Dini hari telah terlewati, Akbar melirik jam dinding yang detaknya terasa nyaring di sepinya malam. Akbar mematikan layar laptop, sudah hampir enam jam rupanya pria itu bergelut dengan pekerjaannya. Dia beranjak,mengambil air putih, sambil menyalakan sportify, istirahat sejenak.
Sambil menikmati hujan dari jendela, sayup-sayup suara merdu Ali Gatie mengalun indah
It's you
It's always you
If i'm ever gonna fall in love
I know it's gon be youIt's you
It's always you
Met a lot of people but
No body feels like youSo, please
Don't break my heartDon't tear me appart
Trust me I've been broken beforeDon't break me again
I am delicatePlease don't break my hear
Trust me I've been broken beforeI've been broken
Yeah, i know how it feels
To be open and the find out your love isn't realI'm still hurting
Yeah, i'm hurting insideI'm so scared to fall in love
But ITB it's you then I'll tryAda rasa perih yang menjalar pelan, perasaan pada Rania memang masih tersimpan sangat rapi, di tempat yang paling istimewa. Rania adalah pusat impian Akbar selama ini, mencintai dalam diam, terluka sendirian. Hanya Rania tak ada yang lain.
Akbar menghembuskan napas kasar, berusaha menyibak rindu yang terlarang, yang bisa membuatnya menjadi serakah setiap saat, apalagi saat ini Rania bersamanya di Jogja. Menikmati senyum itu setiap hari seharusnya membuat Akbar bersyukur dan belajar ikhlas, namun nyatanya air mata Rania kemarin membuatnya geram, Akbar hanya ingin Rania bahagia, sekalipun harus merebutnya dari Raditya. "Ya Allah, bolehkah Rania bahagia dengan saya? Aku mohon" Doa Akbar setiap malam selalu dia pilinkan ke langit.
Baiklah, Akbar mulai frustasi sekarang, terkait perasaannya, dia berdiri, Jalan-jalan si luar mungkin akan membuat perasannya lebih baik, kamar Rania berada satu lantai dengannya, mungkin Rania sudah bangun sepagi ini, siapa tahu Rania butuh kopi panas.
****Di sudut lain kamar hotel yang sama, seorang pria bersiap menggunakan hodie hitam, senada dengan warna celana jeans sobek sobeknya, masker dan topi gelap menyempurnakan penampilannya. Matanya menyipit, tanda senyum licik itu menyungging.
Beberapa menit yang lalu, instruksi sudah dia Terima. Dia akan melampiaskan dendamnya. Karena Rania,dia di pecat dari perusahaan dan sampai sekarang masih menjadi buronan polisi, paling tidak kalau dia tertangkap, perempuan itu harus merasakan akibatnya. Dan ketika tanpa sengaja Rania menginap di hotel yang sama dengannya, peluang itu seperti berpihak padanya. Pria itu memasukkan pisau lipat ke saku celananya, pagi buta, saat ini dia akan melancarkan aksinya.
***
Rania mendengarkan bel kamarnya berbunyi, jam empat pagi, bahkan adzan subuh belum berkumandang. Ragu-ragu Rania menuju pintu, namun setelah pesan wa Akbar tentang ajakan mencari cemilan, tanpa curiga Rania membukakan pintu.Rania tak bisa menyembunyikan rasa takut dan kagetnya, dihadapannya berdiri seorang laki-laki memakai masker dan topi hitam, mencekik lehernya kuat, Rania tak memiliki kesempatan untuk berteriak apalagi menutup pintu, kejadiannya begitu cepat. Lehernya terasa sakit, napasnya seakan habis, dia terdesak ke dinding, Rania mencoba melawan tapi kekuatan pria itu terlalu kuat.
"Ayo gadis nakal, tunjukkan perlawananmu?! " Suara pria itu tidak asing bagi Rania
"Le... Le... pas.. kan saya!"
"Hahahahahaha,,, dasar wanita murahan, waktumu sudah habis sekarang, sebut keinginan terakhirmu saat ini! " Lelaki itu semakin mencengkeram kuat leher Rania.
Rania pasrah, kalau memang waktunya sudah selesai, dia sudah pasrah. Ya Allah selamatkan aku, doa Rania dalam hati.
* * *
Akbar mengganti pakaian dan membersihkan diri sebelum bertemu Rania mengajaknya turun mencari makanan, entahlah bersama Rania membuatnya tidak percaya diri dan harus tampil keren. Raditya berjalan riang sambil bersiul menuju kamar Rania, namun suara gaduh di dalam ruangan membuat Akbar reflek mendobrak pintu kamar Rania dan menemukan seorang pria mengeluarkan pisau lipat dan mengarahkan pisau itu ke arah Rania. Akbar meninju pria tadi, yang sempat teralihkan konsentrasi karena kehadiran Akbar yang tiba-tiba.
Rania terduduk lemas, lehernya terasa sangat sakit, Akbar yang khawatir langsung menghampiri Rania, menolongnya. Namun, karena lengah Akbar tidak menyadari pergerakan pria tadi yang mengambil pisaunya di lantai, berniat menghunus punggung Akbar. Rania yang menyadari itu, reflek bergerak melindungi tubuh Akbar, sehingga pisau tersebut menggores perutnya, mengalirkan darah segar dari sana.
Akbar geram, amarahnya memuncak dengan kalap dia memukul pria itu bertubi tubi, mungkin bisa membunuhnya, suara rintihan Rania membuat Akbar melepaskan pria tadi, keselamatan Rania jauh lebih penting.
Akbar memapah Rania ke tempat tidur, luka Rania terlihat dalam, tanpa pikir panjang Akbar menggendong Rania, membawanya ke rumah sakit. Akbar mengemudikan mobil dengan kalap, khawatir, dan frustasi dalam waktu bersamaan. "Ya Allah aku ubah doaku selama ini, selamatkan Rania. Beri perempuan baik kesempatan untuk hidup dan bertahan. Dia telah memberikan nyawanya untuk menyelamatkanku. Aku tak berhak meminta lebih, aku ingin dia selamat Ya Allah. Aku mencintainya, tapi keselamatan Rania jauh lebih penting sekarang. Selamatkan dia ya Allah". Air mata Akbar mengalir, kalau boleh biarkan dia yang menggantikan posisi Rania saat ini. Akbar menginjak gas lebih dalam, melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimal
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania dan Raditya
Ficción GeneralRania Zada Kirana harus rela menikah dengan anak pemilik perusahaan tempat dia bekerja demi operasi ibu,hutang keluarga dan sekolah adiknya. Mampukah Rania menghadapi suami yang bahkan mungkin tidak menginginkan pernikahan ini? Raditya Putra Santosa...