'Ayahku ngizinin aku dari kamp cuma buat dateng ke persidangan.'
'Dia cuma pengen liat aku kasian sama Jungkook, dasar pantat berbulu'
'Hhhh tapi aku gapunya pilihan lain.'
'Aku agak gugup.'
'Aku tau dia pasti ngerencanain sesuatu'
'Dan aku yakin pasti itu ga bagus.'
'Kami barusan masuk ke ruang persidangan.'
'Keluargaku datang juga, asisten ayah pun.'
'Aku belum liat Jungkook.'
'Dan sebenernya aku gamau liat dia.' Tae sejak tadi terdiam, hanya berkutat dengan pikirannya sendiri. Dia mendengar bisik-bisik orang-orang yang menghadiri persidangan ini —tidak terlalu banyak orang— namun cukup untuk membuat Tae tidak nyaman.
Hakim belum datang, begitu pula Jungkook.
Ia berharap ia bisa pergi sekarang juga, ia berharap ia bisa menghilang begitu saja tanpa mereka sadari. Ia tidak ingin mendengar atau melihat apapun, tapi ia tidak punya pilihan. Itu sungguh menyebalkan.
Pintu terbuka dan seluruh percakapan terhenti. Jungkook masuk dengan dua polisi mengamit kedua lengannya. Ia memakai baju tahanan, wajahnya semakin banyak terluka. Jadi mereka memukulinya didalam penjara? Berani-beraninya mereka?
Selain kedua polisi tersebut, tidak ada yang duduk di sisinya. Hanya dia, sendirian.
Hati Tae terluka. Dia merasa sangat kasihan, mengetahui Jungkook menghadapi ini semua sendirian —tidak ada seorang pun disisinya.
Ia langsung menunduk saat pandangan mereka bertemu. Ia berkaca-kaca lagi, dan itu semua karenanya. Ia mengepalkan tinju di pangkuannya. Tae ingin menghampirinya dan mengatakan bahwa ia memiliki dirinya. Namun ia tahu kalau itu cukup tidak memungkinkan sekarang.
Tae tahu Jungkook tidak bersalah, dia tahu ini hanyalah jebakan. Namun ia bisa apa? Melawan orang yang lebih memiliki kekuatan daripada dirinya?
Keadilan sialan. Fuck it.
Tae menenangkan dirinya, ia tidak boleh menangis saat ini.
Tidak lama, hakimnya datang. Dan Jaewon tidak merasa apapun lagi selain percaya diri. Taehyung membenci itu. Namun senyum Jaewon sirna saat ia melihat hakim yang asing baginya. Matanya melotot, bahkan pengacaranya juga terkejut.
'Kenapa terkejut?' Tae penasaran, namun ia tahu ia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang.
Sang hakim duduk di tempatnya. "Sebutkan kasusnya." Perintahnya. Petugas membalik kertas dan membacanya, "Kim Jaewon melawan Jeon Jungkook. Kasus kriminal No. 1814 untuk pembunuhan. Ini adalah dakwaannya."
Sang hakim mengangguk. "Penuntut."
Petugas membaca lagi. "Pengacara Min Hyungseok, asisten jaksa Han Joyeon, pengacara Park Haeun, asisten jaksa kedua, dan pengacara Jang Aeri, jaksa pribadi."
Tae mengerti kalau Jungkook sendirian. Namun bukankah seharusnya ia juga memiliki pengacara?
"Terdakwa."
"Pengacara Cha Jiyeon, dan Pengacara Lee Hanbin. Namun mereka tidak hadir."
Sang hakim menaikkan sebelah alisnya, menatap Jungkook yang terlihat sangat kesepian. "Tuan Jeon, dimana pengacaramu?" Jungkook mendongak, "Meninggal." Jaewon tersenyum miring.
Tae merasa marah. Dengan melihat reaksi ayahnya, Tae tahu bahwa ia pasti sudah merencanakan ini semua. Ia sangat yakin bahwa dia membunuh pengacara Jungkook dengan tujuan agar Jungkook tidak bisa memenangkan persidangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Captain Jeon, Since 1894 [kookv] Indonesian ver
Fanfiction[ON GOING] "Saat perang usai, kita akan menikah dan aku akan menumbuhkan bunga seperti dirimu, dan kisah kita akan menjadi salah satu kisah cinta terindah di alam semesta" -sebuah surat ditemukan di saku tentara yang tewas ; Captain Jungkook Jeon, 1...