Hati yang Patah

547 22 0
                                    

Pagi ini Raditya bangun dengan semangat, rasa bahagia memenuhi hatinya. Kenyataan yang baru dia sadari setelah bertahun-tahun tentang perasaan Rania padanya. Raditya merasa tersanjung ada perempuan polos, baik, mandiri dan cerdas seperti Rania sudah lama menyimpan rasa untuknya. Rania bahkan tak terpengaruh dengan beberapa pria yang mendekatinya, walau dia sering membuatnya terluka. Rania yang cantik, pandai memasak, ah... Wajah istrinya dari semalam tak hilang dari pelupuk matanya, dia sungguh merindukannya, mencintainya bahkan.

Raditya bertekad akan menjaga Rania dan anak-anak mereka kelak dengan sepenuh hati. Baiklah, memikirkan anak-anak membuat angan-angan Raditya lari ke mana-mana. Rindu mata itu, aroma tubuh Rania...ya.ya... Raditya mungkin akan gila sebentar lagi kalau lebih lama berpisah dari istrinya itu.

Selepas sholat subuh Raditya mulai berkemas, menyiapkan beberapa pakaian kasual, piama tidur dan laptop. Dia tak mau ambil pusing dengan bawaan berat, nanti toh di Jogja dia bisa mengajak Rania berbelanja. Setelah membereskan beberapa jadwal pekerjaan hari ini yang memang tidak terlalu padat, karena hari ini Sabtu dan kantor tidak beroperasi, namun tetap saja harus ada agenda dia siapkan, mengingat Raditya belum tahu berapa lama dia akan di Jogja.

Manatahu Rania mengurungnya di kamar hotel beberapa hari. Raditya terkekeh sendiri, ketika pikiran pikiran aneh mulai menjalari otaknya. Tapi kan Rania istrinya, dia ingin anak-anak lucu lahir dari rahim istrinya, meneruskan segala bisnis dan usahanya. Mungkin kali ini Raditya akan sedikit memaksa istrinya, bila perlu dia beri Rania obat. Dia tak mau Rania pergi darinya.

Ok, Ready! Raditya tersenyum puas, menggendong ransel kesayangannya, melirik sebentar jam tangan. Masih jam 6 pagi, masih cukup waktunya. Pesawat terbang jam 8 pagi, apalagi ibukota seringnya macet. Raditya menyambar handphone dan kunci mobil di meja kerja, menimbang sebentar apakah perlu memberitahu Rania. Raditya menggeleng, memilih memberi kejutan.
***

Sementara di sudut lain kota Jogja, di sebuah baseman hotel bintang lima, seorang perempuan berambut panjang menghabiskan air mineral sekali teguk. Rasanya kerongkongan nya begitu kering, sudah sejak subuh tadi dia berada di dalam mobil. Wajahnya tidak tenang, ada raut khawatir yang begitu jelas tercetak di wajah dinginnya. Dia, adalah Mirna, dalang semua kejadian beberapa jam yang lalu atas rencana penusukan terhadap Rania. Dan mujur nya rencana memanfaatkan dendam Rio ke Rania berjalan lancar.

Sakit hatinya selama ini karena Raditya memilih Rania terbalaskan. Tapi di sisi lain, Rio berhasil ditangkap pihak berwajib atas laporan pria yang dipanggil Akbar oleh Rania. Sekali saja Rio menyebut namanya, Mirna akan terseret bersama Rio ke penjara. Dia tahu ini salah, tapi semua sudah terjadi bukan?. Mirna tertawa sinis, Rania tak boleh memiliki Raditya, jika dia juga tak bisa. Maka, sebelum Mirna memutuskan untuk mencari tempat persembunyian, sebelum menjadi tersangka, dia akan menyelesaikan semuanya.

Dibuka folder gambar di handphonenya, sampai dia temukan sebuah foto Akbar dan Rania dalam satu kamar, disana Akbar sedang memeriksa luka tusukan Rania tadi pagi, mereka berdua membelakangi kamera, jadi kenyataan yang sebenarnya tidak akan terlihat. Ya, Mirna ada ditempat kejadian saat itu, bersembunyi dengan rapi, sehingga bisa mengambil gambar yang bisa menimbulkan salah paham itu.

Mirna menarik napas panjang, dengan nomer barunya, dia mengirim foto tadi kepada Raditya. "Baiklah, Raditya, selamat menikmati kesalahpahaman ini! " Batin Mirna puas. Setelah mengirim pesan itu, Mirna memakai topinya, menginjak gas, berlalu, meninggalkan kenangan manis dengan Raditya, meninggalkan hatinya yang patah.

****
Sambil mendengarkan lagu di spotify, Raditya menunggu saat memasuki pesawat, 15 menit lagi. Raditya sampai bandara lebih awal, karena jalanan agak legang. Satu pesan masuk dari aplikasi wa, nomor tidak dikenal. "Dari siapa?" Ragu-ragu Raditya membuka pesan tersebut, tidak ada kata-kata, hanya sebuah gambar yang dikirim. Raditya semakin penasaran, ditekan file tersebut, menunggu loading untuk download selesai.

Mata Raditya membelalak mendapati foto Akbar dan Rania dalam sebuah kamar. Posisi Rania sedang berbaring, dan Akbar duduk di ranjang tersebut. Rahang Raditya mengeras, Buku-buku jarinya digenggam hingga terasa perih, baru satu menit yang lalu hatinya meluap kebahagian, sekarang dia harus menghadapi kenyataan yang sangat menyakitkan.

Hatinya patah berkeping-keping. Raditya terdiam cukup lama di tempat duduk, sampai kakinya enggan melangkah, dilewatkan begitu saja panggilan untuk segera masuk ke dalam pesawat. Raditya menatap nanar, menyaksikan dengan rasa sakit pesawat tujuan Jogja terbang meninggalkannya.

Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang