Cinta Pertama

511 25 0
                                    

Raditya menutup vidio call nya dengan Rania, memastikan keadaan istrinya baik- baik saja. Belum ada satu hari Rania di Jogja kerinduan sudah menguasainya, kalau bukan jabatan sebagai GM dan kesibukan yang tidak ada habisnya Raditya sudah pasti menyusul istrinya itu.

Waktu seakan berjalan begitu lambat jika perempuan itu tidak ada di sekitarnya, maka untuk mengurangi sedikit sepi, malam ini Raditya memutuskan menginap dirumah papa.

"Belum tidur Dit? " Hendra yang haus dan berniat mengambil air di dapur, menghampiri anak semata wayangnya, yang duduk santai di sisi kolam renang.

"Papa sendiri? " Raditya balik bertanya

"Papa haus tadi" Hendra ikut duduk di kursi tak jauh dari Raditya. Rasanya baru kemarin Raditya masuk sekolah Dasar, waktu terasa berjalan cepat bagi Hendra. "Papa bersyukur kamu pelan-pelan sudah bisa menerima Rania disisimu" Hendra membuka topik pembicaraan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak ngobrol sedekat ini.

"Sinar Rania terlalu terang pa, Pura-pura tak melihatnya selama ini, ternyata tak bisa menutupi kemilaunya"

Hendra terkekeh mendengar perumpaan Raditya. "Kamu mencintainya sekarang?"

"Sangat sulit, untuk tidak mencintainya, semua yang ada padanya selalu membuat Raditya kagum. Kalau boleh dibilang, Rania itu perempuan langka, sederhana tapi bersahaja"

"Alhamdulillah, kamu sadar pada akhirnya"

"Pa, boleh tanya sesuatu? " Kata Raditya. Pertanyaan yang seharusnya dia tujukan ke Rania. Raditya tampak menimbang sesuatu, sebelum akhirnya pertanyaan itu lolos dari mulutnya. "Apa alasan Rania setuju menikah dengan Radit? "

Hendra terdiam beberapa saat. Pernikahan terpaksa pada awalnya karena kepentingan masing-masing pihak. Rania dengan keadaan sulit keluarganya, Hendra dengan pertimbangan kebaikan Radit, dan Radit demi tak kehilangan warisan. Apakah itu perlu diungkap? Melihat keadaan yang sudah membaik sekarang. "Apa itu penting? Sama tidak pentingnya bukan seperti alasan kamu mau menikah dengan Rania? "

"Radit ingin menjadikan Rania istri sesungguhnya, memulai semua dari awal dengan baik, tanpa beban dan hal yang disembunyikan. Radit akan jujur ke Rania alasan mau menikah dengannya, biar kita ringan melangkah ke depan nanti ya"

Hendra menarik nafas, menghembuskan ya  cepat, tak ada yang salah dari argumen putranya. "Kesulitan keluarga Rania memaksa Rania berhutang kepada papa dengan bayaran menikah dengan kamu"

Raditya membenarkan posisi duduknya,menatap lurus ke mata papanya, memastikan pendengarannya tidak salah. "Maksud papa, Rania menikah dengan Radit demi uang ? Benar begitu? " Entah kenapa dada kiri Radit terasa nyeri, alasan ini tidak siap diterimanya.

"Rania sudah membayar lunas hutang itu Dit, jadi lupakanlah, papa juga bersalah terlibat dalam pernikahan terpaksa kalian, tapi jika kamu bisa bersyukur, semua sudah takdir dan kita bisa ambil sisi positifnya"

Raditya kehilangan kata, dia termenung cukup lama. Pernikahan karena uang
Apakah Rania selama ini benar mencintainya? Kenapa hatinya jauh menjadi ragu. "Andaikan" bukan karena hutang itu, apakah Rania mau menikah dengannya?

***
Rania memutuskan berjalan di atas pasir dengan kaki telanjang, menyusuri pantai sambil menunggu matahari terbenam, membuat hatinya sedikit tenang.

Apa yang terjadi dengan Raditya, sudah dua hari ini handphone nya tidak bisa dihubungi, seakan sengaja menghindar dari nya. Mengingat kemarin Rania memastikan keadaan Raditya yang baik-baik saja melalui sambungan telpon ke mertuanya. Apa ada yang salah? Atau apa Raditya berubah pikiran dan masih menyimpan Mirna di hatinya. Ah memikirkan segala kemungkinan yang tidak pasti membuat kepala Rania ingin meledak. Rania bisa saja pulang sekarang untuk memastikan, tapi selain karena masih ada urusan pekerjaan, Rania menjadi enggan, tak sanggup rasanya menerima kenyataan terburuk akan sikap Raditya belakangan ini. Hatinya tak siap terluka lagi, serpihan yang baru disatukan perlahan-lahan apakah akan kembali berserakan?. Entahlah, Rania mungkin harus menguatkan hati, sebelum kembali ke Jakarta dengan bermacam kemungkinan yang harus siap diterima.

"Melamun nya serius sekali Ran?" Suara Akbar membuat Rania terkejut. Pria itu sudah berganti pakaian santai, kaos polos berwarna putih dipadankan dengan jeans hitan selutut, tanpak bebetapa tahun terlihat lebih muda.

"Hobinya masih sama ya Kak? Suka ngagetin orang, untung jantung aku kuat kak" Rania tersenyum

Entah kenapa pantai, matahari terbenam dan senyum Rania terlihat pas, membuat wajah ayu itu terpancar jelas. Akbar memandang Rania dari samping, masih sama terpesonanya dari saat mereka masih duduk di SMA. Akbar mencoba menekan perasaannya yang seenaknya saja mengacaukan perasaanya. Dia tahu rasa itu masih begitu kuat.

"Indah banget ya Kak?" Rania menunjuk ke arah matahari terbenam, teringat waktu pertama kali bertemu Raditya, teringat kebersamaan mereka sebelum akhirnya Raditya memilih pergi demi Mirna. Ah, kenapa rasanya perih? Rania merasa diacuhkan kembali, tidak dipedulikan lagi. Ah, kenapa juga air mata sesukanya jatuh, tapi karena ada Akbar buru buru dia hapus.

"Menangis itu perlu, bukan suatu kesalahan, kalau dengan begitu perasaan akan jauh lebih lega" Diam-diam Akbar memperhatikan Rania, termasuk usaha Rania untuk menyembunyikan air matanya. Rahang Akbar mengeras, jika benar pernikahan Rania tidak bahagia,mengambil Rania dari sisi Radit akan dia lakukan.

Jika kata "andaikan"   berlaku, dia ingin kembali ke Indonesia secepatnya setelah lulus kuliah S1, mencari Rania dan menjadikan pendampingnya. Walau kadang Akbar berharap takdir membawa Rania kepadanya, sungguh tak banyak yang tahu bahwa Rania adalah cinta pertama yang begitu manis.

Bulir bening tiba-tiba jatuh begitu saja, mangalir deras tak bisa dia hentikan. Rania menangis dengan tersendat-sendat di hadapan Akbar, mengingat cinta pertamanya, pria berambut ikal yang menolongnya beberapa tahun silam, cinta pertama yang menjadi suaminya, yang kini mulai mengacuhkannya. Raditya tak tahu bahwa jauh sebelum pernikahan itu terjadi, ada rasa tersimpan untuk nya. "Kak aku mau disini tiga hari lagi".kata Rania ditengah tangis yang mulai mereda.

" Noproblemo, aku akan menemani mu disini" Akbar bersorak dalam hati, bisa melihat senyum indah itu setiap hari, membuatnya bersyukur. Untuk sekarang jika kata "andaikan" berlaku, Akbar ingin  cinta pertama itu menjadi miliknya? Biarlah dia menjadi serakah, jika itu  bisa membuat Rania lebih bahagia.

Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang