Lari, Bukan Pergi

483 27 0
                                    

"Assalamu'alaikum" Raditya membuka pintu depan, badannya begitu lelah, diletakkan begitu saja tas kerja di sofa, dilonggarkan dasi, diletakkan sepatu sembarangan, wajahnya terlihat begitu lelah. Meeting seharian, deadline laporan yang harus dia periksa di setiap divisi, presentasi pengembangan perusahaan ternyata cukup menguras tenaganya. Satu minggu sudah Raditya resmi menduduki jabatan sebagai GM di perusahaan, yang membuatnya harus berusaha keras membuktikan kemampuannya, tanggung jawabnya, sebelum menggantikan Hendra.

Raditya mengambil air dingin di dapur, kerongkongan terasa kering, perutnya juga terasa lapar, dia bahkan lupa kalau belum makan siang, karena ada pekerjaan yang harus dia selesaikan untuk tidak terlalu malam pulang ke rumah. Sesibuk apapun dirinya, dia tak berniat mengulang kesalahan Hendra dan mengabaikan anak istri di rumah. Yah walaupun anak masih dalam angan angan Radit sampai saat ini. Rania masih mendiamkannya, walau tetap memasak untuknya, tetap menyiapkan segala keperluannya, namun Rania kembali tidur di kamarnya sendiri. Rania tak sepenuhnya percaya akan penjelasannya. Dan Raditya cukup harus bersabar dan bersyukur Rania tak meninggalkannya lagi dan pergi dari rumah.

"Ran, sayang, makan bareng yuk" Raditya mengetuk kamar istrinya, sop buntut di meja masih hangat, tandanya Rania sudah sampai rumah duluan. "Rania sayang", tak ada sahutan. Raditya membuka kamar Rania yang ternyata kosong. Raditya mencari seisi rumah, ternyata istrinya tak ada dimanapun, bahkan handphone nya ditinggal di ruang makan. " Kemana Rania?".
****

Rania berlari sekuat tenaga, tak peduli awan yang berubah kelabu. Tak dihiraukan udara yang berubah dingin menerpa wajah cantiknya. Kakinya terus melaju, berharap semua kemelut hatinya terurai pada setiap pijakan yang dilalui. Berlari selama ini selalu bisa membuat hatinya membaik,membuatnya sedikit lega. Dulu ayahnya selalu menemaninya berlari, selalu ada disisinya. Semenjak ayah pergi, kerinduan akan tertuntaskan dengan berlari. Tak banyak yang tahu, makna lari bagi Rania, apalagi suaminya. Suami yang sayangnya begitu dia cintai, suami yang ingin sekali dia percaya, namun apa, Lagi-lagi perempuan masa lalu itu kembali hadir. Rania merasakan dadanya nyeri, bulir bening kembali mengalir, bersama gerimis yang mulai turun.

***
"Mi, Rania sama lho gak ya?, ok, thank ya" Raditya menutup sambungan telepon. Rania kamu dimana?. Raditya berjalan mondar- mandir di teras depan, menelpon siapa saja yang mungkin tahu keberadaan istrinya. Rasa khawatir sudah menguasainya. Mia, ragil, papa, bahkan pak Arman sudah dia hubungi, tapi hasilnya nihil. Tidak biasanya Rania seperti ini, kalut sudah mulai mendominasi, apalagi saat hujan mulai turun. Raditya menyambar kunci mobil, melaju dijalanan mencari keberadaan istrinya.

Sudah lebih dari tiga minimarket dekat rumah dia masuki, Tanda-tanda keberadaan istrinya belum juga dia temukan. Jalanan mulai rata basah oleh hujan. Frustasi, akhirnya dia menelpon Akbar, pilihan terakhir yang terpaksa dia hubungi. Tak bisa dia hindari kenyataan yang dia benci bahwa Akbar adalah orang yang mengenal Rania dengan baik, mungkin Akbar sekarang bersama istrinya.

"Sore Pak Akbar, apakah anda bertemu istri saya sore ini? "Raditya mencoba bertanya sesopan mungkin, menjaga emosinya tetap stabil.

" Apakah itu tandanya, pak Raditya tidak tahu dimana istrinya sekarang? "

"Maksud anda!? " Nada suara Radit sedikit naik, bukan memberi jawaban, malah Akbar balik bertanya, seolah dia yang paling paham akan Rania.

"Ckckckck... Bapak Raditya yang terhormat, kalau benar dugaan saya, istri bapak meninggalkan HP, pergi tanpa ijin, berarti dia butuh ketenangan, dan anda tidak tahu kebiasaan istri anda? "

"Sudah cukup pak Akbar, jangan membuat saya marah, kalau anda tahu dimana Rania, tolong beritahu saya! "

Akbar tertawa kecil, dia tak tahu apa yang terjadi dengan rumah tangga Rania, walau jujur perasaan kepada belum sepenuhnya pergi, tapi bukan jalan yang akan ditempuh untuk merusak rumah tangga orang lain. Sementara Akbar akan memposisikan diri sebagai kakak Rania, walau tentu sulit. Kalau Rania tidak bahagia bersama suaminya, dia akan memastikan Rania menjadi miliknya. Dan sialnya, Raditya sepertinya tulus mencintai Rania, yang membuat selama ini Akbar menahan diri. "Rania, dia akan berlari jika dia sedang sedih, jangan paksa dia berhenti pak Radit, temani dia, maka dia akan melihat anda" Panggilan tertutup. Raditya mengubah arah kemudi, semoga Rania disana.

***
Raditya berdiri beberapa menit, diamati Rania dari tangga stadion, berlari dibawah guyuran hujan. Entah kenapa hatinya sedikit nyeri. Dia melepaskan jaket dan alas kaki, menembus dingin, menyusul langkah Rania.

"Radit, ngapain kamu? " Rania kaget melihat siapa yang berlari di sisinya

"Menemani istriku berlari, aku bahkan baru tahu berlari di bawah hujan ternyata seperti ini rasanya" Raditya mencoba mengimbangi kecepatan kaki Rania

"Kamu bisa sakit Dit"

"Seingatku, daya tahan tubuhku lebih baik daripada istriku" Balas Radit sambil tersenyum simpul, dia tahu istrinya mengkhawatirkannya. "Lain kali, aku akan menemanimu berlari, walau badai, hujan, panas, aku akan selalu disisimu"

"Aku hanya lari, bukan pergi" Tegas Rania

"Bagus, karena aku tak akan membiarkanmu pergi, mulai sekarang aku akan mengenal lebih baik siapa istriku yang ternyata sangat istimewa"

"Tidak perlu merayu Raditya!" Gerutu Rania, perasaannya sedikit melunak

"Aku Sungguh-sungguh, romantis ternyata berlari dibawah hujan seperti ini"

"Oke, kita pulang saja" Putus Rania

"Sebentar Rania" Raditya menggegam tangan Rania.

"Apa lagi?"

"Kamu harus percaya padaku Ran, aku tidak bohong, Mirna dan aku sudah selesai"

Rania diam, dipandang Raditya penuh arti, mencoba menangkap kesungguhan dari pria yang mulai kedinginan itu. "Sudahlah dit, kamu kedinginan, ayo kita pulang!"

"Ran" Raditya memperkecil jarak diantara mereka. semakin hari, Rania baginya semakin cantik saja. Ditutupkan tudung hodie di kepala Rania yang berjilbab. "Kamu juga kedinginan Ran"

"Makanya ayo.. " Rania tak meneruskan kalimatnya, Raditya menariknya lebih dekat, menciumnya lembut di bawah hujan. Rania diam saja, tak membalas.

"I love Rania" Raditya melepaskan Ciumannya, memandang Rania dengan kesungguhan. Sejurus kemudian Raditya kembali memanggut bibir itu dan kali ini mendapatkan balasan. Sungguh hujan yang indah bagi Raditya.










Rania dan RadityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang