Hati dua lelaki

663 39 0
                                    

Kumandang adzan subuh membuat Raditya terbangun. Dirasakan lengannya yang masih perih, mengingatkan Raditya akan kejadian semalam. "Rania!"

Raditya buru-buru turun dari tempat tidur berlari keluar kamar, khawatir kalau Rania sudah pergi lagi. Raditya mengucap syukur, saat lantunan ayat suci mengalun dari dalam kamar Rania. suara Rania mengaji.

Raditya pergi mengambil wudhu, dia ingin memanjatkan syukur, dia ingin memohon melunakkan hati istrinya untuk tetap bersamanya. Dia ingin menjadi suami yang baik, menjadi imam dan ayah yang baik. Memikirkan menjadi ayah membuat Raditya tersenyum sendiri. Hari ini baginya begitu indah.
***

Selepas solat subuh, Raditya kembali mencari Rania, ada hal yang belum selesai dia katakan. Ada pengakuan yang harus dia utarakan. Rania harus mendengarkan, terlepas akhirnya nanti Arman menjadi pilihan Rania. Ah, membayangkannya saja membuat nyeri itu menyeruak tajam.

Raditya melihat punggung Rania di dapur kecil mereka, dengan celemek merah tersemat di badannya. Raditya mendekat, aroma masakan begitu menguar di udara, membuat siapa saja pasti akan merasa lapar.

"Masak apa Ran?" Tanya Raditya. "Aku bantuin ya?"
Rania diam, tak menjawab, memilih berkonsentrasi pada pisau dan wortel yang ada di tangan nya. Ucapan Raditya kemarin malam membuat hatinya sedikit jengkel. Namun lihatlah bagaimanapun jengkelnya Rania pada Raditya tetap saja dia rela bangun pagi,membeli sayuran ke pasar dekat rumah, dan membuat sarapan untuk Raditya. Entah bagaimana itu selalu berulang, mencoba menjauh, selalu kembali lagi ke rumah ini, ke dapur kecil kesayangan Rania.

Raditya mengambil nafas panjang, kejadian seperti ini kembali terjadi. Dan untuk kali ini setidaknya ada wanita ini disisinya, apapun akan dilakukan untuk membuatnya tinggal.

"Sebenarnya, aku datang ke sidang tesis kamu kemarin, aku mendengar pak Arman melamar kamu". Seruni menghentikan aktivitasnya memotong sayur, demi mendengar perkataan Raditya.

"Jadi  bunga itu?"

"Iya dari aku. Aku berharap kita bisa memperbaiki semua, setelah aku sadar selama kamu pergi, aku kesepian Rania. Ada sesuatu yang hilang. Aku butuh kamu, tapi....

"Tapi apa?" Kini Rania meletakkan pisaunya, menghadap ke arah Raditya, menatap mata suaminya, mencari kejujuran di sana.

"Tapi, aku sadar kamu berhak mengambil keputusan yang terbaik untuk hidup kamu, asal kamu bahagia. Walau sebenarnya aku ingin kita sama-sama lagi."

"Sama- sama sebagai apa? Orang asing yang dipaksa menikah? Teman? Rekan kerja yang tinggal satu rumah? Atau sepupu pura- pura?!" Tanya Rania, kini melanjutkan mencuci sayur di bawah air mengalir

"Sebagai suami istri. Ran, aku cinta sama aku. Aku ingin membina rumah tangga kita. Aku ingin memperbaiki semua, beri aku kesempatan, aku mohon. Kamu juga cinta aku kan Ran?"

"Entahlah Dit, aku perlu waktu untuk memikirkan semua ini"

"Ran, tetaplah tinggal disini, aku butuh kamu"

"Lalu Mirna?"

"Aku sudah tak bersamanya lagi, bukan Mirna orangnya, tapi kamu"

Rania kembali bungkam, ada hembusan angin menyisip di hatinya. Antara bahagia dan bimbang. Di satu sisi bahagia bersama Raditya memang menjadi impiannya, tapi disisi lain dia belum bisa percaya sepenuhnya, setengah hati Rania tak siap untuk tersakiti kesekian kalinya.

"Ran, tolong katakan sesuatu. Aku sudah mengatakan semuanya, aku akan lakukan apapun untuk menebus kesalahanku. Apapun Ran"

Rania tak bersuara, tangannya kini berganti memasukkan ayam ke dalam penggorengan, karena kurang hati-hati minyak panas tersebut terpercik mengenai kulit tangan Rania. "Innalilahi" sebut Rania.

Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang