"jangan tanya alasan kenapa aku menyukaimu, karna aku juga tidak tau, rasa itu datang tanpa di pinta dan tanpa di duga."
•••Di bangku panjang yang tersedia di depan pintu gerbang rumah Zalea, kedua anak remaja itu duduk. Dengan kondisi pipi yang memar gadis itu terisak-isak di temani Aksa yang duduk di sampingnya. Wajah cowo itu terlihat tidak tega, dia mengusap bagian pipi Zalea yang memerah membuat isakan gadis itu berhenti sambil menoleh padanya.
"Pipinya sakit?"
Zalea menggeleng.
"Terus kenapa nangis?" Tanya Aksa bingung.
Gadis itu kembali terisak dengan tangisan yang di tahan agar tidak semakin keras. "Tamparannya berbekas. Takut mama liat terus marah." Katanya.
"Gak akan di marahin. Lo cerita aja apa yang Dirga lakuin, biar orang tua lo tahu dan belain." Ucap Aksa.
Zalea menggeleng. "Gak mau. Dulu waktu kecil setiap aku luka karna pulang main, mama pasti marahin aku. Katanya ceroboh, gak bisa jaga diri." Nafasnya tersenggal-senggal saat bercerita. "Aku gak pernah berani cerita ke mama setiap kali di jahatin atau luka. Aku takut mama malah marah karna nganggep aku gak becus ngelindungi diri sendiri." Katanya.
"Hei, gak gitu." Aksa menyentuh pundaknya. "Lo harus bilang sama biar Dirga dapet pelajaran karna udah gangguin lo." Ucap Aksa.
Zalea menggeleng lagi. "Gak usah, tadi aku udah puas liat kamu mukulin dia. Bantuin aku aja biar bekas tamparan ini gak ketahuan sama mama, gimana cara nutupinnya?" Tanya gadis itu dengan polos sekali.
Aksa menghela nafas. Dia menarik kunciran rambut Zalea hingga rambut panjang dan lebat gadis itu tergerai. Aksa tertegun sejenak melihat wajahnya namun sesaat kemudian dia mengembalikan kesadarannya. Bagian depan gadis itu dia ulurkan ke depan hingga menutupi begian pinggiran pipinya yang memerah, mengaturnya sambil memperhatikan wajah gadis itu.
"Udah, gak keliatan bekas tamparannya." Ucap Aksa saat selesai.
"Makasih." Ucap Zalea.
Keduanya masih duduk disana tanpa ada satupun yang bicara. Karna ketahuilah bahwa saat ini kedua remaja itu sedang sama-sama berdebarnya.
•••
"WOI TEMAN-TEMANKU!"
Kelas XII IPS 3 yang ramai itu senyap seketika saat Kurnia datang dengan wajah yang sungguh mencuri rasa penasaran. Ketahuilah, Kurnia adalah ketua kelas XII IPS 3 yang selain bertugas menyampaikan info dari guru dia juga bertugas menyampaikan gossip hangat dari sekolah mereka.
"Sini kalian semua sini," Cowo itu menggerakan tangannya menyuruh teman-temannya berkumpul. "Gue barusan dengar, Dirga, si ketua geng anak bangor di sekolah kita udah berhenti sekolah." Ucapnya dengan nada serius.
"Tadi gue liat bapaknya dateng ke kantor guru dan minta Pak Zaenal buat nyoret nama dia dari daftar siswa SMA Pancasila. Alias, dia di suruh berhenti sekolah sama bapaknya." Ucap Kurnia lagi yang sontak membuat wajah teman-temannya kaget bukan main.
"Emang dia bikin onar apalagi kali ini?" Tanya salah satu temannya.
Zalea yang dua hari lalu terlibat masalah dengan cowo itu diam dengan wajah resah. Zalea tidak mengadukan soal kejadian itu. Tidak ada yang tahu soal kejadian itu selain Dirga, Zalea dan Aksa. Sekolah sudah sepi waktu itu.
"Gue gak tahu. Kayanya bapaknya udah capek banget ngedidik tuh anak. Disekolahin juga percuma orang kerjaannya nyari gara-gara doang. Gue kalau jadi bapaknya juga mending gue berhentiin." Ucap Kurnia.
Aldian mengangguk setuju. "Capek-capek nyari duit buat bayar Pendidikan, si anak malah kaya gitu. Mending berhenti'in aja." Ucapnya.
"Eh, tapi kita gak bole asal nge'judge gitu, lho. Kita gak tahu gimana latar belakang keluarga dia. Apa yang bikin dia tumbuh jadi pribadi yang rusak dan senakal itu." Kali ini Nanda yang angkat bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSALEA [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[SEGERA TERBIT di AE Publishing Gresik OPEN PO AKSALEA 1 september - 15 september untuk PO hubungi No wa : 085843761993] Bagaimana jika dalam suatu hubungan hanya satu orang yang berjuang sejak awal ? hanya satu orang yang berusaha mempertahankan...