya sendiri. Dari luar saja dia sering kelihatan baik-baik saja, dia paling pintar menyembunyikan kesedihan. Semoga, Rania yang ibu lihat hari ini, adalah Rania yang sebenarnya. Untuk itu, ibu berterimakasih pada kamu"

Raditya merasakan sesuatu menyelusup hatinya, mendengar kisah hidup Rania membuat dirinya merasa kerdil, dengan segala kemudahan hidup yang dia jalani selama ini. Sesuatu yang mirip seperti rasa bersalah.

"Ibu percaya dengan Nak Radit, tolong buat anak ibu bahagia" Neni mengusap lembut lengan menantunya.

Raditya kembali mengangguk, anggukan yang penuh beban, yang sampai detik ini hanya memiliki definisi bias untuk Radit. Entahlah!.














Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang