Setelah makan malam, Taehyung membersihkan diri untuk segera tidur.
"Ngomong-ngomong, apa yang membuatmu kemari?" Ia menanyakan kepada yang lebih muda yang mana si empu sudah berbaring di atas tempat tidur.
"Kau." Jawabnya singkat.
"Aku? Kenapa?"
"Kudengar kau sendirian sekarang karena Bogum dan keluarganya pergi. Dan jika saja aku tidak mengenalmu, maka aku pasti sudah menghukummu sekarang." Tae tertawa canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mereka dilarang meninggalkan negara saat pelatihan militer sedang berlangsung.
"Maaf." Tae terkekeh.
"Dan... Aku cukup khawatir karena kau sendirian. Jadi aku akan menetap di sini bersamamu untuk sementara." Mata Tae terbelalak mendengar ucapan Jungkook, ia memuat dalam beberapa detik. "Apa?"
"Kubilang aku akan menetap di sini bersamamu. Kau tidak menginginkannya?"
Tae mengalihkan pandangannya ketika merasakan kedua pipinya memanas.
'Apa itu maksudnya dia akan tidur denganku?' Tae panik dengan pikirannya.
"T-Tidak, bukan begitu maksudku. Maksudku.. itu bagus tapi..." Jungkook menaikkan sebelah alisnya, "Tapi?"
"Bukankah itu akan berbahaya? Jika orang-orang melihatmu ada di sini?" Jungkook tersenyum, seakan dia sudah menduga dengan perkataan Tae. "Jangan khawatir, aku punya caraku sendiri agar tidak ketahuan."
Jungkook mulai menata barang-barangnya. Tidak terlalu banyak, hanya cukup untuk menginap selama berhari-hari. Taehyung cukup kebingungan ketika melihat Jungkook mengambil sebuah kanvas lukis yang besar.
"Untuk apa ini?" Tae bertanya sambil menyentuhkan jarinya pada tekstur kanvas. "Aku sebenarnya akan menanyakan sesuatu padamu..."
"Apa itu?"
Jungkook terlihat ragu-ragu, karena bagaimana jika dia ditolak? Meskipun ia tahu kalau ini hanyalah permintaan sederhana, ia tidak menyukai penolakan. Dan itu membuat dirinya cemas.
"Hey, tak apa, kau bisa mengatakannya padaku." Tae meyakinkannya.
"Bisakah aku melukismu?"
Tae membeku selama beberapa detik saat kalimat itu keluar dari labium Jungkook. "M-Maksudku seperti, maukah kau menjadi suamiku—ah, maksudku subjekku?" Telinga Jungkook memerah, dan pipinya seperti dicat dengan cat berwarna merah muda. Ia merasa gugup.
"Melukisku? K-Kenapa kau ingin melukisku?"
"Karena aku menyukaimu—maksudku aku mencintaimu—ah sial."
Tae terkekeh karena Jungkook yang gagap, ia pikir Jungkook sangat menggemaskan saat malu.
"Aku ingin melukismu, hanya untuk berjaga-jaga dengan seiring jalannya waktu, jika aku tidak bisa bertemu denganmu lagi. Aku tidak memiliki sesuatu seperti ponselmu untuk menyimpan foto dalam waktu yang lama. Jadi, aku ingin melukismu, aku ingin mengingatmu. Atau bahkan jika aku tidak bisa mengingatmu lagi, aku masih memiliki sesuatu untuk kulihat kembali. Aku ingin menyimpanmu dalam ingatanku selamanya."
Kata-katanya terasa berbeda bagi Tae, ia sangat benci mendengar kalimat seperti itu.
"Tentu saja kau boleh melukisku." Tae tersenyum, Jungkook juga tersenyum karenanya.
"Tunggu dulu, aku ingin melakukan sesuatu untuk lukisan ini." Ucap Taehyung dan berlari ke kamar mandi, mungkin... mengganti baju?
Sambil menunggu, Jungkook menyiapkan seluruh peralatan melukisnya. Mulai dari palet yang sudah tercoreng, kuas lama... Rasanya seperti nostalgia baginya. Karena seluruh kesibukannya, ia sudah lama tidak melukis. Mungkin hanya menggambar sketsa, tapi melukis? Tidak, ia tidak memiliki waktu untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain Jeon, Since 1894 [kookv] Indonesian ver
Fanfiction[ON GOING] "Saat perang usai, kita akan menikah dan aku akan menumbuhkan bunga seperti dirimu, dan kisah kita akan menjadi salah satu kisah cinta terindah di alam semesta" -sebuah surat ditemukan di saku tentara yang tewas ; Captain Jungkook Jeon, 1...