Entah kenapa cuaca hari ini begitu panas, membuat jalanan macet ibu kota semakin terasa lama. Berulang kali Rania melirik jam tangannya, khawatir terlambat di sidang skripsi suaminya. Baru sekitar pukul 11.10 menit taksi yang mengantar Rania sampai di kampus. Dengan tergopoh-gopoh Rania berlari ke gedung Farmasi selatan perpustakaan sambil membawa sepasang boneka tedy yang memakai toga, sengaja memang Rania pesan untuk diberikan hari ini ke Raditya, simbolis wujud rasa syukur akan pencapaian Raditya selama ini. Raditya yang mati-matian memenuhi janjinya hari ini untuk lulus. Suaminya yang telah banyak berubah, membuat sedikit keyakinan Rania menguat.
"Ya Allah, lift pakai acara mati pula" Keluh Rania, yang dengan terpaksa harus berjalan sampai lantai empat. Dengan semangat Rania menuju ruangan Raditya sidang, dengan senyum yang tak henti mengembang, namun ternyata senyum itu tak bisa bertahan lama. Perempuan yang berada di hadapannya memaksanya mengingat semua luka.
"Hai Ran! " Sapa Mirna yang tampak duduk tenang di luar ruang sidang suaminya. Semua kemungkinan dipertaruhkan Rania di benaknya, hatinya kian resah, tak ingin menerima kenyataan tentang keberadaan Mirna yang ada kaitan dengan Raditya. Rania mengepalkan tangan, mencoba bersikap biasa, senormal mungkin, walau sungguh susah.
"Hai Mirna, kamu ada perlu apa disini? " Tanya Rania yang sebenarnya tak siap menerima jawaban apapun dari perempuan itu
Mirna tersenyum senang, beruntung tadi dia ke kampus dan tak sengaja melihat papan pengumuman sidang hari ini, akal liciknya bekerja, dan keterlambatan Rania datang seolah memberi celah untuk rencana jahatnya. " Menurut lo?. Tadi Raditya minta gue menunggunya sidang, sebagai pacar yang baik ya gue wajib suport dong" Mirna sengaja menekan kata pacar. "Raditya ada di dalam sudah mulai sidangnya, lo bisa tunggu kalau mau"
"Oh, kalau begitu aku duluan ya!"
"Oke, terserah lo! " Senyum sinis Mirna kembali muncul, dalam hati dia bersorak riang melihat punggung Rania semakin menjauh. Mirna tersenyum licik. "Ini baru awal Rania! " Kemudian dia juga berlalu meninggalkan kampus dengan sorak kemenangan
Sementara itu Rania memilih duduk di taman kampus, bulir bening tak mampu dibendung nya lagi. Luka yang berangsur membaik kembali basah. Setega itu Raditya padanya, memberi harapan semu. Salah Rania sendiri yang mudah percaya, yang memang begitu tulus mencintai suaminya. Ternyata apapun yang dilakukannya selama ini tak mampu membuat Raditya melupakan Mirna, buktinya keberadaan Mirna di hari penting ini, bahkan dia baru terlambat datang beberapa menit.
Entah apakah dia mampu bertemu Raditya di rumah, rasanya malas beranjak, hatinya begitu sesak.*****
Dua jam sidang Raditya berjalan lancar, semua pertanyaan dosen penguji hampir semua bisa terjawab dengan benar. Nilai memuaskan berhasil di kantonginya. Dengan muka berseri Raditya menyalami satu persatu dosen, termasuk Arman, tersenyum penuh penghargaan.Raditya keluar ruang sidang dengan rasa syukur yang melimpah, tak sabar menemui Rania yang pasti sudah menunggunya dengan cemas diluar ruangan, tapi begitu kecewa Raditya, karena wanita spesial itu tak ada disana. Mungkinkah Rania tidak datang? Mungkinkah sidang ini tak penting baginya?
Raditya menekan nomer Rania, tapi tak mendapat jawaban.
Cukup lama dia termenung, mengabsen segala kemungkinan ketidak hadiran istrinya hari ini, bayangan Akbar mau tak mau juga terseret, membuat hati Raditya bertambah kesal. Raditya memutuskan kembali ke rumah, namun pesan masuk dari Arman menghentikan niatnyaRania ada di taman kampus, datanglah, sepertinya dia sedang tidak baik-baik saja. Bunyi pesan tersebut.
Dengan berlari Raditya menuju tempat yang dimaksud, bayangan Arman sedang bersama Rania membuat kecepatan larinya bertambah.
"Rania, kamu disini ternyata? " Napas Raditya menderu, karena olahraga singkat lari dari lantai 4 sampai taman kampus. Tapi disisi lain hatinya lega tak ada Arman disana.
Rania terkejut, karena Radit menemukannya, dia sebenarnya masih ingin sendirian. Ingin sejenak menenangkan diri.
"Ini buat aku ya? " Raditya begitu senang, menemukan sejoli boneka tedy bear memakai toga, walau detik berikutnya dia sadar ada yang tak biasa dengan sikap Rania yang lebih banyak diam.
"Kamu sakit Rania?" Tanya Raditya khawatir, mendekati istrinya, menggenggam tangannya, memeriksa dahi Rania, kalau-kalau badannya panas.
"Sory aku terlambat datang!" Kata Rania pada akhirnya.
Raditya tersenyum, masih menggenggam tangan wanita itu. "Gak papa sayang, yang penting kamu ada disini sekarang"
Rania tersenyum kecut. " Kamu yakin kalau kehadiranku disini berguna? Kamu yakin aku penting buat kamu? "Tanya Rania, ditarik tangannya yang ada di genggaman Raditya.
" Aku gak paham, apa yang kamu katakan Rania, sebenarnya ada masalah apa? "
"Mungkin keberadaan Mirna menunggu kamu sidang bukan masalah buatmu, tapi asal kamu tahu Radit, kalau kamu peduli pada seseorang, kamu perlu menjaga hatinya"
"Mirna?" Tanya Radit tak mengerti.
"Kamu ternyata begitu mencintainya ya Dit? Aku tak mampu membuatmu menoleh padaku rupanya. Kamu bisa kembali ke Mirna, kapanpun kamu mau"
"Hei, sayang gak ada Mirna disini, tidak ada yang ingin bertemu Mirna. Kalau kamu ketemu Mirna, tak ada hubungannya denganku. Aku cinta sama kamu Rania, Mirna masalalu, dan sungguh aku tak pernah berhubungan dengan dia lagi, semua sudah berakhir. Percaya sama aku Ran"
"Ingin sekali aku percaya Dit, tapi entah aku Belu mampu untuk saat ini. Terlalu banyak hal yang membuatku ragu. Buktikan Dit, baru aku bisa percaya!
" Oke, pasti. Mirna itu masa lalu dan kamu, Rania adalah masa depanku" Tekad Raditya yakin. Kepalanya dipenuhi beberapa kemungkinan tentang tujuan Mirna melakukan ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania dan Raditya
Ficção GeralRania Zada Kirana harus rela menikah dengan anak pemilik perusahaan tempat dia bekerja demi operasi ibu,hutang keluarga dan sekolah adiknya. Mampukah Rania menghadapi suami yang bahkan mungkin tidak menginginkan pernikahan ini? Raditya Putra Santosa...