Part 4 : Albino Boy's

821 138 9
                                    

Orange - TREASURE

***

Jaehyuk menatap rumah yang akan menjadi tempatnya bekerja nanti. Beberapa saat yang lalu Yoshi sudah pergi. Dia menghembuskan napas sebelum melangkah masuk ke depan gerbang yang menjadi pembatas antara rumah dan jalanan.

Dia berjinjit melihat keadaan di dalam. Seorang satpam menyadari ada seseorang di depan segera mengecek keluar. Dia membuka gerbang dan Jaehyuk sedikit terkejut dengan hal tersebut. Dia tersenyum kikuk sambil melangkah mundur.

"Mau ketemu siapa? Temennya Tuan Muda?" tanya satpam tersebut pada Jaehyuk.

"Eh? Bukan Pak saya mau kerja di sini. Tadi udah kabari Pak Yuta."

"Oh, mau ketemu Tuan Yuta. Silahkan masuk," balasnya sembari menggeser gerbang setinggi satu meter lebih lebar.

Jaehyuk tersenyum lalu melangkah masuk ke dalam rumah tersebut. Dia mengedarkan pandangannya ke halaman rumah yang terbilang cukup luas. Jaehyuk tidak terpukau mengingat rumah orang tua angkatnya juga hampir sama.

Sebenarnya banyak faktor yang membuat Jaehyuk memutuskan kuliah di Jepang selain memang universitas favoritnya. Dia ingin membanggakan kedua orang tuanya, ingin hidup sendiri, dan tidak ingin merepotkan orang tuanya lagi seperti beberapa tahun silam. Tahun-tahun saat dia keluar dari panti asuhan.

Jaehyuk mengikuti langkah satpam tersebut masuk ke dalam rumah. Benar-benar tidak berbeda jauh, mungkin hanya warna cat juga peletakan barang-barang. Dia melihat seorang pria dan wanita tengah duduk di ruang tamu. Satpam tadi mengarah ke sana dan Jaehyuk mengikutinya.

"Tuan, anak ini ingin bertemu dengan anda." Satpam tersebut berkata sopan.

Yuta menoleh lalu tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Kamu bisa balik lagi ke depan." Satpam tersebut membungkukkan tubuhnya sebelum beranjak dari ruang tamu. "Jaehyuk, 'kan? Duduk dulu."

Jaehyuk menuruti perintah Yuta dan duduk di hadapan mereka-Yuta dan wanita tadi. Mereka berhadapan cukup lama. Jaehyuk memainkan ujung jarinya karena gugup dan atmosfer yang memang sudah tidak enak. Apalagi hanya mereka bertiga yang ada di ruang tamu.

"Nama kamu Jaehyuk? Bukan orang Jepang kayaknya," kata wanita yang berada di sebelah Yuta.

"Iya, saya dari Korea aslinya." Jaehyuk menjawab sopan.

"Umur kamu?"

Belum sempat Jaehyuk menjawab suara Yuta kembali terdengar. "Aku, 'kan kemarin udah kasih tau semua, Sana."

Wanita bernama Sana itu menghela napas. Benar apa yang dikatakan suaminya hanya saja dia memastikan anak di hadapannya masih kuliah. Dia mengambil secangkir teh lalu menyesapnya.

"Anak kita susah diatur. Banyak pengasuh yang nyerah karena dia terlalu susah dimengerti. Pendiam dan penyakitan," ujar Sana sarkas.

"Sana ...." Yuta bersuara. Berusaha menahan ucapan kasar apapun dari istri tentang putra sulungnya.

Sana memutar bola matanya malas. Yuta beralih menatap Jaehyuk di hadapannya. Dia bisa melihat keterkejutan pada pemuda yang duduk di hadapannya. Memang tindakan Sana sudah sering dia lihat mengingat ada sedikit ketidaksukaan wanita itu terhadap anak sulungnya.

"Anak saya memang penyakitan. Penderita albino jadi saya khawatir kalo kamu mungkin jijik sama dia. Dia enggak boleh keluar rumah, kita enggak mau mentalnya terganggu karena fisiknya nanti diejek sama orang lain meskipun emang udah pernah terjadi sebelumnya," ujar Yuta menjelaskan.

Jaehyuk sedikit terkejut mendengarnya. "Maaf ... umurnya berapa?"

"Sama kayak kamu. Sembilan belas tahun." Sana menjawab pelan dan Jaehyuk tentu saja tambah terkejut. "Selain itu, aku enggak mau banyak orang tau kalo punya anak penyakitan. Kami dari keluarga terhormat dan enggak mau ada yang tau kalo kita punya kekurangan. Kamu siap ngurus dia?"

[✓] How Can I Love You [Jaesahi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang