Seorang penjaga membuka kunci sel Tae, dan suara itu membuatnya terbangun. Ia merasa takut karena ia pikir ia akan dihukum lagi, dan ia hampir berkaca-kaca hanya dengan memikirkan itu.
Sekarang hampir pukul 12 tengah malam. Ia terkejut saat penjaga itu menarik lengannya dan melepaskan rantai dari pergelangan tangannya.
"Apa yang terjadi?" Ia merasa nyaman sesaat setelah tangannya terbebas dari rantai. Itu sungguh melukai pergelangannya hingga menimbulkan bekas.
"Kapten menyuruh kami untuk membebaskanmu, jadi kau bisa pergi sekarang."
Tae merasa kebingungan, ia tidak tahu ia sekarang merasa bahagia atau tidak.
Ia perlahan bangun dari tanah dan keluar dari sel, dari kejauhan ia melihat Bogum yang sedang menunggunya. Wajah Tae langsung bersinar saat melihat Bogum, ia berlari menghampirinya untuk memeluknya.
"T-Tunggu-aku tidak... bisa-bernapas!" Ucap Bogum dalam pelukan Tae, Tae kemudian melepas pelukannya untuk memberi Bogum ruang bernapas.
"Maaf, aku hanya sangat senang melihatmu. Aku tau kau melakukan sesuatu untuk membebaskanku. Jadi, terima kasih." Tae tersenyum tulus ke arahnya. Tae terkejut saat Bogum menariknya lebih dekat untuk berpelukan lagi, ia tertawa ketika Bogum berpura-pura menangis di pundaknya.
"Sebaiknya kau berterima kasih padaku! Aku hampir mendapatkan masalah karenamu!" Ia merengek bercanda seperti anak kecil, Tae terkekeh.
"Tidak tidak, aku bercanda. Aku sangat senang kau sudah keluar sekarang."
"Aku akan mentraktirmu makan siang besok sebagai imbalan, setuju?" Tae menawarkan, memamerkan senyum kotaknya. Bogum sungguh ingin mencium Tae di dahinya karena ia bertingkah sangat manis. Tapi ia merasa kasihan pada dirinya sendiri sebab dirinya benar-benar terlihat menyedihkan.
Bogum mengangguk dan menjernihkan pikirannya. "Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan? Apa kau bicara dengan Kapten?" Tanya Tae sedikit ragu.
"Ya, aku bicara dengannya. Dia berteriak padaku jadi aku juga berteriak padanya. Kami adil." Ia mengedipkan sebelah matanya, Tae tidak tahu harus tertawa atau tidak. "Kau apa?"
"Apa? Ah maaf, aku hanya sangat kesal. Sebenarnya aku sedikit takut saat melihatnya marah sambil menangis."
Tae tercengang. "M-Menangis?" Bogum mengangguk.
"Ya, setelah aku menunjukkan barang-barangmu sebagai bukti, ia marah-marah menyuruhku keluar dan aku melihatnya meneteskan air mata." Perasaan Tae campur aduk. Ia hanya pernah melihat Jungkook menangis sekali, itu sangat langka melihatnya menangis dua kali karena orang-orang bilang ia bukan type orang seperti itu.
"Kau benar-benar membawa pengaruh besar bagi Kapten, Taehyung-ah." Ucap Bogum.
'Kau membawa pengaruh besar bagiku juga.' Sambungnya dalam hati.
"Tunggu, tahan dulu. Kau bilang kau menunjukkan padanya barang-barangku sebagai bukti, kan?"
Bogum mengangguk, "Ya, kurasa dia mempercayaiku."
"Apa kau melihat sesuatu.... yang aneh?"
Bogum mengangkat bahu. "Semua barang-barangmu aneh. Tapi benda yang bergetar itu yang paling aneh." Wajah Tae memerah menyadari itu.
"Apa kau baik? Apa yang salah?" Tanya Bogum saat Tae membuang mukanya. Bahkan jika ia memberi tahu alasannya, dia mungkin hanya akan mempermalukan dirinya sendiri dan mungkin membuat Bogum risih.
Karena bagaimana ia akan memberitahunya bahwa itu adalah sesuatu yang digunakan untuk memuaskan diri?
"Ngomong-ngomong, benda itu namanya apa? Itu membuatku takut." Ucap Bogum mengingat kejadian tadi. Tae tertawa gugup, "Haha, kau tidak perlu tau." Ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain Jeon, Since 1894 [kookv] Indonesian ver
Fanfiction[ON GOING] "Saat perang usai, kita akan menikah dan aku akan menumbuhkan bunga seperti dirimu, dan kisah kita akan menjadi salah satu kisah cinta terindah di alam semesta" -sebuah surat ditemukan di saku tentara yang tewas ; Captain Jungkook Jeon, 1...